Minggu, 12 Februari 2012

“Yesung’s Love Story”


                   “Yesung’s Love Story”
14 Febuary 2009
Hari ini adalah hari valentine terkelam dalam hidupku. Di saat pria-pria lain larut dalam kebahagiaan karena diberi coklat oleh kekasihnya dan kemudian merayakan momen tersebut dengan penuh cinta bersama yang terkasih, aku justru mengakhiri kisah cinta yang telah kujalin selama 5 tahun ini. Wanita yang kucintai selama ini, Park Kim Hae, memutuskanku karena dia telah jatuh cinta dengan pria lain. Aku tahu akhir-akhir ini dia mulai berubah, tetapi aku tak menyangka dia tega menghianati cintaku.
“Oppa, mianhae. Sudah berkali-kali aku ingin mengatakan hal ini. Mianhae…,” ucap Kim Hae.
“Kau tega padaku Kim Hae, inikah balasanmu untukku? Kau justru menyakitiku. Apa kekuranganku, Kim Hae? Apa dia lebih baik dariku?” Tanyaku.
“Oppa, cheongmal mianhae. Selama 2 tahun ini hanya dia dihatiku, aku tak kuasa lagi menahannya. Dia pun merasakan hal yang sama. Aku menyayangimu tetapi aku mencintai Henry. Kumohon padamu jangan tanyakan alasanku dan kumohon jangan membenciku!” Dia mengatakannya sambil menangis.
“Baiklah, jika itu maumu dan jika kau benar-benar merasa hanya dia yang mampu membahagiakanmu. Aku akan melepaskanmu,” sahutku. Aku berusaha mengatakannya setegar mungkin.

“Oppa, gomawoyo. Selamat tinggal…” Dia pun pergi meninggakanku dan meninggalkan cintaku.
20 Maret 2009
Aku sedang berbaring saat Siwon menelponku. “Ada apa?” tanyaku.
“Kau mau ikut perjodohan? Aku akan mendaftarkanmu, disana kau akan bertemu dengan gadis baik,” sahutnya.
Huh! Dia ini senang sekali mengajakku ke perjodohan semenjak aku putus dengan Kim Hae. “Tidak usah. Kau saja yang mendaftar sendiri. Aku tak berminat,” tolakku.
“Hahaha… Aku tak perlu lagi. Aku sudah mendapatkan gadis yang kusukai. Namanya Shim Chaesa. Aku akan mengajaknya bertemu denganmu besok saat kita makan siang bersama. Jadi, bagaimana? Kau bersedia? Ayolah, aku dan Chaesa juga bertemu di acara perjodohan itu juga lho,” bujuknya.
“Asal kau yang bayar,” sahutku pendek.
“Hahaha… Itu gampang. Oke, nanti aku beritahu jadwalnya,” katanya mengakhiri pembicaraan.
30 Maret 2009
Akhirnya akupun datang di acara perjodohan itu. Sejujurnya aku bosan dengan acara kencan kilat seperti ini. Sang pria hanya diberikan waktu 5 menit berbicara dengan wanita kemudian digilir terus sampai semua mendapat giliran. Tak ada gadis yang membuatku tertarik. Jadi ketika memilih pasangan, aku menuliskan nomor peserta wanita dengan sembarang saja. Sehingga akhirnya aku berpasangan dengan wanita bernama Park Chae Ri. “Kenapa harus wanita bermarga Park lagi sih?” Umpatku dalam hati. Dia berbicara banyak hal, tetapi aku hanya menanggapinya sepintas. Sepertinya dia tahu aku tidak menyukainya.
“Jong Woon-sshi. Boleh aku minta nomor hpmu?” tanyanya.
“Mmm… Bagaimana, yah…” sahutku seraya menggaruk punduk
“Tak apa jika kau tak mau.”
“Bukan begitu…,” sergahku, “…ba-baiklah.” Aku pun memberikan nomor hp-ku padanya. Kulihat dia tersenyum saat menerimanya.
20 April 2009
Sejak acara perjodohan itu, Chae Ri setiap hari menelponku. Dia menelpon lebih sering dari pada aku menelpon ibuku di kampung. Seringkali dia mengajakku bertemu untuk makan siang bersama, menonton film di bioskop, dan menonton pertandingan football. Aku menyukai sikapnya yang perhatian padaku. Kami sering membicarakan banyak hal dan banyak kesamaan yang kami miliki. Dia pun sekarang mulai memanggilku dengan panggilan ‘Yesung’ seperti teman-teman dekat memanggilku. Aku tidak menyangka akan menyukainya, perasaan yang tak kumiliki saat pertama kali bertemu.
30 April 2009
Hari ini aku dan Chae Ri resmi berpacaran. Aku melihat dia bahagia sekali saat aku memintanya menjadi kekasihku. Dia bilang bahwa dia sudah menyukaiku sejak pertama bertemu. Yah, aku sudah menduganya. Dia mencium bibirku saat kami berpisah di stasiun, dia tidak ingin aku mengantarnya pulang walau aku membujuknya. Padahal aku sangat ingin mengenal keluarganya, tetapi dia bilang di Seoul dia hanya seorang diri.
29 Mei 2009
Hari ini sepulangku bekerja aku terkejut melihat Chae Ri di depan pintu apartemenku dengan membawa dua koper besar.
“Chae Ri, apa yang kau bawa itu?” Tanyaku.
“Hanya pakaianku. Aku ingin tinggal di sini bersamamu,” katanya sambil tersenyum.
“Tidak, itu tak boleh. Aku akan menelepon taksi untuk mengantarmu pulang,” sahutku sembari mencoba menelpon perusahaan taksi, namun Chae Ri merebut hpku.
“Aku tak akan pergi walau kau mengusirku. Aku ingin bersamamu…” rengeknya, lalu memelukku.
“Baiklah kalau begitu, aku mengizinkanmu menginap malam ini,” ujarku kalah.
“Tidak. Aku akan tinggal di sini selamanya denganmu.”
“Itu tidak mungkin.”
“Itu mungkin. Sebab aku milikmu,” sahutnya lagi sambil mencium bibirku. Aku tak kuasa menolaknya, aku membalas ciumannya dan memeluknya erat.
“Kau tak akan kulepas selamanya Chae Ri. Kau milikku…”
Malam itu Aku dan Chae Ri memadu kasih.
24 Juni 2009
Sudah hampir sebulan aku dan Chae Ri hidup bersama, hubungan kami layaknya suami istri yang baru menikah. Setiap hari kami selalu bermesraan walau terkadang kami bertengkar. Itu karena kami masih menyesuaikan diri. Setiap hari Chae Ri memasak untukku dan aku selalu berusaha pulang cepat dari kantor agar bisa segera bertemu dengannya. Aku selalu merindukannya, mungkin karena sekarang aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya dan sedikitpun tak ingin jauh darinya.
15 Juli 2009
Pagi ini, aku melihat Chae Ri muntah-muntah. Aku senang sekali karena aku sangat ingin segera menikahinya, tetapi ia menggeleng saat kutanya apakah dia sedang mengandung. Dia berkata kalau dia hanya masuk angin. Tetapi aku tidak peduli, aku akan segera melamarnya. Dan mulai hari ini aku akan mempersiapkan lamaranku.
31 Juli 2009
Hari ini aku melamar Chae Ri, tetapi sayangnya di menolak lamaranku. Dia bilang dia belum siap menikah. Aku sangat kecewa dengan sikapnya tetapi aku selalu menunggu kesiapannya.
5 Agustus 2009
Hari ini untuk pertama kalinya aku bertemu kembali dengan Kim Hae. Jika aku tidak bertemu dengan Chae Ri, mungkin aku masih membenci Kim Hae. Tetapi aku sangat bahagia melihatnya saat ini. Kami bertegur sapa seakan tak pernah memiliki masalah. Dia berkata akan segera menikah dengan Henry, aku turut bersuka cita atas kebahagiaanya. Dia mengundangku hadir di pernikahannya dua bulan lagi.
16 Agustus 2009
Hari ini Chae ri meninggalkanku. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami setelah sebelumnya bertengkar hebat. Aku tak pernah melihatnya menangis seperti itu, tetapi dia benar-benar keterlaluan. Dia telah membohongiku. Jika aku tidak melihat isi dompetnya, mungkin aku akan tertipu selamanya. Selama ini Chae Ri memang selalu menjaga isi tasnya, tak pernah sekalipun aku mencoba mencari tau. Tetapi hari ini secara tak sengaja aku membuka isi tas dan dompetnya karena aku tidak memiliki uang kecil untuk membayar tips pengantar paket. Aku kaget saat melihat kartu identitas dirinya, nama yang tertulis disana bukan Park Chae Ri, tetapi Lee Chae Ri. Dan saat aku melihat usianya aku terkejut karena di sana tertulis bahwa Chae Ri sudah berusia 32 tahun. Sepuluh tahun lebih tua dariku, karena Chae Ri yang kukenal berusia 22 tahun. Keterkejutanku tak berakhir di situ, aku melihat foto Chae Ri sedang menggendong bayi perempuan bersama seorang pria, foto itu persis seperti foto keluarga.
“Jadi, apakah Lee Chae Ri dan Park Chae Ri itu orang yang sama?” Selidikku.
“Apakah kau benar-benar menginginkan kebenaran?” tanyanya balik.
“Kenapa kau tega menipuku?” gertakku.
“Park Chae Ri adalah nama gadisku, dan usiaku memang masih 22 tahun sebelum menikah.”
“Jadi, pria difoto ini dan anak yang kau gendong itu adalah suami dan anakmu?” Aku menanyainya lagi sambil menahan sesak didadaku.
“Ya, tetapi kami sudah lama tidak bersama.”
“Sudah lama tidak bersama? Tapi kau masih istrinya, kan? Maafkan aku Chae Ri, aku tidak bisa bersamamu lagi. Pergilah dari sini dan kembalilah pada keluargamu. Sejak awal hubungan ini telah salah.”
“Kau bilang aku akan bersamamu selamanya. Kau bilang takkan melepaskanku apapun yang terjadi. Kumohon jangan usir aku!” pekiknya.
“PERGI DARI SINI SEKARANG JUGA!!!” teriakku sambil mendorongnya. Kulihat dia menatapku sambil menangis. Saat itu juga dia mengemasi barang-barangnya dan pergi meninggalkanku.
10 Oktober 2009
Hari ini Kim Hae menikah, aku menghadiri pesta pernikahannya bersama Siwon dan Chaesa. Aku belum menjalin hubungan dengan gadis lain. Siwon berkali-kali meminta maaf padaku karena merasa bersalah telah menyuruhku pergi ke perjodohan dan menyebabkanku bertemu Chae Ri. Sejak ia pergi, aku memang merasakan hidupku hampa tetapi aku tidak ingin larut dalam keterpurukan. Aku menjalani hidupku lebih positif dan tidak memandang sesuatu dari baik dan buruknya saja.
“Oppa, aku senang kau datang,” sambut Kim Hae.
“Tentu saja aku hadir. Aku sangat ingin melihatmu mengenakan gaun pengantin, dan keinginanku terwujud. Kau sangat cantik, Kim Hae,” pujiku.
“Oppa, terima kasih.” Aku melihat mata Kim Hae berkaca-kaca saat itu.
“Hey, sudahlah. Sekarang saatnya kau berdansa dengan suamimu. Sana, pergilah!” Kulihat dia tersenyum, lalu meninggalkanku.
Aku sedang memperhatikan Kim Hae berdansa ketika seorang pria menyapaku dan aku mengenalinya sebagai suami Chae Ri.
“Kau Yesung, kan? Aku tidak menyangka kita bertemu disini. Aku dan mempelai pria masih satu family dan kau lihat gadis kecil yang menjadi pengiring pengantin itu?” katanya sambil menunjuk gadis kecil yang sedang berlari-lari di pinggir lantai dansa, “…dia putri Chae Ri.” Kali ini dia berkata sambil menatapku. “Aku Lee donghae, suami Chae Ri. Maukah kau bertemu dengan istriku?” Aku terkejut mendengar perkataanya. Dan gadis kecil itu tiba-tiba menghampiri kami.
“Ahjusshi, ibuku sangat ingin bertemu denganmu.” Kata anak itu sambil menarik tanganku.
“Sebenarnya ada apa ini? Kalian membuatku bingung!”
“Datanglah ke tempat ini besok, maka kau akan mengerti.” Donghae memberiku sebuah kartu nama, “Kutunggu kau di sana jam Sembilan pagi, kalau kau tidak keberatan tentunya.”
11 Oktober 2009
Aku melihatnya tertidur disana. Terlihat sangat lemah dan tak berdaya. Aku menahan air mataku agar tak terjatuh. “Sudah berapa lama dia seperti ini?” Aku bertanya pada Donghae.
“Hampir 2 bulan, tepatnya sehari sejak dia meninggalkan apartementmu.”
“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanyaku penuh keheranan dan aku melihat Donghae tersenyum.
“Dia memang sering seperti ini, tepatnya sejak dia melahirkan Hyeon,” jawabnya sambil membelai rambut Chae Ri.
“Aku tak mengerti, tolong jelaskan padaku!” pintaku.
“Kau tak akan mengerti, karena aku pun sampai sekarang tak mengerti apa yang terjadi padanya. Bertahun-tahun aku mempelajari ilmu kedokteran, tak sekalipun aku menemukan kasus seperti yang dialaminya. Aku pikir legenda putri tidur itu hanya dongeng semata, tapi aku malah menemukannya terjadi pada istriku sendiri…,” tuturnya dan dia melanjutkan, “…selama 10 tahun ini, dia hanya terbangun 3 kali. Dan masa terbangunnya yang paling lama adalah tahun ini. Kau tahu? Saat dia terbangun pertama kali, saat itu hanya selama 1 hari. Dia sangat syok saat melihat bayi yang pertama kali dilihatnya baru lahir ternyata telah berusia 3 tahun.”
“Dan kau dengan setia menunggunya selama itu?” Tanyaku.
“Tidak. Aku pernah mengkhianatinya dan aku sangat menyesali itu. Saat itu aku sedang depresi dan aku merasa akulah yang paling menderita karena penyakitnya. Tetapi aku salah. Chae Ri-lah yang paling menderita, dia telah kehilangan lebih banyak waktunya ketimbang diriku yang masih tersadar,” Donghae meraih sesuatu di atas meja samping kasur, “Ini bacalah! Chae Ri menuliskan perasaannya selama dia terbangun di buku ini. Di dalamnya juga terdapat banyak tulisan tentang dirimu,” katanya sambil menyerahkan buku harian berwarna pink.
Aku membaca buku harian itu di samping tempat tidur Chae Ri. Di halaman pertama aku melihat foto Chae Ri bersama Donghae dan anaknya. Di lembar berikutnya, Chae Ri menulis…
12 November 2001
Bayi itu… Lee Hyeon… Dia berusia tiga tahun sekarang, aku melewatkan perkembangannya. Ibu macam apa aku ini? Kuharap bisa menghabiskan waktu bersamanya, kuharap setelah ini aku bisa menemaninya… Kenapa aku bisa tertidur selama ini? Ada apa denganku?
7 Febuari 2005
Kali ini hampir 4 tahun aku tertidur. Oh TUHAN, bagaimana Hyeon sekarang? Aku belum melihatnya, aku akan pulang memberi kejutan pada Donghae dan Hyeon.
8 Febuari 2005
Donghae yang begitu baik, yang merawatku dan anakku. Tetapi aku tak mungkin bersamanya lagi, hanya penderitaan yang kuberikan padanya. Seharusnya dia mendapatkan istri yang bisa mengurus hidupnya, bukannya aku yang malah dia urus. Donghae, mianhae…
7 Febuari 2009
Sudah 2009. Secepat ini? Aku sama sekali tidak merasakan perputaran waktu. Aku merasa hanya tertidur sehari dan terbangun di tanggal yang sama seperti aku terbangun 4 tahun lalu. Berapa lama kali ini aku bisa sadar? Apakah setelah ini aku akan tertidur selamanya? Tuhan, berikanlah aku kesempatan…
8 Febuari 2009
Aku bisa melihat dunia lagi. Terima kasih Tuhan…

Aku membuka lagi halaman berikutnya. Aku tidak sabar melihat isi tulisannya saat bertemu denganku. Aku ingin tau apa yang ada di pikirannya saat bertemu denganku. Dan kenapa dia bisa tega membohongiku?
20 maret 2009
Mengulang kembali hidup berumah tangga dengan Donghae tidak mudah bagiku. Entah kenapa rasa cintaku padanya sudah tak ada. Mungkin karena pengkhianatannya. Tetapi dia melakukannya karena aku tak bisa menjadi istri yang baik baginya. Bertahun-tahun aku tidak melayaninya. Aku tidak ingin kejam padanya tetapi aku sudah tidak ingin bersamanya lagi…
24 Maret 2009
Aku pergi dari rumah. Aku memang jahat tetapi aku tidak mau tertidur lagi. Sekarang aku tahu alasanku tertidur. Itu semua karena aku terlalu menahan emosiku. Aku tidak boleh membebani pikiranku. Aku ingin menjalani hidup seperti yang aku mau. Dan yang pertama kali harus kulakukan adalah meninggalkan Donghae.
30 Maret 2009
Aku mulai gila! Aku jatuh cinta pada pria yang baru kukenal. Bagaimana ini? Donghae bahkan belum menceraikanku…
13 april 2009
Aku benar-benar jatuh cinta pada Kim Joong Woon. Donghae… Maafkan aku…
30 april 2009
Dia membuatku gila! Aku benar-benar gila karena cintaku padanya. Aku tak ingin berpisah dengannya seharipun. Aku ingin melihat matanya, senyumnya. Yesung… Aku mencintaimu. Aku akan menjalani hidupku bersamamu. Mungkin ini takdir yang diberikan Tuhan padaku.
Aku menutup buku harian itu. Aku semakin tidak mengerti dengan pikirannya. Kupandangi wajahnya yang tertidur dan berpikir kapan dia akan terbangun lagi? Apakah aku harus menungguinya terbangun untuk memberikan penjelasan padaku?
9 November 2009
Ini kali kedua aku menjengguk Chae Ri. Bukan aku tidak merindukannya, tapi aku hanya menjaga perasaan Donghae. Setiap hari aku selalu berdoa untuk Chae Ri, berdoa agar dia sadar kembali. Untuk mengobati rasa rinduku padanya aku selalu membaca tulisannya. Dan aku sadar, akulah yang menjadi penyebab dia tertidur kali ini. Aku yang telah menyakitinya dengan tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan keadaannya. Chae Ri tau jika hubunganku dengannya tidak akan terwujud jika dia berkata jujur. Dia membohongiku karena tidak ingin kehilanganku. Sungguh egois memang. Tapi itulah yang terjadi saat aku mengetahui kebenaran, tak sedikitpun penjelasannya kuterima. Dan aku menyesalinya, sangat menyesal karena kini dia tak lagi bisa kuajak berbicara.
Saat aku masuk keruangannya, kulihat Hyeon sedang memotongkan kukunya. Dia cukup terkejut atas kedatanganku. “Ahjusshi, kupikir kau tidak akan datang lagi. Syukurlah kau kembali, eomma pasti senang dengan kedatanganmu,” sambutnya dan mengalihkan pandangannya pada Chae Ri, “Eomma, tahu sekarang siapa yang datang? Eomma harus cepat bangun ya!” Hyeon tersenyum, “Ahjusshi, aku akan meninggalkanmu berdua dengan eomma. Ajak dia mengobrol ya!”
“Ya,” sahutku. Hyeon kemudian mengambil jaketnya dan pergi meninggalkanku berdua dengan Chae Ri. Saat Hyeon sudah tak ada, aku menggenggam tangan Chae Ri kemudian mencium kening dan bibirnya. Aku masih sangat mencintainya. Kubisikkan kata-kata cinta dan rinduku padanya, berharap dia mendengarku dan terbangun.
29 November 2009
Aku menjenguk Chae Ri hampir setiap hari, mengajaknya mengobrol. Aku sudah tidak memperdulikan perasaan Donghae. Yang terpenting bagiku sekarang adalah Chae Ri bisa segera terbangun dari tidurnya.
15 desember 2009
Keadaan Chae Ri melemah. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Dia mengalami tanda-tanda kesulitan bernafas. Kuharap dia baik-baik saja.
26 desember 2009
Mukzijat terjadi. Chae ri bangun dari tidurnya. Syukurlah, walaupun aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Aku tidak ingin mengusik keluarga itu. Aku telah menyakitinya, aku tidak pantas bersamanya. Ia pasti akan bahagia jika bersama keluarganya itu.
1 januari 2010
Hyeon mengirimkan kartu ucapan selamat tahun baru kepadaku. Di dalamnya terdapat foto Chae Ri yang sedang tersenyum. Hyeon mengucapkan terima kasih padaku karena telah membuatnya bisa merayakan tahun baru bersama ayah dan ibunya. Aku menatap keluar jendela dan kulihat salju sedang turun. Aku pun menangis sejadi-jadinya, menangisi cintaku yang tak mungkin kumiliki lagi. Aku menyeka air mataku, dan kulihat di luar sana Chae Ri sedang berdiri di tengah derasnya salju yang turun. Aku segera berlari mendatanginya, dia tersenyum padaku dan aku memeluknya.
“Yesungie, apakah aku masih boleh memanggilmu oppa?”
“ Ya, Chae Ri. Boleh…,” sahutku sambil mempererat pelukanku padanya.
“Oppa, aku kedinginan. Bolehkah aku masuk ke rumahmu?” pintanya.
Akupun langsung melepaskan pelukanku dan mengajaknya masuk. Aku memeluknya lagi ketika kami sudah masuk ke rumah, aku benar-benar tidak ingin dia lepas dariku.
“Oppa, kau tahu? Donghae menceraikanku 3 hari yang lalu. Dia jahat sekali padahal aku baru terbangun dari tidurku, tapi dia langsung menyuruhku menadatangi surat cerai dihadapan pengacara.”
“Kau tahu Chae Ri? Aku justru sangat bahagia mendengar ceritamu. Kau tahu betapa aku sangat merindukanmu?”
“Oppa, terima kasih. Terima kasih sudah mencintaiku, terimakasih karena mau menerima kekuranganku, terima kasih karena kau memaafkanku. Terima kasih…”
“Karena itu, tetaplah bersamaku! Jangan tertidur lama lagi. Aku mencintaimu Chae Ri, sangat mencintaimu.”
“Oppa, naddo saranghae…”
“Chae Ri…”
Aku melepaskan pelukanku, kulihat mata Chae Ri terpejam. Aku langsung menepuk pipinya, “Kumohon Chae Ri, jangan tertidur lagi!” pintaku. Aku merasakan denyut nadinya sudah tak ada. “Oh, Tuhan. Kumohon, jangan ambil Chae Ri! Chae Ri bangun, kumohon jangan menipuku lagi! Chae Ri, bangunlah!” Aku hanya bisa menangis karena usahaku sia-sia. Dia telah pergi selamanya.
4 Januari 2010
Hari ini Chae Ri dimakamkan. Aku melihat Hyeon menangis di pelukan Donghae. Aku tahu selain diriku merekalah orang yang paling berduka. Aku menghampiri Donghae dan menepuk pundaknya. Aku ingin memberikan semangat untuknya.
“Gomawo, Yesung-sshi,” ucapnya sambil berusaha tersenyum.
Hyeon memelukku, “Ahjusshi, terima kasih sudah membuat eomma tersenyum.”
Chae Ri sudah pergi, tapi aku akan terus menjalankan hidupku. Aku menatap langit musim dingin ini. Aku teringat kenanganku bersama Chae Ri. Aku takkan pernah melupakannya. Dialah wanita yang pernah mengisi lembaran cintaku dan aku tidak ingin sekalipun melupakannya.
The end
By: MyCaseyKim a.k.a Mitmit_Hyunnie
share @superdiya.wordpress.com

Tidak ada komentar: