Minggu, 26 Februari 2012

Super Junior FanFiction: “Get Married″ Part 7″


Super Junior FanFiction: “Get Married

Part 7″
Aku sekarang sadar, ternyata Kyu hanya bermanis di mulut saja. Dia bilang dia akan selalu bersabar, dia bilang akan selalu menyukaiku dan menunggu. Tapi justru dialah yang semakin menjauh dariku. Dua minggu setelah kesepakatan kami, dia sudah mulai menjauhiku. Awalnya aku tak mengetahuinya. Seperti biasa jika tidak ada PR aku akan tidur duluan dan terjadi sebaliknya, jika ada PR dia yang selalu tidur terlebih dahulu. Setiap pagi aku tidak melihatnya di sampingku dan selama itu kukira dia terbangun lebih dulu. Tapi ternyata bukan seperti itu, dia sama sekali tidak tidur bersamaku, ketika aku sudah tidur dia pun pergi ke tempat lain. Aku memang tak pernah mengerti jalan pikirannya. Sekarang dia benar-benar menjauhiku, bukan hanya tidak ingin tidur bersamaku lagi tetapi dia tak pernah menunjukan sikap manisnya dan itu membuatku semakin terluka.
Setelah sebulan berlalu pun dia masih tetap sama. Ketika aku sudah tertidur, dia pergi. Dia pikir aku tak tau apa yang dilakukannya. Aku hanya diam dengan sikapnya itu. Tapi aku tak tahan, sampai suatu malam saat dia mengira aku sudah terlelap dan dia mulai merayap pergi, aku memutuskan untuk tidak pura-pura tak tahu.
“Kau mau kemana?”tanyaku malam itu yang membuatnya terkejut karna mengira aku sudah tidur.
“A-aku tidak bisa tidur, jadi kuputuskan untuk membaca buku sebentar. Siapa tahu bisa membuatku mengantuk. Kau tidurlah tak usah mencemaskanku,” jawabnya kemudian pergi meninggalkanku.
Setelah dia pergi keluar kamar, aku tidak bisa membendung tangisku. Dia membohongiku seakan-akan aku tidak tau kalau dia melakukan itu setiap malam. Aku tidak bisa berdiam diri dan menangis seperti ini, aku butuh penjelasan. Aku tidak ingin menebak-nebak lagi.
Aku pun bangkit dari pembaringanku dan keluar kamar menyusulnya. Aku tahu setiap malam dia tidur di mana, yaitu di ruang baca. Dia lebih senang tidur di sofa rupanya ketimbang seranjang denganku. Ketika aku masuk ke ruang baca, kulihat dia sedang menyiapkan bantal dan selimut. Dia sangat terkejut melihatku.
“K-kenapa malah ke sini? Kau harusnya sudah tidur.”
“Kau sendiri? Katamu mau membaca, tapi kulihat kau sedang mempersiapkan tempat tidur.”
“Ah ya, setelah ini aku mau membaca. Aku hanya mempersiapkan kalau-kalau saat membaca nanti tiba-tiba aku tertidur.”
“Bohong.”
“A-apa? Tidak, aku tidak bohong. Chae Ri, ada apa denganmu? Kenapa menuduhku seperti itu?”
“Kaupikir aku bodoh? Aku tahu kau setiap malam tidur di sini dan tidak bersamaku. Kenapa? Karena bosan? Kau bilang kau menyukaiku. Bohong!” aku mengatakannya sambil menangis.
“Aku tak bohong, aku sungguh menyukaimu,” katanya sambil menggenggam tanganku dan kemudian memelukku. Aku mencoba melepaskan diri dari pelukannya, aku masih belum puas meluapkan emosiku. Tetapi tenaganya lebih besar, dia mendorong dan menjatuhkanku di sofa yang tadi disiapkan untuk tidurnya. Menindih kemudian menciumku. Tetapi aku tidak mau membalas ciumannya, rasa sakit hatiku lebih besar karena ketidakjujurannya. Dia yang sadar penolakanku, melepaskanku.
“Kau memang sangat keras kepala ,” ucap Kyu, “Kau tahu kenapa aku tidak bisa tidur bersamamu lagi? Karena aku tidak bisa bertahan sepertimu. Kau tahu kenapa aku selalu memakai penutup mata saat tidur? Karena aku takut saat terjaga dan melihatmu, aku menjadi makhluk buas yang menodaimu.”
Tangisanku semakin menjadi mendengar penjelasannya. Aku tak tahu harus bicara apa. Aku tak tahu dia menahan perasaannya sampai seperti itu.
Kyu melanjutkan lagi perkataannya, “Aku menjauh darimu bukan karena sayangku padamu memudar setelah perjanjian kita itu. Tetapi karena aku merasa tak berdaya. Setelah menciummu, aku jadi tak bisa mengendalikan diri. Aku menghargai keputusanmu, tapi tolong pahamilah keadaanku. Selama kau masih ingin mempertahankan prinsipmu itu, kita tidak bisa sekamar lagi. Kau mengerti maksudku kan?”
Aku mencoba mencerna perkataannya, berusaha memahami. Dan yang kupahami sekarang adalah rupanya dia menyalahkanku. Entah kenapa aku merasakan perutku bergolak dan air mataku semakin deras mengalir. Aku tak pernah menangis seperti ini seumur hidupku. Kyuhyun mencoba merangkulku tetapi selalu kutepis.
“Chae Ri, kumohon berhentilah menangis!” bujuknya.
“Kau pikir mataku tidak sakit  mengeluarkan air mata sebanyak ini?”isakku. ”Kau sekarang sedang menyalahkanku. Menyalahkan keputusanku! Padahal kau bilang kau sayang padaku. Sayang apanya? Jika sayang kau takkan seperti ini. Kau memang pintar berbohong, selalu berpura-pura. Semua yang kaulakukan padaku itu karena kau terpaksa. Kau tidak pernah mencintaiku…”
“Aku tak bohong, cintaku padamu itu kenyataan. Walaupun aku membohongi seluruh sekolah tentang perasaan ini. Tapi aku tak membohongimu Chae Ri, sayangku padamu tulus. A-aku…”
“Cukup! Jangan pikir kau bisa merayuku. Kau bilang ingin menjauh dariku? Baiklah, aku izinkan. Aku akan menghargaimu seperti kau menghargaiku. Kau bilang sungguhan mencintaiku, maka buktikanlah. Mulai sekarang aku akan menjaga jarak denganmu, kita tidak akan bersentuhan walau hanya seujung rambut. Dari situ kita akan tahu, cinta yang kita rasakan itu sungguhan atau bukan,” ucapku.
“Yang benar saja? Aku tidak setuju!”
“Aku tak peduli kau setuju atau tidak. Aku tak peduli…,” kataku sambil bergegas keluar dari ruangan itu. Tak ingin mendengar perkataannya lagi. Aku kembali ke kamarku dan menangis lagi, menangisi kesalahanku dan menangisi kebodohanku dalam memandang cinta. Aku tak mungkin bisa mencintai pria lain selain dirinya tapi apakah dia berpikiran sepertiku? Kami sangat berbeda. Aku berpikir mustahil dia akan tetap menyukaiku saat kami sudah menjaga jarak. Tapi aku sudah terlanjur berkata aku ingin kami saling menjauh dan aku tak mungkin menarik perkataanku. Kadang-kadang aku menyesali semua perkataan yang telah kukeluarkan, tapi aku lebih sering menyesali betapa aku terlalu teguh mempertahankan apa yang telah kuucapkan.
Setelah kejadian itu, apa yang kupikirkan terbukti. Hubungan kami semakin memburuk. Nyaris tak ada kata yang terucap saat kami bertemu. Di rumah maupun sekolah, kami bersikap dingin. Kami tak pernah pergi dan pulang sekolah bersama lagi. Jika dia berbicara denganku, itupun hanya membahas masalah klub. Hubungan kami kembali seperti saat sebelum menikah. Awalnya aku memang menyesali hal ini, tetapi semakin hari aku sadar mungkin ini memang sifat Kyuhyun yang sebenarnya. Sudah cukup aku menangisinya, mungkin tidak lama lagi akan tiba saat dia pergi meninggalkanku. Aku akan siap jika hari itu tiba.
@@@@
Musim gugur sudah berakhir, pergelaran teater kami hanya tersisa satu bulan lagi. Itu membuatku semakin sibuk dan selalu pulang telat. Paling tidak dengan kesibukanku itu aku dapat sedikit melupakan masalahku dengan Kyuhyun. Intensitas pertemuan kami juga semakin berkurang, aku lebih sibuk dengan kegiatanku berlatih peran bersama pemain yang lain. Sementara Kyuhyun, aku tak tau apa yang dilakukannya. Sesibuk apapun diriku, aku selalu pulang ke rumah lebih awal darinya. Tapi aku tak ambil pusing, karena aku sudah tak mau tahu lagi apapun yang dilakukannya.  Sampai suatu hari …
“Chae Ri, tunggu aku!” seru seseorang di belakangku.
“Onnie,” kulihat Myu Ra sedang tergopoh-gopoh mengejarku. “Ada apa? Rumah kita kan berlawanan arah, masak mau pulang bersamaku?”
“Aku bukan ingin pulang bersamamu, tapi aku mau kau menemaniku ke suatu tempat,” pintanya.
Kulirik arlojiku, sudah pukul 8 malam. Eomma pasti marah jika aku pulang lebih larut lagi, walau dia tau kesibukanku berlatih, tetapi dia tetap membatasiku. Aku sudah harus sampai rumah sebelum pukul sembilan malam.
“Tidak bisa, onnie pergi sendiri saja ya,”
“Tidak mau,” rengeknya.
“Kalau begitu tidak usah pergi ke sana kan bisa?”
“Mana mungkin aku tidak pergi. Aku mau membuktikan apa yang sedang dibicarakan anak-anak yang lain,” kulihat Myu ra sudah mulai menangis. Oh tidak, sunbae ku ini kukenal paling tegar, kenapa bisa sampai seperti ini.
“Tunggu, aku tidak tau ada masalah apa ini, memangnya mau membuktikan apa sih? Onnie kan bisa saja pergi dengan Kang In, tidak usah denganku. Aku akan dimarahi ibuku kalau pulang terlambat.”
“Chae Ri-ah, mana mungkin aku pergi dengan Kang In. Aku tak sudi. Kau benar-benar tidak mendengar gosip yang beredar di sekolah ya? Cho Kyuhyun dan Kim Ki Young sekarang berpacaran. Kau tau sakitnya hatiku mendengar kabar ini? Tapi aku masih tak percaya, aku mau memergoki mereka hari ini. Makanya kau ikut aku, supaya kalau itu benar, kau bisa menemaniku menangis.”
Aku seperti tersambar petir mendengar perkataan Myu Ra. Aku langsung menarik tangannya, “Ayo Onnie, aku akan pergi bersamamu,” ajakku. Kami pun pergi ke apartemen Ki Young karena menurut informasi yang didapatkan Myu Ra, Kyuhyun sering sekali pergi ke apartement Ki Young saat gadis itu pulang dari latihan bersama.
@@@@
Aku memandangi langit musim dingin yang gelap tanpa sinar bulan di taman tempat aku pertama kali melakukan ciuman pertamaku. Aku tidak sendirian, aku ditemani seorang gadis yang sedang menangis di pundakku. Andai saja dia tau, kalau gadis yang sedang meminjamkan pundaknya juga merasakan hal yang sama. Tapi, sungguh sulit membiarkan air mata itu jatuh dari mataku.
“Aku patah hati, bagaimana aku bisa mengikuti ujian akhir nanti dengan perasaan sehancur ini?” isak Myu Ra
“ Onnie, ujianmu kan masih 2 bulan lagi. Masak kau akan patah hati selama itu?”
“Tentu saja, aku menyukainya hampir 2 tahun dan hancur dalam 2 menit. Mungkin lebih dari 2 bulan rasa sakit ini akan memudar. Tapi pastinya tidak bisa hilang selamanya.”
“Mereka hanya bergandengan tangan, bukan membuktikan berpacaran,” ujarku mencoba menenangkannya, padahal sebenarnya untuk menenangkan diriku sendiri. Tetapi tidak ada efeknya, Myu Ra kembali melanjutkan tangisannya. Aku tak menghiraukannya. Di kepalaku masih terputar rekaman kejadian yang membuat dia menangis. Kami melihat Cho Kyuhyun dan Kim Ki Young bergandengan tangan, lebih tepatnya Ki Young yang menggandeng tangan Kyuhyun. Dan kejadian itu kami lihat di luar apartement Ki Young. Jadi yang membuat kami syok adalah Ki Young menggandeng tangan Kyu dan mengantarkannya keluar dari apartemen. Apa yang dilakukan seorang Cho Kyuhyun di apartemen Kim Ki Young? Dan mengapa mereka bisa seakrab itu? Jika orang-orang menyimpulkan mereka sedang berkencan itu merupakan hal yang wajar. Karena mereka berdua memang tampak seperti orang yang sedang berpacaran. Oke, aku cukup sulit menerima kesimpulan terakhir. Tapi apa yang kulihat itu sudah menjadi bukti walau bukan bukti yang akurat.
Myu Ra, gampang kau menangis. Kau tidak tahu kalau hatiku lebih terluka dibandingkan hatimu. Yang dia khianati itu aku, bukannya kau.
“Sudah hampir jam 10, kau tidak pulang Chae Ri?”tanya Myu Ra.
“Aku takut pulang, onnie. Aku pasti dimarahi eomma,” sahutku. Ya, percuma aku pulang jam segini karena sudah pasti eomma akan mengamuk. Lebih baik aku pulang lebih larut, saat eomma sudah tertidur, jadi aku bisa masuk ke rumah dengan menyelinap. Aku tahu Siwon ahjusshi pasti akan mau membukakan pintu untukku.
“Aku malah takut pulang sekarang, eomma ku pasti akan tahu kalau aku membolos les lagi,” ujarnya.
Kami pun terdiam, berpikir dan entah kenapa aku berinisiatif memanggil Heechul. Dia datang ke tempat kami lima belas menit kemudian setelah aku menghubunginya. Dia datang menggunakan taksi.
“ Dua gadis memanggilku malam-malam, kalian ingin berpesta ya?” tanya Heechul pada kami.
“ Kenapa kau malah memanggilnya?” bisik Myu Ra sambil menyikutku.
“ Entahlah, cuma dia yang ada di pikiranku sekarang,” sahutku.
“Hya, kalian masih menggunakan seragam sekolah. Mana bisa masuk Pub klo berpakaian seperti itu. Chae Ri, jadi dari tadi kau belum pulang ya? Hah, dasar anak jalanan,” ucap Heechul menyindir.
“Omo, ke Pub? Aku belum pernah ke sana dan tak mau. Kita ke karaoke saja, mau ya? Kalian berdua harus menghiburku. Ayolah!” ajak Myu Ra.
Aku dan Heechul pun menuruti. Kami bertiga pergi ke karaoke dan membiarkan Myu Ra bernyanyi sendirian. Aku dan Heechul hanya memperhatikan dia menyanyi dengan berbagai macam ekspresi, benar-benar sedang patah hati.
“Dia kenapa, sih?” tanya Heechul.
“Patah hati,” sahutku pendek.
“Mwo?” Heechul membulatkan mulutnya. “Kang In berselingkuh, ya?”
“Bukan dengan Kang In. Syukur saja dia lagi asyik menyanyi. Jika Myu Ra dengar perkataanmu, kau akan langsung mati.”
“Lalu kenapa kau malah memanggilku? Kangen ya?” dia pun mendekatkan wajahnya ke telingaku, ”Chae Ri, aku mau pesan Shoju, kau mau minum juga nggak?”
Aku tersenyum mendengar tawarannya. Aku pun mengangguk. Mungkin dengan sedikit minum perasaanku yang dari tadi tidak nyaman akan lebih lega.
“Chae Ri, kau sudah habis berapa botol? Kau gila! Kkau tidak bisa pulang dalam keadaan mabuk,” seru Myu Ra.
“Aku tidak mabuk kok, masih kuat. Masih bisa pulang sendiri,” sahutku sambil membuka botol shoju yang ke-5.
“Ayo hentikan. Aku yang sedang patah hati saja tidak berpikiran untuk mabuk. Kau malah lebih parah,” kata Myu Ra sambil mengambil botol shoju yang baru kubuka. “Hey Kim Heechul, apa-apaan kau ini, harusnya kau cegah dia. Besok kami masih harus sekolah, kenapa malah kau buat dia mabuk?”
“Ya, Jung Myu Ra. Kau patah hati dan kami yang menemanimu. Tapi kau malah marah-marah. Suka-suka kami dong mau minum atau tidak kau sendiri menyanyi tidak jelas. Aku pusing mendengarnya,” bentakku dan seketika itu juga kulihat air mata Myu Ra jatuh lagi. Kemudian dia mengambil tas sekolahnya lalu berlari pergi meninggalkan aku berdua saja dengan Heechul.
“Kau sudah mabuk Chae Ri, kalau kau sadar, kau takkan berbicara sekeras itu padanya. Bagaimanapun juga dia sedang patah hati,” kata Heechul sambil menepuk pundakku.
“Aku tidak bisa mengejarnya dan meminta maaf,” sahutku sambil mengambil botol shoju yang tadi diambil Myu Ra, tapi Heechul menahan tanganku dan entah kenapa air mata yang dari tadi kutahan jatuh juga.
“Hei, kenapa kau juga menangis? Hah, dasar wanita,” Heechul memang berkata ketus tetapi dia merangkulku dan membiarkanku menangis di pelukannya dan itu membuat tangisanku semakin kencang karena yang kuinginkan sebenarnya adalah menangis di pelukan Kyuhyun. Aku sangat merindukannya, tetapi aku sakit hati dengan apa yang kulihat tadi.
“Gomawoyo,” kataku setelah cukup puas menangis.
“Ah, kenapa harus berterima kasih, aku tidak melakukan apapun,” sahut Heechul sambil menggaruk-garuk lehernya. “Daripada mengucapkan terima kasih, aku lebih suka kalau kau mengabulkan satu keinginanku.”
“Mwo? Hanya menemaniku menangis kau malah bikin keinginan. Pelit sekali,” sungutku.
“Hey, aku sudah merelakan waktu istirahatku dan kau bilang aku pelit?!” seru Heechul sambil menatapku tajam.
“Hehe… Maaf, kau tidak pelit kok. Apalagi kalau kau yang bayar semua tagihan,” sahutku sambil buru-buru keluar dari ruangan. Aku berlari keluar dari tempat karaoke itu tapi tidak jauh karena bagaimanapun juga aku tidak tega meninggalkan Heechul. Dan ketika kulihat dia sudah keluar, aku pun meneriakinya, “Kim Heechul… kau memang orang terbaik yang pernah kukenal!”
“Cih, tak ada gunanya memuji. Kau sudah menghabiskan uangku,” sahutnya tapi dia tidak kelihatan marah. Dia malah tersenyum dan kemudian berlari menghampiriku.
“Kalau kau berhasil menangkapku, akan kuwujudkan keinginanmu,” godaku. Kemudian aku pun berlari dan kulihat dia berusaha menyusulku. Dasar gila, seharusnya aku pulang karena ini sudah larut tapi aku malah mengajaknya bermain. Aku benar-benar sudah mabuk sepertinya. Kami pun saling kejar-kejaran. Tampaknya dia payah dalam olahraga, lama sekali sampai dia hingga akhirnya bisa menangkapku.
“Nah, kau sudah berhasil kutangkap. Saatnya aku membuat permohonan,” katanya sambil terengah-engah.
“Curang, aku sudah kelelahan kau baru menangkapku. Dasar payah,” ejekku.
“Biarin, kau kalah dan aku yang menang. Sekarang ayo kita duduk dulu,” ajaknya. Dia menarik tanganku dan mengajakku duduk di trotoar. Aku tidak mengecek jam lagi. Jalanan sudah sepi, pastinya sekarang sudah sangat larut.
“Cepat katakan kamu mau apa. Kalau tidak aneh, aku turutin deh. Tapi antar aku pulang ya,” pintaku.
“Iya, mana mungkin kamu kubiarkan pulang sendiri,” sahutnya, “Ehmm… Hari minggu kita kencan ya.”
“Hah? Bukannya sekarang kita sedang kencan?”
“Kencan apa? Kau saja lagi mabuk.”
“Baiklah. Hari minggu, aku akan berdandan cantik dan tidak akan mabuk.”
“Baguslah, ayo sekarang kau kuantar pulang.”
@@@@
Aku pergi kesekolah dengan kepala yang berat karena terlalu banyak minum. Semalam aku berhasil pulang dengan selamat. Tetapi paginya eomma memarahiku habis-habisan. Apalagi saat dia tau aku pulang dalam keadaan mabuk. Aku tidak diizinkan sarapan dan berangkat sekolah dalam keadaan perut keroncongan. Syukur aku tetap bisa bertahan sampai jam istirahat tiba. Tetapi aku tidak berselera memakan roti yang kubeli di kantin. Aku merasa mual. Aku menyesal sudah terlalu banyak minum semalam. Aku berharap ada yang memperhatikanku. Tapi entah kenapa di saat jam istirahat ini tidak ada seorang pun dikelas. Aku pun memakan rotiku sendirian di kelas sampai aku mendengar Kang In memanggilku.
“Chae Ri, ikut aku!” ajaknya tergesa-gesa.
“Aku lagi makan,” sahutku tapi Kang In tidak mendengarkan. Dia langsung menarikku agar mengikutinya. Aku pun mengalah meninggalkan rotiku yang belum sempat kusentuh dan mengikutinya sampai ke atap sekolah. Sungguh pemandangan yang tak ingin kulihat. Ki Young dan Myu Ra tengah saling menjambak rambut. Aku dan Kang In pun bergegas melerai perkelahian dua gadis itu.
“Jung Myu Ra, kau gila! Kau menjambakku tanpa alasan. Apa salahku?” jerit Ki Young yang sedang kupegangi, kata-katanya itu membuat Myu Ra makin emosi dan berusaha menarik rambutnya lagi tetapi tidak berhasil karena aku sudah mendorong Ki Young supaya menjauh. Tetapi Myu ra tidak tinggal diam, dia malah menarikku dan menjambak rambutku.
“Onnie, kenapa aku juga kena?” teriakku sambil berusaha melapaskan diri dari serangannya.
“Karena kau menyebalkan,” jerit Myu Ra.
“Kau masih marah karena masalah semalam? Ya sudah, pukul saja aku. Cepat!” kataku sambil menarik tangan Myu Ra dan menampar-namparkannya ke wajahku. Dan kulihat dia menangis.
“Chae Ri, mianhe,” ucapnya, lalu memelukku dan menangis lebih keras.
“Sebenarnya ada apa ini?” tanya Kang In keheranan.
“Kenapa hanya meminta maaf padanya? Kau juga sudah menjambakku tanpa alasan. Kau sudah merusak rambutku,” Ki Young setengah berteriak.
“Diam kau Ki Young!” seru Kang In yang membuat Ki Young tersentak.
“Ada apa ini?” terdengar suara berat dari seorang Seonsaengnim diikuti suara riuh di belakangnya.
“Tidak ada apa-apa, kami sedang berlatih buat teater kami,” kataku berbohong diikuti dengan anggukan Kang In.
“Sungguh?” tanya Seonsaengnim itu tak percaya.
“Mana mungkin kami berbohong,” sahut Kang In. sementara Ki young tetap diam, dia tau kalau dia berbicara yang sebenarnya akan timbul masalah besar. Mana mungkin dia mau semua orang tau kalau dia terlibat perkelahian dengan teman satu sekolahnya.
“Ya sudah,” Seonsaengnim itupun pergi diikuti oleh anak-anak yang lain.
Kami pun menarik nafas lega setelah mereka pergi. Tetapi tidak semuanya pergi karena kulihat Kyuhyun datang mendekati kami.
“Sebenarnya ada apa?” tanyanya. Entah mengapa ketika melihat wajahnya rasa mual yang tadi sempat hilang muncul lagi.
“Tidak usah pedulikan mereka,” sahut Ki young yang kemudian mengajaknya pergi.
“Kang In, tolong temani Myu Ra,” pintaku kemudian mengikuti Ki Young dan Kyuhyun. Aku mengikuti mereka dengan perlahan-lahan supaya mereka tak tahu kalau kuikuti. Hingga akhirnya mereka berhenti di bagian belakang gedung sekolah.
“Sebenarnya ada apa, sih?” tanya Kyu penasaran.
“Aku juga tidak tahu, dia memanggilku untuk menemuinya di atap sekolah. Saat aku tiba di sana, dia langsung menjambak rambutku. Menyebalkan sekali,” sungut Ki Young.
“Dia takkan menyerangmu tanpa alasan, coba kau ingat sudah berbuat salah apa padanya? Aku sudah mengenalnya sangat baik.”
“Mana kutahu. Kau juga harusnya tahu kan aku tidak mungkin memulai perkelahian. Itu bisa merusak image-ku, harusnya kau tadi datang dan membelaku.”
“Sudahlah, kau tidak terluka kan?” tanya Kyu. Dan kulihat Ki young menjulurkan lengannya.
“Tadi dia sempat mencakar tanganku.”
“Baiklah aku akan ke klinik dulu meminta plester,” kata Kyu tapi tangannya keburu ditarik oleh Ki Young.
“Tidak usah, temani aku di sini saja!”
“Mana bisa. Nanti lukanya meninggalkan bekas, aku hanya sebentar kok.”
“Kubilang tak usah. Kalau kau begini baik…a-aku akan semakin sulit melepaskanmu. Kau tahu kan aku menyukaimu? Kalau kau perhatian seperti ini, kau sama saja memberiku harapan.”
“Itu tidak ada hubungannya,” kata Kyu kemudian melepaskan tangannya yang dipegang oleh Ki Young, “Tunggu saja disini!”
Dia lalu pergi meninggalkan Ki Young dan berjalan ke arahku. Aku yang sedari tadi mengintai, jadi kelabakan sendiri. Aku tidak ingin dia melihatku…tetapi terlambat.
“Chae Ri-ah?! Kau, kau sudah berapa lama di sini?” tanyanya dengan ekspresi terkejut.
“Sangat lama. Aku mengikuti kalian. Tidak boleh?” aku balik bertanya mencoba bersikap setenang mungkin.
“Kenapa? Kenapa harus mengikuti? Kenapa memata-mataiku?”
“Seharusnya kau tidak menanyakan itu! Karena itu hakku kan?” kataku sambil menyeka air mata yang sudah jatuh, aku ternyata tidak bisa mengendalikan emosiku. Aku pun berbalik menjauh darinya tetapi hanya beberapa langkah karena aku merasakan sakit di kepala dan perutku. Aku mencoba tetap berjalan, aku tak ingin jatuh di hadapannya. Namun aku tak sekuat itu. Aku pun jatuh pingsan.
To Be Continue ……………

share by superdiya.wordpress.com

Super Junior FanFiction: “Get Married″ Part 12 [last part]″


Super Junior FanFiction: “Get Married

Part 12 [last part]″
Setelah keluar dari ruang guru, aku tidak bisa berkata apapun. Keterkejutan masih menyelimuti pikiranku. Tak percaya tentu saja. Tapi itulah kenyataan. Setelah aku kembali ke kelas, kulihat Kyuhyun pergi. Yah, dia menuju ruang guru karena menerima panggilan dari sana. Aku tau, dia pasti dipanggil untuk dikabari tentang keberhasilannya itu. Dengan cepat kabar diterimanya Kyuhyun di Universitas Tokyo menjadi topik terhangat obrolan dari semua siswa. Ada rasa bangga dan iri dari percakapan mereka. Aku diam saja sepanjang hari itu, tapi aku akan meledak sesampainya di rumah.
Saat tiba dirumah, aku mengikuti Kyuhyun masuk ke kamarnya. Kami memang sudah tidak sekamar lagi sejak awal tahun ajaran baru. Tidak ada tampang terkejut di wajahnya ketika melihat ekspresiku. Tampaknya dia tau apa yang akan kubicarakan dengannya.

“Aku belum pernah mendengar sekalipun dari bibirmu kalau kau akan ke Tokyo. Sebenarnya apa artinya kabar itu? Mengapa kau tidak pernah menceritakan hal itu padaku?” tanyaku dengan setengah terisak. Dadaku terasa sangat sakit ketika aku mengucapkan kata-kata tersebut.
Dia masih diam. Dia mencoba membuka mulutnya untuk menjawabku tetapi pada akhirnya tak ada kata pun yang keluar.
Kesal dengan sikap tidak tegasnya membuatku kembali mencecarnya, “Kenapa tidak menjawabku? Kenapa tidak jujur? Kau tau, jika kau pergi ke Jepang. Itu artinya kita akan berpisah saat lulus nanti. Kenapa malah melakukan hal itu? Kenapa melakukan itu tanpa bicara dulu denganku?”
“Chae Ri, aku…”
Dia sudah mulai bisa menyahutku. Tapi aku sudah tidak peduli. Sekarang yang kuinginkan agar dia yang mendengarku. Mengarahkannya ke arah pikiranku dan tidak membantah setiap ucapanku. Aku terus berteriak padanya sambil memukul-mukul dadanya, “Batalkan! Segera batalkan!! Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Tidak akan! Aku tidak mau hidup berpisah darimu.”
Kyuhyun menarikku dalam pelukannya, mencoba menenangkanku. Aku merasa tenang di pelukannya dan membalas pelukannya dengan erat seakan tidak mengizinkannya lepas.
“Mianhae, mianhae karena tidak memberitahumu dari awal. Aku juga sudah banyak berpikir…” ujarnya lembut di telingaku.
Kulepaskan pelukanku dan menatap matanya, “Kenapa harus di Jepang? Kenapa harus kesana?”
“Karena sejak dulu itulah impianku. Kuliah di Tokyo walau bukan di universitas bergengsi itu sudah cukup untukku. Kau tau, kebetulan salah seorang temanku bermain game online merupakan dosen di Universitas Tokyo. Dia yang menawariku untuk kuliah di sana. Lagipula, Tokyo adalah pusat pembuatan game terbesar di dunia selain Amerika. Pasti sangat menyenangkan bisa bertemu pembuat game-game handal dan bisa bekerja sama dengan mereka. Aku sangat menginginkan hal itu,” jelas Kyuhyun panjang.
Aku melongo mendengar penjelasannya itu. Jadi inti dari alasannya adalah demi game? Sangat konyol dan mengapa dia menjelaskan hal itu dengan penuh semangat? Tak mengertikah dia dengan perasaanku?
“Jadi kau tetap mau kesana?” tanyaku.
“Ya, aku ingin sekali.”
Aku menggelengkan kepalaku masih tak mengerti, “Aku tidak bisa memahamimu. Awalnya kukira kau menikahiku karena terpaksa dan setelah kita tau perasaan kita masing-masing, kau malah ingin pergi dengan alasan yang bagiku tidak masuk akal. Sebenarnya bagaimana perasaanmu padaku sesungguhnya? Kau bohong saat bilang bahwa kau mencintaiku. Kau menggunakan kesempatan ini untuk pergi dariku…,” cukup berat bagiku untuk melanjutkan perkataanku. Air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi, tapi aku masih menahannya sampai aku berteriak padanya, “…baiklah. Terserah kau saja.”
Setelah itu, aku meninggalkannya sendirian. Aku masuk ke kamarku dan menangis. Aku berpikir sangat ingin menghalanginya. Tapi aku bukan siapa-siapa, aku tak punya hak untuk menghalangi keputusannya.
Malamnya dia mendatangi kamarku. Terlihat dia sangat canggung untuk berbicara denganku. Aku tidak ingin memulai pembicaraan terlebih dahulu karena memang tidak tau harus berkata apa. Cukup lama kami saling membisu. Sampai akhirnya dia mengatakan maksud kedatanganya ke kamarku.
“Aku sudah memikirkan lagi tentang sekolah. Kalau kau memang tidak suka. Aku akan memikirkan lagi.” Dia kemudian diam untuk melihat ekspresiku, tetapi aku masih acuh sehingga dia melanjutkan lagi, “Aku tidak menyangka reaksimu akan seperti itu. Tapi, tentang aku mencintaimu, itu bukan bohong. Aku tulus. Jadi kalau kau memang tak suka, aku akan membatalkan untuk masuk ke universitas itu. Tapi sesungguhnya aku sangat ingin masuk ke sana. Aku harap kau bisa mengerti.”
Aku masih diam saja, karena memang aku tidak mau memutus perkataannya. Dia menarik nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.
“Chae Ri, maukah kau memikirkan perasaanku? Bisakah juga kau sedikit memikirkan tentang impianku itu?”
“Kurasa kau sudah tau jawabanku,”sahutku ketus.
“Chae Ri…”
“Keluarlah! Aku lelah.”
Dengan langkah gontai dia keluar dari kamarku. Dia tak tau setelah dia pergi aku kembali menangis. Sedih sekali rasanya mengetahui pikirannya yang sepertinya sudah bulat untuk pergi tetapi seolah-olah masih memikirkan perasaanku. Kyuhyun babo! Tidakkah dia merasakan kepedihan yang sama denganku saat mengetahui kepergiannya akan membuat kami terpisah jauh.
@@@@@
Pagi harinya setelah masalah itu, aku pergi ke sekolah dengan mata membengkak efek menangis semalam. Kyuhyun berangkat ke sekolah bersama denganku tetapi tidak berani mengajakku berbicara. Kami diam sepanjang perjalanan ke sekolah begitu juga saat pulang. Musim gugur tampaknya memang selalu menjadi saat yang buruk dalam hubungan kami. Tahun lalu kami menjadi dingin karena masalah ‘seks’ dan sekarang karena masalah ‘pendidikan’. Menyebalkan sekali, aku tidak ingin kami seperti ini. Tapi tampaknya ke egoisan kami-lah yang membuat hubungan kami sekarang menjadi buruk. Harus ada yang mengalah, dan sudah kuputuskan itu bukan aku.
Aku mungkin orang paling egois dan mau menang sendiri yang pernah hidup dimuka bumi ini dan kesalahan dalam hidup Kyuhyun adalah memilihku. Tapi hal yang wajar sebenarnya aku bersikap seperti itu padanya. Walau aku tak punya hak untuk mengatur hidupnya, tapi aku istrinya. Seharusnya dia memikirkan setiap keputusan yang akan diambilnya karena bagaimanapun juga itu bukan hanya berpengaruh bagi dirinya tetapi juga untukku. Dengan keputusannya melanjutkan kuliah di Jepang tanpa memberitahuku tentu saja membuatku sangat menderita. Harusnya dia mengerti, bukan hanya aku saja yang harus mengerti dirinya tapi dia juga harus mengerti aku.
Saat tiba di rumah, aku sangat terkejut saat melihat kehadiran abeonim dan eomonim di ruang tengah. Mereka lagi-lagi datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Wajah abeonim terlihat sangat galak sementara eomonim kebingungan. Saat Kyuhyun masuk ke ruang tengah, meledaklah sudah amarah dari abeonim.
“Kyuhyun-ah, appa sudah dengar dari gurumu. Apa arti semua itu?! Kenapa malah mengambil jurusan desain? Di Jepang pula!” amuk Abeonim pada Kyuhyun.
“Appa, jangan khawatir! Aku tidak jadi ke Jepang…”
Aku terkejut mendengar jawaban Kyuhyun itu. Tak kusangka dia membatalkannya, ternyata dia memikirkan ucapanku.
“Oh. Begitu? Lantas cerita dari gurumu?” tanya abeonim lagi.
Kyuhyun terlihat enggan menjawab pertanyaan ayahnya, “Aku membatalkanya. Sudah kupikirkan. Tapi aku tetap akan mengambil jurusan desain.”
“Apa? Kau bilang mengambil jurusan apa? Dengan nilaimu, kau bisa masuk kedokteran atau hukum. Kenapa malah mengambil jurusan itu?” tanya abeonim masih tak percaya. Aigoo~ Bahkan Kyuhyun tak mendiskusikan hal sepenting itu pada orang tuanya.
“Yang kuinginkan bukan menjadi dokter atau jaksa, appa…”
“Tutup mulutmu! Aku tidak mengirimmu ke Seoul untuk melanjutkan kuliah di jurusan selain kedokteran atau hokum. Untuk apa aku mendidikmu? Tidak bisa. Tak akan ku izinkan. Pokoknya kau harus menuruti perintahku!”
Apa-apaan ini? Keterlaluan. Abonim sangat keterlaluan. Dulu eomonim yang memaksakan kehendaknya pada Chaesa. Tapi, sekarang abeonim… Abeonim yang kukenal sangat baik dan bijak memaksakan kehendaknya pada suamiku? Tapi kemudian aku tersadar. Aku juga melakukan hal yang sama pada Kyuhyun. Tak bisa kubayangkan betapa sakit perasaannya saat mengetahui orang-orang yang disayanginya tak ada yang mendukung impiannya. Dan tiba-tiba saja aku sudah menempatkan diriku di antara abonim dan Kyuhyun.
“Abeonim, cukup! Kami mengerti maksudmu. Tapi, jangan memaksakan Kyuhyun menuruti keinginan abeonim. Jangan mengatur masa depannya, karena dia mempunyai kemauan sendiri. Jangan paksa dia seperti saat kalian memaksanya untuk menikahiku. Kumohon…”
“Chae Ri, kau…,” ucap Abeonim tetapi ditahan oleh eomonim.
Aku pun melanjutkan lagi perkataanku, “Kyuhyun akan kuliah di Tokyo. Walaupun kalian tidak setuju, aku akan membantu Kyuhyun ke tempat di mana dia mau pergi.”
Semua yang ada diruangan itu terkejut dengan perkataanku barusan. Kyuhyun bahkan tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Aku menarik tangannya untuk mengajaknya pergi dari ruangan itu.
“Walau kau menantuku, tapi apa pantas membantah perkataan orang tua? Kau punya hak apa?!” seru abeonim padaku yang membuat langkahku terhenti.
“Karena aku istrinya Kyuhyun. Derajat antara anak dan orang tua adalah satu. Tapi suami-istri adalah nol, Abeonim,” sahutku mantap sambil tersenyum.
Kemudian aku mengajak Kyuhyun keluar rumah sambil berlari, kami baru menghentikan lari kami saat tiba di sebuah taman kecil yang memang tidak jauh dari rumahku.
“Ah, capek juga lari. Kupikir abeonim akan mengejar kita, jadinya aku lari kencang deh. Ah~ Seharusnya kita maklum. Kita tidak akan bisa menang dari orang tua.”
Kyuhyun yang dari tadi menatapku kemudian menarikku ke dalam pelukannya. “Gomawoyo..” ucapnya, “….tadi, aku sangat bahagia.”
“Mianhae, aku baru sadar perasaanmu setelah melihat abeonim. Ternyata aku hanya memikirkan diri sendiri. Terlalu egois mengekangmu,” sahutku sembari melepaskan pelukannya karena aku ingin sekali memandang matanya.
“Kenapa kamu yang meminta maaf? Sebenarnya aku yang terus-terusan egois…”
“Kyuhyun, pergilah ke manapun yang kau inginkan. Sungguh, aku ingin kau bahagia dengan melakukan apa yang kau impikan. Dengan begitu aku juga akan bahagia. Selama berpisah, pasti aku akan kangen melulu.”
“Chae Ri, untuk apa berpisah? Kau ikut aku saja! Masih ada kesempatan untuk mendaftar di salah satu universitas di sana. Ayo, berusahalah!” serunya menyemangati.
“Aku tidak bisa bahasa Jepang,” sahutku.
“Aku juga sama. Kita bisa belajar bersama-sama.”
“Tapi aku sudah terlanjur mendaftar ke Kyunghee.”
“Arghh, dengan otak sepertimu mana mungkin bisa lolos masuk Kyunghee?” sahut Kyuhyun meremehkan.
“Jiahh, kalau di dalam negeri saja aku akan gagal, bagaimana kalau di luar negeri?” amukku sambil mencubiti tangannya gemas.
Kyuhyun tertawa ceria. Tampak bahagia dengan keputusanku yang merestui impiannya. Aku juga merasa senang ketika melihat senyumannya. Memang tak ada hal yang membahagiakan selain melihat orang yang kita cintai tersenyum bahagia.
Saat kembali ke rumah, aku dan Kyuhyun memutuskan untuk membicarakan masalah pendidikan Kyuhyun secara perlahan-lahan dan penuh ketenangan kepada orang tuanya. Aku berharap semoga hati abronim bisa melunak dan dapat memaklumi keinginan anaknya.
“Abeonim, maafkan aku! Perkataanku tadi mungkin sangat menyinggungmu. Tapi, kumohon restuilah Kyuhyun!” pintaku sambil membungkukkan badan.
“Kalau Kyuhyun pergi, lalu bagaimana dengan kalian berdua?” tanya eomonim dan kulihat wajah eomma yang duduk di belakang eomonim juga terlihat penasaran.
“Kami tidak keberatan hidup berpisah. Waktu empat tahun juga tidak terlalu lama. Sebelum Kyuhyun pergi, kami akan mendaftarkan pernikahan kami,” sahutku mantap.
“Kalau kau sebagai istri saja sudah mengizinkan. Untuk apa aku masih berkeras,” ujar abeonim.
Seketika itu juga senyum Kyuhyun merekah, dia menghampiri ayahnya kemudian memeluknya.
“Appa, kamsahamida.”
“Belajarlah dengan giat di sana! Kau harus cepat lulus supaya tidak meninggalkan istrimu terlalu lama,” pesan abeonim sambil menepuk-nepuk punggung Kyuhyun. Inilah kehangatan ayah kepada putra lelakinya, membuatku yang melihat mereka menjadi terharu.
“Ne,” sahut Kyuhyun. “Aku akan berusaha dengan giat. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang sudah kalian berikan”
@@@@@
Malam itu mertuaku menginap di rumah. Mereka menempati kamar Kyuhyun yang dulunya milik Siwon, sehingga menyebabkan Kyuhyun jadi tidur di kamarku. Sudah lama kami tidak sekamar sehingga saat dia masuk ke kamarku, aku jadi sangat gugup.
“Kenapa wajahmu memerah seperti itu?” tanya Kyuhyun padaku sambil merebahkan tubuhnya ke kasur.
“Ah, ini karena cuacanya sangat panas,” sahutku.
“Pfuhuahaha… Wajahmu memerah karena aku ada di sampingmu ‘kan? Chae Ri, tidak usah malu-malu!” Kemudian Kyuhyun menarik tubuhku untuk memeluknya. “Sekarang wajahmu pasti tambah merah.”
Aku tidak menjawabnya tetapi semakin mengencangkan pelukanku. Memanfaatkan waktu kebersamaan kami.
“Saat di Jepang nanti, jangan melirik gadis lain!”
“Tentu, kau juga. Jangan berikan kesempatan pada pria lain untuk mendekatimu!” balasnya.
Aku kemudian melepaskan pelukanku dan duduk di sampingnya yang sedang berbaring.
”Berjanjilah akan sering menghubungiku dan pulang saat liburan akhir tahun.”
“Aku janji.”
“Berjanjilah! Berjanjilah akan selalu mencintaiku walau kita berada dalam jarak yang jauh,” pintaku sambil menangis.
“Aku tidak akan menjanjikan hal itu,” sahutnya yang membuatku langsung tertegun menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Aku tidak akan berjanji karena aku akan bersumpah. Bersumpah demi hidupku bahwa aku akan selalu mencintaimu.”
Mendengar sumpahnya itu membuatku langsung menciumnya. Kyuhyun lagi-lagi membuatku terpukau dengan kalimat-kalimat indah yang tidak bisa dipercaya keluar dari bibirnya.
“Sekarang tidurlah! Besok kita masih harus ke sekolah,” ujar Kyuhyun sambil mengusap-usap rambutku.
“Tapi, aku masih mau memelukmu,” sahutku.
“Kalau kau memelukku terlalu lama, nanti aku jadi tak bisa tidur. Sudahlah biar aku tidur duluan. Selamat malam,” seru Kyuhyun sambil memasang penutup matanya dan kemudian memunggungiku.
Aissh~ Keromantisannya hilang dalam waktu kurang dari 1 menit. Ah, tapi memang begitulah dia.
@@@@@
Tebakan Kyuhyun benar. Aku tidak diterima di universitas Kyunghee dan tidak hanya di universitas itu tetapi juga universitas-universitas lain. Tetapi syukurlah, aku bisa lulus sekolah menengah, walau dengan nilai pas-pasan dan hanya memuaskan di pelajaran fisika. Aku kadang berfikir, aku gagal mendaftar kuliah karena otakku yang memang tidak mampu atau karena nasibku yang sial.
Tetapi kemudian Kyuhyun berkomentar, “Tuhan Maha Adil, Chae Ri yang bodoh bisa berpasangan dengan Kyuhyun yang pandai. Itu yang disebut dengan takdir.”
Kemudian kujawab, “Yah, itu memang keadilan Tuhan. Chae Ri yang cantik berpasangan dengan Kyuhyun yang buruk rupa.”
Dan seperti biasa dia selalu membalas komentarku. “Hya~ Kenapa menghina fisik? Asal kau tau, banyak gadis yang menyukaiku. Itu artinya aku tidak buruk rupa.”
“Cih~ Setauku hanya Ki Young dan Myu Ra saja yang suka denganmu.”
“Dasar tak pernah mau mengalah,” balasnya.
Dan komentar kami yang saling sengit itu kami lemparkan saat kami berdua keluar dari catatan sipil seusai mendaftarkan pernikahan kami. Setelah mendaftarkan pernikahan, kami mampir ke taman tempat pertama kalinya kami melakukan ciuman pertama dan mengungkapkan perasaan kami.
“Aku pasti sangat merindukanmu saat kau di Tokyo nanti,” gumamku sambil menatap langit musim semi yang cerah.
“Aku juga pastinya merasakan hal yang sama. Pastinya sangat membosankan menghabiskan waktu tanpamu. Tanpa mendengar ocehanmu, tanpa bertengkar denganmu,” sahut Kyuhyun.
“Aku akan menelponmu setiap hari. Tenang saja. Kita masih bisa bertengkar kok.”
“Tapi tak bisa bersentuhan.”
“Bagaimana kalau kita berbulan madu dulu?” saranku.
“Ke mana? Aku tidak punya uang kalau mesti di Hawai atau ke negara-negara tropis,” tolaknya.
“Bulan madu ke Jepang saja. Aku akan mengantarmu saat kau ke Tokyo. Terus kita bersenang-senang di sana. Aku juga ingin mengantarmu saat hari pertamamu masuk kuliah,” ujarku penuh semangat.
“Oh ya. Jadi biaya nya tidak terlalu besar. Aku akan menginap di asrama dan kau di hotel. Lagipula kau bisa membantuku merapikan barang-barang ku saat disana. Ide bagus.”
“Kyuhyun, baboya? Kita di sana berbulan madu. Kenapa malah menginap di tempat berbeda?” rajukku.
“Mwo? Menginap di tempat yang sama? Berbulan madu? Oh… Chae Ri-ya, sekarang aku paham maksudmu. Tapi, sungguhan? Bukannya masih harus menunggu 2,5 tahun lagi?”
“Ya sudah. Tunggu saja 2,5 tahun lagi! Padahal tadi aku sudah berniat membatalkan perjanjian itu,” sahutku ketus.
“Omo, jangan dibatalkan! Tapi, kenapa kali ini berubah pikiran lagi? Ah, aku tidak mau saat di Jepang nanti kau membatalkan lagi seperti saat kejadian harabojimu datang waktu itu,” sungutnya.
“Itu karena…karena aku sudah pasrah. Aku memutuskan untuk membantu eomma menjaga tokonya. Aku tidak akan kuliah. Jadi, kalau hamil pun sudah bukan masalah.”
“Pfiuhh~ Andai saja aku tidak tinggal di asrama. Pasti aku sudah memboyongmu untuk tinggal bersama di sana,” sesal Kyuhyun.
“Hyaaa, Cho Kyuhyun! Tampang menyesal di wajahmu itu lebih terlihat seperti tampang pria mesum. Pokoknya saat di sana kau juga harus bekerja sambilan. Kau harus mengirimiku uang setiap bulan. Bagaimanapun juga sekarang status kita sudah resmi. Kau harus menafkahiku!”
“Baiklah. Jangan khawatir! Ayo, sekarang kita pulang! Kita harus berkemas untuk keberangkatan kita ke Jepang,” ajaknya.
`“Mwo? Bukannya kau berangkat masih dua minggu lagi?”
“Kita majukan saja. Kita ‘kan akan berbulan madu,” sahutnya riang.
Ah, dasar Cho Kyuhyun. Aku hanya bisa tersenyum saat melihat tingkahnya itu dan tentunya aku akan selalu mengingat hari ini sebagai salah satu hari yang bersejarah dalam hubungan kami.
Empat Tahun Kemudian….
Saat ini aku sedang berada di Tokyo untuk menghadiri upacara kelulusan suamiku. Kulihat dia dengan gagahnya mengenakan jubah sarjana. Terlihat kebahagiaannya sepanjang upacara berlangsung. Apalagi dia juga maju ke podium untuk memberikan sambutan karena dia lulus dengan nilai terbaik. Aku tidak mengerti apa yang dibicarakannya di atas sana karena dia mengucapkannya dengan bahasa Jepang tetapi sepertinya dia berbicara tentang diriku karena semua orang yang ada di aula itu memandang ke arahku saat Kyuhyun menunjukku dan memberikan tepuk tangan meriah yang sepertinya di tujukan untukku. Aku hanya bisa tersenyum saja dengan wajah kebingungan.
Selepas upacara berakhir dia menghampiriku yang membawakan buket bunga untuknya. Tanpa ragu dan malu dia menciumku di depan banyak orang. Wajar saja sih, lagipula kami sudah menikah secara resmi jadi tidak perlu sungkan lagi dan ciumannya berhenti saat sebuah tangan mungil menarik-narik jubahnya.
“Appa, popo Heehyeon juga!” seru pemilik tangan mungil itu.
Kyuhyun tersenyum melihat bocah lelaki itu, kemudian mengangkat anak itu kedalam gendongannya kemudian menciumi pipi anak itu.
Nama anak itu Cho Heehyeon. Dialah buah dari pernikahan kami, seorang anak lelaki yang pada tahun baru lalu berusia tiga tahun. Bisa dibilang dia adalah duplikat Kyuhyun kecuali matanya yang mirip denganku. Nama Heehyeon sendiri bukan aku dan Kyuhyun yang memberikan, tetapi diberikan oleh Ki Young. Dia memberikan nama itu saat kami bertemu pada waktu pemeriksaan kehamilanku yang ke-7 bulan di rumah sakit saat dia sedang melakukan aksi amal di sana. Katanya nama itu genderis, bisa digunakan untuk perempuan maupun lelaki. Jadi kuterima saja, lagi pula nama itu manis sekali. Dan syukurlah, Heehyeon tumbuh menjadi anak yang manis seperti namanya.
Aku sendiri baru mengetahui mengandung Heehyeon saat awal musim panas. Setelah usia kandunganku mencapai bulan kedua. Selama bulan madu, aku dan Kyuhyun memang terlalu banyak ‘bersenang-senang’ tetapi aku tidak menyangka akan segera mengandung sepulangnya dari bulan madu. Saat mengetahui aku hamil, aku hanya bisa menangis di pangkuan eomma tetapi saat itu aku mendengar kabar yang sangat mengejutkan dari eomma. Eomma juga sedang mengandung. Argghh~ Tragedi keluargaku di mana aku mempunyai paman yang berusia hampir sama denganku kini terulang pada anakku. Padahal eomma sudah memasuki usia rentan melahirkan dan akhirnya adikku lahir dalam keadaan prematur. Dan jika ada omongan orang yang bilang kalau kakek dan nenek akan lebih sayang pada cucunya ketimbang anaknya, itu tidak berlaku untuk orang tuaku.
Syukurlah masih ada Chaesa di rumahku. Dialah yang menggantikan Kyuhyun merawatku dan saat kandunganku semakin tua, haraboji dan Siwon datang. Aku masih ingat saat tiba waktunya aku melahirkan. Karena saat itu sedang pergantian tahun dan aku mengalami kontraksi lebih cepat dari yang diperkirakan. Siwon-lah yang melarikanku ke rumah sakit. Aku tidak menyangka dia dengan sigap menolongku dan mendampingiku sementara saat itu suamiku sendiri masih terjebak macet dari bandara Incheon menuju rumahku tanpa tau istrinya sedang bertarung nyawa untuk melahirkan anaknya. Aku sangat kesal pada Kyuhyun saat itu, aku kesal karena dialah yang kuharapkan berada di sampingku saat persalinan tetapi malah digantikan oleh pamanku. Tetapi aku sadar,dia juga sangat menyesali itu dan keadaan memang tidak memungkinkannya berada di sisiku.
Lalu, Kyuhyun tidak bisa berlama-lama di Seoul karena liburan musim akhir tahun memang sangat singkat, dia kembali ke Tokyo bahkan sebelum Heehyeon berusia satu bulan. Menyedihkan sekali hidup berumah tangga tetapi mesti terpisah seperti itu tetapi kami bisa menghadapinya. Kami bertahan karena kami tau, perpisahan kami hanya sementara. Saat Kyuhyun menyelesaikan studinya, saat itulah kami sekeluarga akan bersama-sama lagi.
“Aku sangat senang. Senang karena setelah ini, kita akan selalu bersama,” ujar Kyuhyun saat kami berada dalam taksi menuju rumahku dalam perjalanan dari bandara sepulangnya kami dari Jepang.
“Aku juga senang. Sudah saatnya Heehyeon melihat ayahnya setiap hari. Mulai sekarang, kau harus membantuku menjaga anak kita. Juga menghidupi kami dengan penghasilan yang layak,” balasku.
“Tentu saja. Aku juga sudah mendapatkan pekerjaan yang hebat sesuai dengan bidangku…,” ujarnya bangga, “…lagipula sudah saatnya juga Heehyeon mendapatkan adik.”
“Hah? Memberi Heehyeon adik? Aku tidak mau, tunggu lima tahun lagi!”
“Hyaaa, terlalu lama. Nanti malah kebablasan seperti rentang usiamu dengan adikmu,” sahut Kyuhyun.
“Cih~ Kaupikir merawat anak semudah membuatnya? Nih, mulai hari ini sampai seminggu ke depan kau yang mengasuh Heehyeon, kita lihat kemampuanmu dulu.”
Kemudian supir taksi yang kami tumpangi terlihat menyeringai mendengar pertengkaran kami.
“Hyaaa, Ahjusshi! Kau mengejek kami, ya?” seruku.
“Ani… Aku hanya geli melihat pasangan muda seperti kalian. Kalau aku boleh tebak, kalian pasti menikah karena ‘kecelakaan’ ya? Kalian masih muda tetapi sudah punya anak sebesar itu. tebakanku pasti benar,” ujar supir taksi itu tanpa sungkan sama sekali.
“Huh, mau tau saja,” sahutku ketus.
Tetapi kemudian sepanjang perjalanan aku kembali teringat akan awal pernikahanku yang memang berawal dari kecelakaan. Sebuah pernikahan yang diawali dari ketidakrelaanku. Kemudian perasaanku pada suamiku yang semula tidak suka kemudian perlahan-lahan menjadi amat mencintai. Kemudian masa-masa saat kami saling menjauh karena keegoisan masing-masing. Lalu saat di mana muncul orang-orang yang mengganggu kisah cinta kami dan saat yang terberat saat kami harus berpisah karena ingin meraih impian. Kami sudah banyak mengalami hal yang sulit dalam menjalani pernikahan kami, dan aku sadar setelah ini akan lebih banyak kejadian-kejadian yang akan muncul menjadi bumbu dalam kehidupan rumah tangga kami. Dan harapanku sekarang hanyalah, kami akan selalu bersama mulai kini dan seterusnya.
~ THE END~