Super Junior FanFiction: “He Has Made
Me Pregnant”
KUKAITKAN rambutku ke belakang telinga.
Memicingkan mata pada alat yang sedang kupegang. Dadaku sesak sekali. Air
mataku menggenang di pelupuk mata. Rasanya kiamat akan segera tiba. Tak percaya
sampai di situ, aku mengambil tester pack lainnya dan menyentuhkannya ke air
seniku. Hasilnya tetap sama, “POSITIF”.
Napasku terengah-engah bersamaan dengan air
mata yang terus mengalir. Hati ini sakit sekali. Aku tak menginginkannya, aku
tak pernah melakukan apapun. Mengapa hasilnya seperti ini? Apa yang harus
kuperbuat?
Kupakai lagi celanaku. Meraup seluruh tester
pack yang berserakan di porselen dan membuangnya ke tempat sampah. Aku hanya
mengambil satu dan menggenggamnya erat-erat. Kutarik pintu toiletnya dan berlari
ke ruang tengah. Kebetulan seluruh keluargaku sedang berkumpul.
Mereka iba ketika melihatku menangis tertahan.
Dadaku naik turun menahan amarah. Eomma lebih dulu menyambutku, “Sooran-ah,
gwaenchana?”
Aku tak menghiraukan pertanyaannya. Perhatianku hanya satu. Cowok itu, dia malah asyik menekan-nekan remote tv dan sesekali melirikku.
Aku tak menghiraukan pertanyaannya. Perhatianku hanya satu. Cowok itu, dia malah asyik menekan-nekan remote tv dan sesekali melirikku.
“Hyaaa,” teriakku penuh emosi.
“Hyaaa,” balas appa, “Kenapa berteriak?!”
Aku juga tak menghiraukan pertanyaan appa.
Kulempar tester pack yang kugenggam sedari tadi ke wajah cowok itu. “KAU LIHAT
PERBUATANMU!!!”
Dia meraihnya dan memperhatikan tester pack
itu. Matanya membesar dan ada ekspresi senang di wajahnya. Kulihat dia berdiri
dan berjalan menghampiriku. “Kau…kau…ha-hamil?” tanyanya bodoh. Aku menangis
sekencang-kencangnya. Sedangkan seluruh keluargaku bersorak-sorai bahagia.
Eomma dan appa saling meneriakkan kata ‘cucu’. Hatiku semakin sakit. Dan yang
paling membuatku sebal, cowok itu memelukku erat.
“Aku akan jadi appa. Kyuhyun-appa…”
“Lepaskan!!!” teriakku sembari berkutat
berusaha melepaskan diri. Dia melepaskan pelukannya dan aku terduduk lemas
bersandar ke tembok, masih menangis. “Ottokhae? Eomma, ottokhae?”
—
Namaku Shin Sooran, delapanbelas tahun. Siswi
tingkat tiga Kyunghee High School. Dua tahun yang lalu aku terjatuh dari pohon
ketika sedang berusaha menyelamatkan seekor kucing. Tubuhku habis tergores
ranting dan kepalaku berkali-kali terbentur beberapa dahan. Sejak saat itu, aku
mengalami amnesia.
Minggu lalu aku sadar. Dan tahukah kau?
Kehidupanku berubah drastis. Aku sama sekali tak ingat apa yang telah kulakukan
selama amnesia. Aku tersadar saat berada di pelukan Kyuhyun. Dia bilang,
sebelumnya aku terserang sakit kepala hebat. Tapi aku sama sekali tak ingat
kehidupanku dua tahun belakangan. Yang kuingat hanyalah kucing yang terjebak di
atas pohon. Dan kupikir aku masih SMA tingkat satu.
Barulah aku tahu ketika eomma menceritakan
satu per satu kejadian yang selama ini kualami. Eomma bilang kalau
kepribadianku berubah menjadi periang sekaligus genit setelah kecelakaan itu.
Dan saat itulah aku mengenal Cho Kyuhyun. Katanya, dulu aku sangat memujanya.
Dia memang pria sopan yang sangat tampan dan terkenal di sekolah. Dikarenakan
aku berhasil menaklukkannya, aku pun ikut tenar.
Tak habis pikir mengapa dulu aku bisa
memujanya. Menurutku, dia itu pria brengsek yang telah menghamiliku. Well,
memang tidak sepenuhnya brengsek, karena dia menghamiliku ketika kami telah
resmi menjadi suami-istri. Menikah di saat aku masih amnesia. Di situlah letak
brengseknya.
—
“Kau mau makan apa? Biasanya wanita hamil
ingin dibelikan sesuatu. Ayo bilang, biar kubelikan apa maumu!” tawar Kyuhyun
riang.
“Yang kuinginkan…kau pergi dari hadapanku!”
sahutku ketus.
“Aigoo, ngidammu unik sekali,” sahutnya polos,
“Baiklah, aku nonton tv di luar bersama eomonim. Kau baik-baik di sini, ya!
Jika membutuhkan sesuatu, panggil saja aku.”
Dia keluar dari kamarku. Oh Tuhan, bahkan
kamar ini pun harus berbagi dengannya. Apa yang telah kami lakukan di kamar
ini? Mengapa aku bisa seperti ini? Aku sangat membencinya. Aku sangat benci Cho
Kyuhyun! Aku harus bagaimana ke sekolah jika perutku membesar nanti?
Kusingkapkan selimut dari tubuhku, lalu
beranjak menuju dapur. Kubuka pintu kulkas dan memeriksa isinya. Siapa tahu ada
sesuatu yang bisa kupakai untuk menjalankan rencanaku dan…bingo! Aku menemukan
nanas dan lada hitam. Kupotong-potong nanas itu dan kutaburi banyak lada hitam
di atasnya. Ketika aku akan melahapnya, Kyuhyun muncul.
“Sooran!” teriaknya seraya merebut sepotong
nanas dari tanganku dan melemparnya. “Kenapa begini?!”
“Lepaskan! Aku tak menginginkan bayi ini…”
Kyuhyun terdiam sesaat. Kemudian tiba-tiba
saja dia berlutut dan menangis, tubuhnya bergetar ketakutan. “Mianhaeyo…karena
aku menikahimu masih dalam keadaan amnesia. Aku salah…mianhaeyo! Sekarang sudah
terlanjur. Kumohon jangan lakukan hal bodoh ini lagi. Jangan pisahkan aku
dengan calon bayiku! Kumohon, Sooran. Aku akan bertanggung jawab, sungguh akan
bertanggung jawab…”
Aku ikut menangis. Seumur hidup belum pernah
melihat seorang pria menangis seperti ini. Perasaan ibaku muncul, dan tiba-tiba
aku jadi merasa bersalah. “Mianhaeyo, Kyuhyun-sshi…”
Mulai saat itu aku berjanji akan menjaga
kandunganku. Bukan demi Kyuhyun, tapi demi calon bayi yang ada di perutku…
—
“Kenapa bersembunyi?” Tanya Kyuhyun ketika aku
sedang mengganti baju di balik pintu lemari. Maklum, di dalam kamarku tak ada
kamar mandinya.
“Jangan lihat kemari atau kau akan kupukul,”
ancamku seraya mempercepat memakai piyamanya.
“Kenapa harus malu? Kita sudah sering saling melihat…”
“Kyaaaaaaa,” teriakku sembari menutup telinga,
“Jangan diteruskan!”
Dia tersenyum dan menggaruk tengkuknya kikuk.
Pipinya bersemu merah, begitu pula denganku. “Kita…seperti baru menikah saja.
Hanya saja waktu itu situasinya terbalik.”
Aku yang sudah selesai langsung menghambur ke
kasur dan dengan tidak tahu malunya dia juga ikut-ikutan tidur di sampingku.
“Kau…sedang apa di kasurku?”
“Tidur,” sahutnya polos dengan mata yang sudah
terpejam.
“Mwo?!” aku bangun lagi, “Andwae! Kau tidur di
luar!”
“Apa yang kau khawatirkan? Kau kan sudah
hamil. Maksudku…aku takkan berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunggumu sadar
sepenuhnya, baru berani menyentuhmu. Jadi kau tak usah cemas, oke?” Dia menarik
selimut dan memakaikannya padaku. Membuatku kehilangan seluruh kata-kata yang
siap kutembakkan padanya.
Malam ini aku tak bisa tidur. Entah kenapa aku
gelisah dan sedari tadi hanya bisa berguling-guling. Rasanya panas sekali,
kamarku tak ada AC-nya. Dan tiba-tiba aku merasakan Kyuhyun terbangun. Aku
terkejut dan langsung memejamkan mata berpura-pura tidur.
“Sooran-ah, apa yang harus kulakukan agar kau
bisa tidur?” tanyanya lembut.
Aku tak menyahut. Kyuhyun turun dari kasur dan
mengambil sesuatu.
“Tidurlah, Sooran-ku sayang!” Kyuhyun
mengibas-ngibaskan beberapa lembar kertas padaku. Kemudian sesekali menyeka
keringat yang meluncur dari pelipisku. Lalu dia menyanyikan sebuah lagu nina
bobok. “Kau ingat lagu ini? Sedari kita masih pacaran, aku selalu menyanyikan
lagu ini untukmu melalui telepon. Dan kau sangat senang sekali setelah menikah
dapat mendengarnya langsung. Kau ingat, Sooran? Ini ‘Sooran Lullaby’. Lagu yang
kuciptakan untukmu. Sooran-ah, aku merindukanmu. Cepatlah sadar sepenuhnya…”
Diam-diam aku menangis. Ya, Tuhan… Perempuan
macam apa aku yang tega menyakiti hati pria selembut dia? Kyuhyun, mianhae.
Cheongmal mianhae…
—
Delapan bulan kemudian…
Perutku semakin membesar. Bobot tubuh juga
bertambah pesat. Aku gemuk sekali! Di saat semua gadis berlomba-lomba untuk
diet, nafsu makanku malah makin menggila. Berat badanku sudah naik dua puluh
kilogram.
Kyuhyun memakaikanku sebuah mantel tebal
ketika hendak berangkat ke sekolah. Dia sangat menjagaku. Aku dapat merasakan
betapa besarnya cinta yang dia berikan pada kami. Ya, bukan hanya pada janin
ini, tapi juga padaku. Dia selalu berusaha memenuhi bermacam-macam keinginanku.
Aku tak lagi bersikap ketus padanya, tetapi juga tidak terlalu lunak.
“Kalian hati-hati. Kyuhyun-ah, jaga mereka!”
pesan eomma.
“Ne, eomonim,” sahutnya sopan sekali, “Kami
pergi. Annyeonghi kashipshiyo, Eomonim.”
“Ne. Annyeonghi kyeshipshiyo.”
Aku tertawa geli. Mereka aneh sekali. Kyuhyun
hingga saat ini masih menggunakan bahasa formal. Anak ini memang sopan sekali.
Tak heran jika eomma dan appa menyukainya. Seperti biasa, dia menjalankan
mobilnya amat sangat lamban. Membuatku sebal! Alasannya demi keselamatan.
Inilah hal yang membuat kami lebih pagi berangkat ke sekolah.
“Kenapa kita menikah? Kita kan masih sekolah,”
tanyaku. Inilah pertanyaan yang selalu kuulang-ulang.
Dia tersenyum dan menjawabnya sabar, “Kita
berpacaran dari kelas satu, dan sepuluh bulan yang lalu kau merengek-rengek
pada eomonim dan abeonim minta dinikahkan denganku. Masih belum ingat?”
“Mwo?! Aku merengek-rengek?”
“Kau bahkan sempat kabur dari rumah karena
mereka tak mengizinkan…”
“Kabur?!” selaku. Omo, pribadi seperti apa aku
dua tahun belakangan ini?
Aku diam. Tak ingin bicara lagi. Hatiku
terlalu sakit jika sedikit demi sedikit kelakuan burukku selama amnesia itu
terungkap. Apa aku seburuk itu? Tapi jika memang sifatku buruk, bagaimana bisa
aku menarik hati Kyuhyun si pria baik-baik ini?
Seluruh penghuni sekolah kini tahu kalau aku
sudah menikah dan tengah hamil. Tak ada yang mengolokku. Malah mereka selalu
membantu dan mengawasiku jika sedang berjalan. Risih sekali memang, tapi aku
bersyukur sangat diperhatikan.
Kutekan nomor Kyuhyun, “Yoboseyo?
Kyuhyun-sshi, kau bisa ke kelasku?”
Beberapa detik kemudian dia muncul dengan
napas tersengal-sengal. “Waeyo? Gwaenchanayo?” tanyanya panik.
“Kau ini kenapa?”
“Ahhh, kupikir kau akan melahir…,”
kata-katanya terpotong karena mulutnya kubekap. Kutaruh telunjuk di bibirku.
Dia menjauhkan tanganku dari mulutnya, “Mianhaeyo…”
Entah kenapa, aku takut sekali mendengar kata
‘melahirkan’. Menurut beberapa sumber tulisan yang kubaca, kontraksinya sangat
sakit sekali. Inilah yang membuatku ngeri. Aku masih remaja, rahimku belum
sekuat wanita dewasa. Apa yang akan terjadi nanti? Atau ini hanya ketakutanku
saja?
“Aku ingin makan jajangmyeon yang ada di ujung
jalan belokan sekolah. Dua porsi, ya!”
Dia tersenyum senang, “Ne. Aku akan segera
kembali.”
Selama menunggu, aku jalan-jalan berkeliling.
Setiap aku lewat, semua orang membungkuk dan memberiku jalan. Cih, kenapa bisa
begini? Memangnya aku siapa? Aku hanya siswi biasa, aku Shin Sooran!
Karena risih, aku kembali ke kelas. Di sana…di
mejaku, Kyuhyun sedang menyiapkan dua mangkuk jajangmyeon. Wajahnya
berseri-seri dan tak pernah berhenti tersenyum. Aku berjalan menghampirinya.
“Cepat sekali,” gumamku takjub. Kulirik dia dan mendapati keringat bercucuran
di wajahnya. Kurogoh tasku untuk mengambil tisu dan mengelap keringatnya. Tapi
tiba-tiba sebuah ingatan berkelebat di pikiranku. Kejadian yang hampir serupa… Kyuhyun
mengelap dahiku dan kulihat ada noda berwarna merah di saputangannya.
Kepalaku pusing sekali. Tubuhku oleng.
“Sooran-ah,” panggil Kyuhyun panik, “Gwaenchanayo?”
Aku mengangguk, “Gwaenchana. Ayo, kita makan!
Ini punyamu…” Kusodorkan sebuah mangkuk padanya.
“Gomawo…” Dia terlihat sangat senang. Padahal
aku hanya memberikan semangkuk jajangmyeon hasil belanjaannya. Senyumnya tulus
sekali. Satu-satunya ekspresi paling buruk yang pernah kulihat darinya yaitu
pada saat dia memohon waktu itu. Itu yang terakhir kalinya. Aku tak ingin
melihatnya bersedih lagi, juga tak ingin mendiamkannya lagi. Aku tak mau
berbuat jahat pada seseorang yang sudah sangat sabar merawat, menjaga, dan
mencintaiku dengan tulus dalam kondisi apapun.
Kami makan dalam diam. Kuperhatikan dia sangat
lahap memakannya dan bibirnya tak pernah berhenti menyungging. Aku tahu kalau
jajangmyeon adalah makanan favoritnya, maka dari itu aku memesan ini.
“Aku selesai,” ujarnya seraya mengelap
mulutnya dengan tisu, “Ah, mianhae. Aku lupa membeli minuman.”
“Aku bawa, kok. Kau ambil saja di dalam
tasku!” Kyuhyun merogoh isi tasku, setelah mendapatkannya, ia menaruh minum itu
di meja. “Wae? Ayo, diminum!”
Dia sangat canggung sekali dan malu-malu. Aku
jadi bingung! Karena gemas, kuraih tempat minumnya dan menarik sedotan dari
dalam, lalu kuarahkan ke mulutnya. “Tak apa-apakah?” tanyanya.
“Apanya? Ayo, cepat minum!” Akhirnya dia
meminumnya juga. Setelah itu, aku juga ikut meminumnya.
Kulihat wajahnya tiba-tiba memerah. “Itu…itu
artinya kita ciuman tak langsung, kan?” tanyanya malu-malu. “Ini pertama
kalinya denganmu dalam pribadi yang ‘asli’, karena dengan Sooran yang dalam
keadaan amnesia, kita sudah sangat sering melakukannya secara langsung.”
Kusemburkan air yang ada dalam mulutku dan
terbatuk-batuk karena tersedak. Oh, Tuhan. Di zaman seperti ini masih ada pria
sepolos dia?
“Gwaenchana…gwaenchana…,” ujarku saat Kyuhyun
mulai memijat-mijat tengkukku. Lantas dia duduk lagi di hadapanku. Tatapan
lembutnya tak pernah lepas dariku.
“Tunggu sebentar, ya!” katanya seraya berlari
keluar kelas.
Aku membersihkan bekas makan kami lalu
membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu duduk kembali sambil mengelus-elus
perutku dan sesekali mengajak calon bayiku mengobrol. Tak lama kemudian,
Kyuhyun muncul dengan dua tangan disembunyikan di balik punggungnya.
“Apa itu?” tanyaku penasaran.
“Tutup matamu!”
Aku menurut. Kudengar langkahnya mendekat,
lalu kurasakan dia memasang sesuatu di kepalaku. “Apa ini?”
“Buka matamu!” kubuka mataku dan langsung
melihat bayanganku sendiri di dalam cermin. Kyuhyun memegang cermin kecilku
sambil tersenyum. “Yeobo, neomu yeppeo. Aku tak peduli kau ini Sooran yang
mana. Bagiku Shin Sooran hanya satu. Hanya nama itulah yang terukir di hatiku.
Dan hanya kaulah wanita satu-satunya yang ada di singgasana hatiku. Kaulah
ratuku, Sooran. Aku akan selalu mencintaimu tak peduli jantung ini berhenti berdetak
dan napas ini menghentikan embusannya. Tubuh ini bisa hancur, namun cintaku
takkan pernah mati. Sooran-ah, saranghae…”
Aku terharu, sangat terharu. Atau lebih
tepatnya, tindakan dan ucapannya itu benar-benar membuatku mengharu biru.
Kulihat mahkota yang terbuat dari beberapa tangkai bunga yang dililitkan
membentuk lingkaran dan dihiasi berwarna-warni bunga melingkar di atas
kepalaku. Cho Kyuhyun, kau membuatku benar-benar jatuh cinta padamu! Aku yang
sekarang, bukan hanya aku yang dua tahun belakangan ini. Aku benar-benar
mencintaimu…
Tetapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama.
Tiba-tiba saja perutku sakit sekali. Entah bagaimana harus kulukiskan dengan
kata-kata, yang jelas hal ini mampu membuatku menjerit-jerit kesakitan.
Kyuhyun cemas dan panik. Dia berlarian di
sepanjang koridor meminta bantuan. Teman-teman di kelas sibuk menelepon taksi.
Tak lama kemudian Kyuhyun muncul dan hendak menggendongku, namun air ketubanku
pecah dan sempat membuatnya berteriak-teriak panik.
“Apa ini?! Air apa ini?! Sooran-ah,
bertahanlah!”
“Kyuhyun-sshi, itu air ketuban. Ayo cepat bawa
dia ke rumah sakit!” sahut anak-anak yang mengerubungi kami.
“Kyuhyun-ah, sakit. Aku takut,” rintihku.
“Gwaenchana, Sooran-ah. Gwaenchana…,” sahutnya
menenangkanku, padahal dari nada suaranya kentara sekali dia pun ketakutan.
Kyuhyun segera membopongku keluar sekolah.
Saat kami tiba di pintu masuk utama, aku masih bisa melihat deretan taksi yang
menunggu dengan para supir yang memanggil-manggil kami untuk masuk ke dalam
taksinya.
“Kenapa bisa banyak taksi begini? Aku kan bawa
mobil…,” teriak Kyuhyun.
“Masuk saja ke salah satu taksinya. Jangan
buang-buang waktu! Kasihan Sooran,” saran seonsaengnim yang ikut-ikutan panik.
“Ne. Tolong beritahu orang tua kami! Hpku
tertinggal di kelas,” teriak Kyuhyun berlari mendekati salah satu taksi.
Di dalam taksi, aku tak berhenti menjerit dan
menarik-narik jas seragam Kyuhyun. Kulihat dia menitikkan air mata dan
berkali-kali bergumam. “Baby, kumohon tunggu sebentar. Jangan keluar di sini,
sebentar lagi kita akan segera sampai di rumah sakit. Kumohon, Baby!”
Baby? Walau dalam keadaan kesakitan, aku masih
ingin tertawa mendengarnya meracau seperti itu. Tetapi sayang, rasa sakit ini
mengalahkan segalanya.
Setelah sampai di rumah sakit, aku langsung
dibawa ke ruang bersalin. Pegangan tanganku tak pernah lepas dari kerah
seragamnya. Aku ingin dia juga masuk menemaniku.
Ketika aku berjuang mengerahkan seluruh tenaga
untuk melahirkan, di saat itulah beberapa potongan ingatan berkelebat dalam
pikiranku…
—
Beberapa hari kemudian…
Kyuhyun asyik sekali dengan mainan barunya.
Dia benar-benar tak ingin lepas dari Chihyun. Kami memberinya nama Cho Chihyun.
Anak kami perempuan, hal itu membuat Kyuhyun semakin tersenyum sepanjang hari.
Dan pagi ini seperti biasanya, jika aku sedang tak menyusui, Kyuhyun akan terus
menggendongnya. Ia tak pernah bosan. Tak bisa kubayangkan bagaimana ekspresi
dan perasaannya jika hal bodoh dulu saat aku ingin menggugurkannya terjadi.
“Kyuhyun-ah, tidurkan Chihyun dan ajak aku
jalan-jalan mengelilingi rumah sakit!” pintaku kesal.
“Shiruh! Aku ingin mengajaknya juga. Boleh,
kan?” tolaknya.
Pintu masuk menggeser. Kulihat eomma, appa,
abeonim, eomonim, dan onnie Ah Ra datang membesuk. Ruangan ini menjadi sangat
berisik, karena para orang tua itu saling rebutan ingin menggendong bayinya.
Aku sempat melihat ekspresi Kyuhyun. Kentara sekali dia sangat kecewa
dipisahkan dari anaknya.
“Baiklah, ayo kita jalan-jalan!” ajaknya
menyerah membuatku tertawa geli.
Sesampainya di kantin rumah sakit, kami duduk
di salah satu meja dan memesan minuman. Dia menarik tanganku dan memainkan
gelang pasien yang terpasang di sana. Ekspresinya tenang sekali dan hangat. Ia
terus tersenyum. Kutarik tanganku itu dan mendekatkan tubuhku padanya, setelah
wajah kami cukup dekat, kukecup pipinya.
“Soo…Sooran…,” ujarnya terkejut setengah
memekik. Kutarik kembali tubuhku menjauh darinya dan tersenyum nakal lalu
memeletkan lidah. Kyuhyun menggaruk tengkuknya. Wajahnya sudah seperti tomat
matang. “Ke…kenapa tiba-tiba?”
“Hanya ingin memberimu pelajaran. Dulu juga
kau sering begitu, kan?”
“Oh…,” Kyuhyun menyeruput kopinya santai dan
tak lama kemudian tersedak, “Itu…itu artinya kau…”
“Aku sudah ingat semuanya. Sebenarnya sudah
dari beberapa hari yang lalu saat melahirkan…”
“Mwo?!” pekiknya, “Kenapa kau tak bilang?”
Kugenggam tangannya, “Aku hanya mencari waktu
yang tepat untuk memberitahukannya padamu. Lagipula, bagaimana kita bisa bicara
serius kalau seharian penuh kau hanya bermain-main dengan Chihyun. Huh,
eommanya didiamkan!” sungutku cemburu.
“Kau ini… Dia kan anakmu juga. Apa salahnya
jika aku bersamanya terus?” protesnya.
Aku tersenyum. Dia benar-benar membuatku geli.
“Kau marah?”
“Aniyo…”
“Jagi, kau marah!”
“Aniyo…”
Kukecup lagi pipinya dan hal itu membuat
wajahnya makin memerah.
“Cih, sekarang kau tahu kan bagaimana dirimu
saat amnesia? Genit sekali!”
“Ne?!” protesku marah dan dia langsung
mengaleng bahuku lembut.
“Ayo, kembali ke kamar!” ajaknya.
“Omo, Chihyun… Kau beruntung…”
“Jagi, kau cemburu!”
“ANIYO!!!”
—
Kutidurkan Chihyun ke dalam boxnya. Rumah ini
menjadi sangat ramai dengan adanya tangisan bayi. Kupakaikan selimut padanya,
setelah itu berbalik hendak ke kasur untuk tidur. Hari ini sangat melelahkan.
Dari pagi aku, Kyuhyun, dan Chihyun berjalan-jalan untuk yang pertama kalinya
sejak pulang dari rumah sakit beberapa minggu yang lalu.
Saat akan menghampiri kasur, kulihat Kyuhyun
sudah berbaring duluan di sana, bertelanjang dada dengan satu tangan menopang
kepalanya. “Jagiii…,” panggilnya genit.
Aku terkekeh. “Aku lelah…”
“Oh ya?” dia berjalan menghampiriku dan
menggendongku ke kasur. “Ini kewajibanmu!”
Lagi-lagi aku terkekeh. Lucu sekali jika sifat
kekanak-kanakkannya muncul. Tanpa aba-aba, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku
dan…
“Aigoo… Chihyun…,” protes Kyuhyun kesal karena
terganggu oleh tangisan Chihyun. Kupukul lengannya pelan dan mendengus.
“Kau kurang beruntung! Hahaha…,” sahutku
seraya berjalan menuju box dan menggendong Chihyun berusaha membuatnya diam.
“Aku sudah menunggu berbulan-bulan…,” gumam
Kyuhyun kecewa.
“Chihyun-ah, gomawo sudah menyelamatkan eomma
dari terkaman appamu. Eomma benar-benar lelah hari ini.”
Kulirik Kyuhyun memanyunkan bibirnya sebal dan
memakai piyamanya kembali. “Besok malam kau tak boleh mengganggu eomma dan
appa! Chihyun, arasseo?!” Dia menarik selimut dan memejamkan matanya. Aku
terkikik geli. Appa macam apa dia ini?!
Sekarang aku tahu mengapa aku bisa jatuh cinta
padanya. Di saat aku terjatuh dari pohon dua tahun lalu, dialah yang
menolongku. Kyuhyun adalah orang pertama yang kulihat dalam pribadi yang baru.
Maka dari itu, aku merasa batinku terikat dengannya. Sejak saat itu aku tak
pernah bisa lepas darinya. Begitu pula dengan dia, tak dapat lepas dariku.
Saat amnesia sifatku berubah menjadi periang
dan agak genit. Dua sifat itu masih pribadiku yang asli. Sifat yang tersembunyi
di bawah alam sadarku akhirnya muncul dan mengubur sifat-sifatku sebelumnya.
Dengan pribadiku yang baru, akulah tipe gadis yang disukai Kyuhyun.
Dan di saat aku sadar, di mana kedua sifatku
itu kembali terkubur dan digantikan oleh sifat pendiam, pemarah, dan pengecutku
yang sebelumnya, aku kembali mencintainya. Kyuhyun bisa menerimaku dalam
keadaan apapun. Bahkan di saat tipe idamannya itu menghilang.
Kini seluruh kepribadianku menyatu. Periang,
genit, pemarah, semuanya bersatu di dalam diriku. Aku menjadi Shin Sooran yang
utuh. Dan sekarang aku benar-benar mengerti, dalam keadaan apapun, pribadi
manapun, aku akan tetap kembali mencintainya. Karena kami ditakdirkan dalam
satu jiwa untuk saling mencintai.
The End
share
@superdiya.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar