Minggu, 26 Februari 2012

Super Junior FanFiction: “Get Married″ Part 12 [last part]″


Super Junior FanFiction: “Get Married

Part 12 [last part]″
Setelah keluar dari ruang guru, aku tidak bisa berkata apapun. Keterkejutan masih menyelimuti pikiranku. Tak percaya tentu saja. Tapi itulah kenyataan. Setelah aku kembali ke kelas, kulihat Kyuhyun pergi. Yah, dia menuju ruang guru karena menerima panggilan dari sana. Aku tau, dia pasti dipanggil untuk dikabari tentang keberhasilannya itu. Dengan cepat kabar diterimanya Kyuhyun di Universitas Tokyo menjadi topik terhangat obrolan dari semua siswa. Ada rasa bangga dan iri dari percakapan mereka. Aku diam saja sepanjang hari itu, tapi aku akan meledak sesampainya di rumah.
Saat tiba dirumah, aku mengikuti Kyuhyun masuk ke kamarnya. Kami memang sudah tidak sekamar lagi sejak awal tahun ajaran baru. Tidak ada tampang terkejut di wajahnya ketika melihat ekspresiku. Tampaknya dia tau apa yang akan kubicarakan dengannya.

“Aku belum pernah mendengar sekalipun dari bibirmu kalau kau akan ke Tokyo. Sebenarnya apa artinya kabar itu? Mengapa kau tidak pernah menceritakan hal itu padaku?” tanyaku dengan setengah terisak. Dadaku terasa sangat sakit ketika aku mengucapkan kata-kata tersebut.
Dia masih diam. Dia mencoba membuka mulutnya untuk menjawabku tetapi pada akhirnya tak ada kata pun yang keluar.
Kesal dengan sikap tidak tegasnya membuatku kembali mencecarnya, “Kenapa tidak menjawabku? Kenapa tidak jujur? Kau tau, jika kau pergi ke Jepang. Itu artinya kita akan berpisah saat lulus nanti. Kenapa malah melakukan hal itu? Kenapa melakukan itu tanpa bicara dulu denganku?”
“Chae Ri, aku…”
Dia sudah mulai bisa menyahutku. Tapi aku sudah tidak peduli. Sekarang yang kuinginkan agar dia yang mendengarku. Mengarahkannya ke arah pikiranku dan tidak membantah setiap ucapanku. Aku terus berteriak padanya sambil memukul-mukul dadanya, “Batalkan! Segera batalkan!! Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Tidak akan! Aku tidak mau hidup berpisah darimu.”
Kyuhyun menarikku dalam pelukannya, mencoba menenangkanku. Aku merasa tenang di pelukannya dan membalas pelukannya dengan erat seakan tidak mengizinkannya lepas.
“Mianhae, mianhae karena tidak memberitahumu dari awal. Aku juga sudah banyak berpikir…” ujarnya lembut di telingaku.
Kulepaskan pelukanku dan menatap matanya, “Kenapa harus di Jepang? Kenapa harus kesana?”
“Karena sejak dulu itulah impianku. Kuliah di Tokyo walau bukan di universitas bergengsi itu sudah cukup untukku. Kau tau, kebetulan salah seorang temanku bermain game online merupakan dosen di Universitas Tokyo. Dia yang menawariku untuk kuliah di sana. Lagipula, Tokyo adalah pusat pembuatan game terbesar di dunia selain Amerika. Pasti sangat menyenangkan bisa bertemu pembuat game-game handal dan bisa bekerja sama dengan mereka. Aku sangat menginginkan hal itu,” jelas Kyuhyun panjang.
Aku melongo mendengar penjelasannya itu. Jadi inti dari alasannya adalah demi game? Sangat konyol dan mengapa dia menjelaskan hal itu dengan penuh semangat? Tak mengertikah dia dengan perasaanku?
“Jadi kau tetap mau kesana?” tanyaku.
“Ya, aku ingin sekali.”
Aku menggelengkan kepalaku masih tak mengerti, “Aku tidak bisa memahamimu. Awalnya kukira kau menikahiku karena terpaksa dan setelah kita tau perasaan kita masing-masing, kau malah ingin pergi dengan alasan yang bagiku tidak masuk akal. Sebenarnya bagaimana perasaanmu padaku sesungguhnya? Kau bohong saat bilang bahwa kau mencintaiku. Kau menggunakan kesempatan ini untuk pergi dariku…,” cukup berat bagiku untuk melanjutkan perkataanku. Air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi, tapi aku masih menahannya sampai aku berteriak padanya, “…baiklah. Terserah kau saja.”
Setelah itu, aku meninggalkannya sendirian. Aku masuk ke kamarku dan menangis. Aku berpikir sangat ingin menghalanginya. Tapi aku bukan siapa-siapa, aku tak punya hak untuk menghalangi keputusannya.
Malamnya dia mendatangi kamarku. Terlihat dia sangat canggung untuk berbicara denganku. Aku tidak ingin memulai pembicaraan terlebih dahulu karena memang tidak tau harus berkata apa. Cukup lama kami saling membisu. Sampai akhirnya dia mengatakan maksud kedatanganya ke kamarku.
“Aku sudah memikirkan lagi tentang sekolah. Kalau kau memang tidak suka. Aku akan memikirkan lagi.” Dia kemudian diam untuk melihat ekspresiku, tetapi aku masih acuh sehingga dia melanjutkan lagi, “Aku tidak menyangka reaksimu akan seperti itu. Tapi, tentang aku mencintaimu, itu bukan bohong. Aku tulus. Jadi kalau kau memang tak suka, aku akan membatalkan untuk masuk ke universitas itu. Tapi sesungguhnya aku sangat ingin masuk ke sana. Aku harap kau bisa mengerti.”
Aku masih diam saja, karena memang aku tidak mau memutus perkataannya. Dia menarik nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.
“Chae Ri, maukah kau memikirkan perasaanku? Bisakah juga kau sedikit memikirkan tentang impianku itu?”
“Kurasa kau sudah tau jawabanku,”sahutku ketus.
“Chae Ri…”
“Keluarlah! Aku lelah.”
Dengan langkah gontai dia keluar dari kamarku. Dia tak tau setelah dia pergi aku kembali menangis. Sedih sekali rasanya mengetahui pikirannya yang sepertinya sudah bulat untuk pergi tetapi seolah-olah masih memikirkan perasaanku. Kyuhyun babo! Tidakkah dia merasakan kepedihan yang sama denganku saat mengetahui kepergiannya akan membuat kami terpisah jauh.
@@@@@
Pagi harinya setelah masalah itu, aku pergi ke sekolah dengan mata membengkak efek menangis semalam. Kyuhyun berangkat ke sekolah bersama denganku tetapi tidak berani mengajakku berbicara. Kami diam sepanjang perjalanan ke sekolah begitu juga saat pulang. Musim gugur tampaknya memang selalu menjadi saat yang buruk dalam hubungan kami. Tahun lalu kami menjadi dingin karena masalah ‘seks’ dan sekarang karena masalah ‘pendidikan’. Menyebalkan sekali, aku tidak ingin kami seperti ini. Tapi tampaknya ke egoisan kami-lah yang membuat hubungan kami sekarang menjadi buruk. Harus ada yang mengalah, dan sudah kuputuskan itu bukan aku.
Aku mungkin orang paling egois dan mau menang sendiri yang pernah hidup dimuka bumi ini dan kesalahan dalam hidup Kyuhyun adalah memilihku. Tapi hal yang wajar sebenarnya aku bersikap seperti itu padanya. Walau aku tak punya hak untuk mengatur hidupnya, tapi aku istrinya. Seharusnya dia memikirkan setiap keputusan yang akan diambilnya karena bagaimanapun juga itu bukan hanya berpengaruh bagi dirinya tetapi juga untukku. Dengan keputusannya melanjutkan kuliah di Jepang tanpa memberitahuku tentu saja membuatku sangat menderita. Harusnya dia mengerti, bukan hanya aku saja yang harus mengerti dirinya tapi dia juga harus mengerti aku.
Saat tiba di rumah, aku sangat terkejut saat melihat kehadiran abeonim dan eomonim di ruang tengah. Mereka lagi-lagi datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Wajah abeonim terlihat sangat galak sementara eomonim kebingungan. Saat Kyuhyun masuk ke ruang tengah, meledaklah sudah amarah dari abeonim.
“Kyuhyun-ah, appa sudah dengar dari gurumu. Apa arti semua itu?! Kenapa malah mengambil jurusan desain? Di Jepang pula!” amuk Abeonim pada Kyuhyun.
“Appa, jangan khawatir! Aku tidak jadi ke Jepang…”
Aku terkejut mendengar jawaban Kyuhyun itu. Tak kusangka dia membatalkannya, ternyata dia memikirkan ucapanku.
“Oh. Begitu? Lantas cerita dari gurumu?” tanya abeonim lagi.
Kyuhyun terlihat enggan menjawab pertanyaan ayahnya, “Aku membatalkanya. Sudah kupikirkan. Tapi aku tetap akan mengambil jurusan desain.”
“Apa? Kau bilang mengambil jurusan apa? Dengan nilaimu, kau bisa masuk kedokteran atau hukum. Kenapa malah mengambil jurusan itu?” tanya abeonim masih tak percaya. Aigoo~ Bahkan Kyuhyun tak mendiskusikan hal sepenting itu pada orang tuanya.
“Yang kuinginkan bukan menjadi dokter atau jaksa, appa…”
“Tutup mulutmu! Aku tidak mengirimmu ke Seoul untuk melanjutkan kuliah di jurusan selain kedokteran atau hokum. Untuk apa aku mendidikmu? Tidak bisa. Tak akan ku izinkan. Pokoknya kau harus menuruti perintahku!”
Apa-apaan ini? Keterlaluan. Abonim sangat keterlaluan. Dulu eomonim yang memaksakan kehendaknya pada Chaesa. Tapi, sekarang abeonim… Abeonim yang kukenal sangat baik dan bijak memaksakan kehendaknya pada suamiku? Tapi kemudian aku tersadar. Aku juga melakukan hal yang sama pada Kyuhyun. Tak bisa kubayangkan betapa sakit perasaannya saat mengetahui orang-orang yang disayanginya tak ada yang mendukung impiannya. Dan tiba-tiba saja aku sudah menempatkan diriku di antara abonim dan Kyuhyun.
“Abeonim, cukup! Kami mengerti maksudmu. Tapi, jangan memaksakan Kyuhyun menuruti keinginan abeonim. Jangan mengatur masa depannya, karena dia mempunyai kemauan sendiri. Jangan paksa dia seperti saat kalian memaksanya untuk menikahiku. Kumohon…”
“Chae Ri, kau…,” ucap Abeonim tetapi ditahan oleh eomonim.
Aku pun melanjutkan lagi perkataanku, “Kyuhyun akan kuliah di Tokyo. Walaupun kalian tidak setuju, aku akan membantu Kyuhyun ke tempat di mana dia mau pergi.”
Semua yang ada diruangan itu terkejut dengan perkataanku barusan. Kyuhyun bahkan tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Aku menarik tangannya untuk mengajaknya pergi dari ruangan itu.
“Walau kau menantuku, tapi apa pantas membantah perkataan orang tua? Kau punya hak apa?!” seru abeonim padaku yang membuat langkahku terhenti.
“Karena aku istrinya Kyuhyun. Derajat antara anak dan orang tua adalah satu. Tapi suami-istri adalah nol, Abeonim,” sahutku mantap sambil tersenyum.
Kemudian aku mengajak Kyuhyun keluar rumah sambil berlari, kami baru menghentikan lari kami saat tiba di sebuah taman kecil yang memang tidak jauh dari rumahku.
“Ah, capek juga lari. Kupikir abeonim akan mengejar kita, jadinya aku lari kencang deh. Ah~ Seharusnya kita maklum. Kita tidak akan bisa menang dari orang tua.”
Kyuhyun yang dari tadi menatapku kemudian menarikku ke dalam pelukannya. “Gomawoyo..” ucapnya, “….tadi, aku sangat bahagia.”
“Mianhae, aku baru sadar perasaanmu setelah melihat abeonim. Ternyata aku hanya memikirkan diri sendiri. Terlalu egois mengekangmu,” sahutku sembari melepaskan pelukannya karena aku ingin sekali memandang matanya.
“Kenapa kamu yang meminta maaf? Sebenarnya aku yang terus-terusan egois…”
“Kyuhyun, pergilah ke manapun yang kau inginkan. Sungguh, aku ingin kau bahagia dengan melakukan apa yang kau impikan. Dengan begitu aku juga akan bahagia. Selama berpisah, pasti aku akan kangen melulu.”
“Chae Ri, untuk apa berpisah? Kau ikut aku saja! Masih ada kesempatan untuk mendaftar di salah satu universitas di sana. Ayo, berusahalah!” serunya menyemangati.
“Aku tidak bisa bahasa Jepang,” sahutku.
“Aku juga sama. Kita bisa belajar bersama-sama.”
“Tapi aku sudah terlanjur mendaftar ke Kyunghee.”
“Arghh, dengan otak sepertimu mana mungkin bisa lolos masuk Kyunghee?” sahut Kyuhyun meremehkan.
“Jiahh, kalau di dalam negeri saja aku akan gagal, bagaimana kalau di luar negeri?” amukku sambil mencubiti tangannya gemas.
Kyuhyun tertawa ceria. Tampak bahagia dengan keputusanku yang merestui impiannya. Aku juga merasa senang ketika melihat senyumannya. Memang tak ada hal yang membahagiakan selain melihat orang yang kita cintai tersenyum bahagia.
Saat kembali ke rumah, aku dan Kyuhyun memutuskan untuk membicarakan masalah pendidikan Kyuhyun secara perlahan-lahan dan penuh ketenangan kepada orang tuanya. Aku berharap semoga hati abronim bisa melunak dan dapat memaklumi keinginan anaknya.
“Abeonim, maafkan aku! Perkataanku tadi mungkin sangat menyinggungmu. Tapi, kumohon restuilah Kyuhyun!” pintaku sambil membungkukkan badan.
“Kalau Kyuhyun pergi, lalu bagaimana dengan kalian berdua?” tanya eomonim dan kulihat wajah eomma yang duduk di belakang eomonim juga terlihat penasaran.
“Kami tidak keberatan hidup berpisah. Waktu empat tahun juga tidak terlalu lama. Sebelum Kyuhyun pergi, kami akan mendaftarkan pernikahan kami,” sahutku mantap.
“Kalau kau sebagai istri saja sudah mengizinkan. Untuk apa aku masih berkeras,” ujar abeonim.
Seketika itu juga senyum Kyuhyun merekah, dia menghampiri ayahnya kemudian memeluknya.
“Appa, kamsahamida.”
“Belajarlah dengan giat di sana! Kau harus cepat lulus supaya tidak meninggalkan istrimu terlalu lama,” pesan abeonim sambil menepuk-nepuk punggung Kyuhyun. Inilah kehangatan ayah kepada putra lelakinya, membuatku yang melihat mereka menjadi terharu.
“Ne,” sahut Kyuhyun. “Aku akan berusaha dengan giat. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang sudah kalian berikan”
@@@@@
Malam itu mertuaku menginap di rumah. Mereka menempati kamar Kyuhyun yang dulunya milik Siwon, sehingga menyebabkan Kyuhyun jadi tidur di kamarku. Sudah lama kami tidak sekamar sehingga saat dia masuk ke kamarku, aku jadi sangat gugup.
“Kenapa wajahmu memerah seperti itu?” tanya Kyuhyun padaku sambil merebahkan tubuhnya ke kasur.
“Ah, ini karena cuacanya sangat panas,” sahutku.
“Pfuhuahaha… Wajahmu memerah karena aku ada di sampingmu ‘kan? Chae Ri, tidak usah malu-malu!” Kemudian Kyuhyun menarik tubuhku untuk memeluknya. “Sekarang wajahmu pasti tambah merah.”
Aku tidak menjawabnya tetapi semakin mengencangkan pelukanku. Memanfaatkan waktu kebersamaan kami.
“Saat di Jepang nanti, jangan melirik gadis lain!”
“Tentu, kau juga. Jangan berikan kesempatan pada pria lain untuk mendekatimu!” balasnya.
Aku kemudian melepaskan pelukanku dan duduk di sampingnya yang sedang berbaring.
”Berjanjilah akan sering menghubungiku dan pulang saat liburan akhir tahun.”
“Aku janji.”
“Berjanjilah! Berjanjilah akan selalu mencintaiku walau kita berada dalam jarak yang jauh,” pintaku sambil menangis.
“Aku tidak akan menjanjikan hal itu,” sahutnya yang membuatku langsung tertegun menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Aku tidak akan berjanji karena aku akan bersumpah. Bersumpah demi hidupku bahwa aku akan selalu mencintaimu.”
Mendengar sumpahnya itu membuatku langsung menciumnya. Kyuhyun lagi-lagi membuatku terpukau dengan kalimat-kalimat indah yang tidak bisa dipercaya keluar dari bibirnya.
“Sekarang tidurlah! Besok kita masih harus ke sekolah,” ujar Kyuhyun sambil mengusap-usap rambutku.
“Tapi, aku masih mau memelukmu,” sahutku.
“Kalau kau memelukku terlalu lama, nanti aku jadi tak bisa tidur. Sudahlah biar aku tidur duluan. Selamat malam,” seru Kyuhyun sambil memasang penutup matanya dan kemudian memunggungiku.
Aissh~ Keromantisannya hilang dalam waktu kurang dari 1 menit. Ah, tapi memang begitulah dia.
@@@@@
Tebakan Kyuhyun benar. Aku tidak diterima di universitas Kyunghee dan tidak hanya di universitas itu tetapi juga universitas-universitas lain. Tetapi syukurlah, aku bisa lulus sekolah menengah, walau dengan nilai pas-pasan dan hanya memuaskan di pelajaran fisika. Aku kadang berfikir, aku gagal mendaftar kuliah karena otakku yang memang tidak mampu atau karena nasibku yang sial.
Tetapi kemudian Kyuhyun berkomentar, “Tuhan Maha Adil, Chae Ri yang bodoh bisa berpasangan dengan Kyuhyun yang pandai. Itu yang disebut dengan takdir.”
Kemudian kujawab, “Yah, itu memang keadilan Tuhan. Chae Ri yang cantik berpasangan dengan Kyuhyun yang buruk rupa.”
Dan seperti biasa dia selalu membalas komentarku. “Hya~ Kenapa menghina fisik? Asal kau tau, banyak gadis yang menyukaiku. Itu artinya aku tidak buruk rupa.”
“Cih~ Setauku hanya Ki Young dan Myu Ra saja yang suka denganmu.”
“Dasar tak pernah mau mengalah,” balasnya.
Dan komentar kami yang saling sengit itu kami lemparkan saat kami berdua keluar dari catatan sipil seusai mendaftarkan pernikahan kami. Setelah mendaftarkan pernikahan, kami mampir ke taman tempat pertama kalinya kami melakukan ciuman pertama dan mengungkapkan perasaan kami.
“Aku pasti sangat merindukanmu saat kau di Tokyo nanti,” gumamku sambil menatap langit musim semi yang cerah.
“Aku juga pastinya merasakan hal yang sama. Pastinya sangat membosankan menghabiskan waktu tanpamu. Tanpa mendengar ocehanmu, tanpa bertengkar denganmu,” sahut Kyuhyun.
“Aku akan menelponmu setiap hari. Tenang saja. Kita masih bisa bertengkar kok.”
“Tapi tak bisa bersentuhan.”
“Bagaimana kalau kita berbulan madu dulu?” saranku.
“Ke mana? Aku tidak punya uang kalau mesti di Hawai atau ke negara-negara tropis,” tolaknya.
“Bulan madu ke Jepang saja. Aku akan mengantarmu saat kau ke Tokyo. Terus kita bersenang-senang di sana. Aku juga ingin mengantarmu saat hari pertamamu masuk kuliah,” ujarku penuh semangat.
“Oh ya. Jadi biaya nya tidak terlalu besar. Aku akan menginap di asrama dan kau di hotel. Lagipula kau bisa membantuku merapikan barang-barang ku saat disana. Ide bagus.”
“Kyuhyun, baboya? Kita di sana berbulan madu. Kenapa malah menginap di tempat berbeda?” rajukku.
“Mwo? Menginap di tempat yang sama? Berbulan madu? Oh… Chae Ri-ya, sekarang aku paham maksudmu. Tapi, sungguhan? Bukannya masih harus menunggu 2,5 tahun lagi?”
“Ya sudah. Tunggu saja 2,5 tahun lagi! Padahal tadi aku sudah berniat membatalkan perjanjian itu,” sahutku ketus.
“Omo, jangan dibatalkan! Tapi, kenapa kali ini berubah pikiran lagi? Ah, aku tidak mau saat di Jepang nanti kau membatalkan lagi seperti saat kejadian harabojimu datang waktu itu,” sungutnya.
“Itu karena…karena aku sudah pasrah. Aku memutuskan untuk membantu eomma menjaga tokonya. Aku tidak akan kuliah. Jadi, kalau hamil pun sudah bukan masalah.”
“Pfiuhh~ Andai saja aku tidak tinggal di asrama. Pasti aku sudah memboyongmu untuk tinggal bersama di sana,” sesal Kyuhyun.
“Hyaaa, Cho Kyuhyun! Tampang menyesal di wajahmu itu lebih terlihat seperti tampang pria mesum. Pokoknya saat di sana kau juga harus bekerja sambilan. Kau harus mengirimiku uang setiap bulan. Bagaimanapun juga sekarang status kita sudah resmi. Kau harus menafkahiku!”
“Baiklah. Jangan khawatir! Ayo, sekarang kita pulang! Kita harus berkemas untuk keberangkatan kita ke Jepang,” ajaknya.
`“Mwo? Bukannya kau berangkat masih dua minggu lagi?”
“Kita majukan saja. Kita ‘kan akan berbulan madu,” sahutnya riang.
Ah, dasar Cho Kyuhyun. Aku hanya bisa tersenyum saat melihat tingkahnya itu dan tentunya aku akan selalu mengingat hari ini sebagai salah satu hari yang bersejarah dalam hubungan kami.
Empat Tahun Kemudian….
Saat ini aku sedang berada di Tokyo untuk menghadiri upacara kelulusan suamiku. Kulihat dia dengan gagahnya mengenakan jubah sarjana. Terlihat kebahagiaannya sepanjang upacara berlangsung. Apalagi dia juga maju ke podium untuk memberikan sambutan karena dia lulus dengan nilai terbaik. Aku tidak mengerti apa yang dibicarakannya di atas sana karena dia mengucapkannya dengan bahasa Jepang tetapi sepertinya dia berbicara tentang diriku karena semua orang yang ada di aula itu memandang ke arahku saat Kyuhyun menunjukku dan memberikan tepuk tangan meriah yang sepertinya di tujukan untukku. Aku hanya bisa tersenyum saja dengan wajah kebingungan.
Selepas upacara berakhir dia menghampiriku yang membawakan buket bunga untuknya. Tanpa ragu dan malu dia menciumku di depan banyak orang. Wajar saja sih, lagipula kami sudah menikah secara resmi jadi tidak perlu sungkan lagi dan ciumannya berhenti saat sebuah tangan mungil menarik-narik jubahnya.
“Appa, popo Heehyeon juga!” seru pemilik tangan mungil itu.
Kyuhyun tersenyum melihat bocah lelaki itu, kemudian mengangkat anak itu kedalam gendongannya kemudian menciumi pipi anak itu.
Nama anak itu Cho Heehyeon. Dialah buah dari pernikahan kami, seorang anak lelaki yang pada tahun baru lalu berusia tiga tahun. Bisa dibilang dia adalah duplikat Kyuhyun kecuali matanya yang mirip denganku. Nama Heehyeon sendiri bukan aku dan Kyuhyun yang memberikan, tetapi diberikan oleh Ki Young. Dia memberikan nama itu saat kami bertemu pada waktu pemeriksaan kehamilanku yang ke-7 bulan di rumah sakit saat dia sedang melakukan aksi amal di sana. Katanya nama itu genderis, bisa digunakan untuk perempuan maupun lelaki. Jadi kuterima saja, lagi pula nama itu manis sekali. Dan syukurlah, Heehyeon tumbuh menjadi anak yang manis seperti namanya.
Aku sendiri baru mengetahui mengandung Heehyeon saat awal musim panas. Setelah usia kandunganku mencapai bulan kedua. Selama bulan madu, aku dan Kyuhyun memang terlalu banyak ‘bersenang-senang’ tetapi aku tidak menyangka akan segera mengandung sepulangnya dari bulan madu. Saat mengetahui aku hamil, aku hanya bisa menangis di pangkuan eomma tetapi saat itu aku mendengar kabar yang sangat mengejutkan dari eomma. Eomma juga sedang mengandung. Argghh~ Tragedi keluargaku di mana aku mempunyai paman yang berusia hampir sama denganku kini terulang pada anakku. Padahal eomma sudah memasuki usia rentan melahirkan dan akhirnya adikku lahir dalam keadaan prematur. Dan jika ada omongan orang yang bilang kalau kakek dan nenek akan lebih sayang pada cucunya ketimbang anaknya, itu tidak berlaku untuk orang tuaku.
Syukurlah masih ada Chaesa di rumahku. Dialah yang menggantikan Kyuhyun merawatku dan saat kandunganku semakin tua, haraboji dan Siwon datang. Aku masih ingat saat tiba waktunya aku melahirkan. Karena saat itu sedang pergantian tahun dan aku mengalami kontraksi lebih cepat dari yang diperkirakan. Siwon-lah yang melarikanku ke rumah sakit. Aku tidak menyangka dia dengan sigap menolongku dan mendampingiku sementara saat itu suamiku sendiri masih terjebak macet dari bandara Incheon menuju rumahku tanpa tau istrinya sedang bertarung nyawa untuk melahirkan anaknya. Aku sangat kesal pada Kyuhyun saat itu, aku kesal karena dialah yang kuharapkan berada di sampingku saat persalinan tetapi malah digantikan oleh pamanku. Tetapi aku sadar,dia juga sangat menyesali itu dan keadaan memang tidak memungkinkannya berada di sisiku.
Lalu, Kyuhyun tidak bisa berlama-lama di Seoul karena liburan musim akhir tahun memang sangat singkat, dia kembali ke Tokyo bahkan sebelum Heehyeon berusia satu bulan. Menyedihkan sekali hidup berumah tangga tetapi mesti terpisah seperti itu tetapi kami bisa menghadapinya. Kami bertahan karena kami tau, perpisahan kami hanya sementara. Saat Kyuhyun menyelesaikan studinya, saat itulah kami sekeluarga akan bersama-sama lagi.
“Aku sangat senang. Senang karena setelah ini, kita akan selalu bersama,” ujar Kyuhyun saat kami berada dalam taksi menuju rumahku dalam perjalanan dari bandara sepulangnya kami dari Jepang.
“Aku juga senang. Sudah saatnya Heehyeon melihat ayahnya setiap hari. Mulai sekarang, kau harus membantuku menjaga anak kita. Juga menghidupi kami dengan penghasilan yang layak,” balasku.
“Tentu saja. Aku juga sudah mendapatkan pekerjaan yang hebat sesuai dengan bidangku…,” ujarnya bangga, “…lagipula sudah saatnya juga Heehyeon mendapatkan adik.”
“Hah? Memberi Heehyeon adik? Aku tidak mau, tunggu lima tahun lagi!”
“Hyaaa, terlalu lama. Nanti malah kebablasan seperti rentang usiamu dengan adikmu,” sahut Kyuhyun.
“Cih~ Kaupikir merawat anak semudah membuatnya? Nih, mulai hari ini sampai seminggu ke depan kau yang mengasuh Heehyeon, kita lihat kemampuanmu dulu.”
Kemudian supir taksi yang kami tumpangi terlihat menyeringai mendengar pertengkaran kami.
“Hyaaa, Ahjusshi! Kau mengejek kami, ya?” seruku.
“Ani… Aku hanya geli melihat pasangan muda seperti kalian. Kalau aku boleh tebak, kalian pasti menikah karena ‘kecelakaan’ ya? Kalian masih muda tetapi sudah punya anak sebesar itu. tebakanku pasti benar,” ujar supir taksi itu tanpa sungkan sama sekali.
“Huh, mau tau saja,” sahutku ketus.
Tetapi kemudian sepanjang perjalanan aku kembali teringat akan awal pernikahanku yang memang berawal dari kecelakaan. Sebuah pernikahan yang diawali dari ketidakrelaanku. Kemudian perasaanku pada suamiku yang semula tidak suka kemudian perlahan-lahan menjadi amat mencintai. Kemudian masa-masa saat kami saling menjauh karena keegoisan masing-masing. Lalu saat di mana muncul orang-orang yang mengganggu kisah cinta kami dan saat yang terberat saat kami harus berpisah karena ingin meraih impian. Kami sudah banyak mengalami hal yang sulit dalam menjalani pernikahan kami, dan aku sadar setelah ini akan lebih banyak kejadian-kejadian yang akan muncul menjadi bumbu dalam kehidupan rumah tangga kami. Dan harapanku sekarang hanyalah, kami akan selalu bersama mulai kini dan seterusnya.
~ THE END~

Tidak ada komentar: