Minggu, 12 Februari 2012

Super Junior FanFiction: “He Has Made Me Pregnant”


Super Junior FanFiction: “He Has Made Me Pregnant”
KUKAITKAN rambutku ke belakang telinga. Memicingkan mata pada alat yang sedang kupegang. Dadaku sesak sekali. Air mataku menggenang di pelupuk mata. Rasanya kiamat akan segera tiba. Tak percaya sampai di situ, aku mengambil tester pack lainnya dan menyentuhkannya ke air seniku. Hasilnya tetap sama, “POSITIF”.
Napasku terengah-engah bersamaan dengan air mata yang terus mengalir. Hati ini sakit sekali. Aku tak menginginkannya, aku tak pernah melakukan apapun. Mengapa hasilnya seperti ini? Apa yang harus kuperbuat?
Kupakai lagi celanaku. Meraup seluruh tester pack yang berserakan di porselen dan membuangnya ke tempat sampah. Aku hanya mengambil satu dan menggenggamnya erat-erat. Kutarik pintu toiletnya dan berlari ke ruang tengah. Kebetulan seluruh keluargaku sedang berkumpul.
Mereka iba ketika melihatku menangis tertahan. Dadaku naik turun menahan amarah. Eomma lebih dulu menyambutku, “Sooran-ah, gwaenchana?”

Aku tak menghiraukan pertanyaannya. Perhatianku hanya satu. Cowok itu, dia malah asyik menekan-nekan remote tv dan sesekali melirikku.
“Hyaaa,” teriakku penuh emosi.
“Hyaaa,” balas appa, “Kenapa berteriak?!”
Aku juga tak menghiraukan pertanyaan appa. Kulempar tester pack yang kugenggam sedari tadi ke wajah cowok itu. “KAU LIHAT PERBUATANMU!!!”
Dia meraihnya dan memperhatikan tester pack itu. Matanya membesar dan ada ekspresi senang di wajahnya. Kulihat dia berdiri dan berjalan menghampiriku. “Kau…kau…ha-hamil?” tanyanya bodoh. Aku menangis sekencang-kencangnya. Sedangkan seluruh keluargaku bersorak-sorai bahagia. Eomma dan appa saling meneriakkan kata ‘cucu’. Hatiku semakin sakit. Dan yang paling membuatku sebal, cowok itu memelukku erat.
“Aku akan jadi appa. Kyuhyun-appa…”
“Lepaskan!!!” teriakku sembari berkutat berusaha melepaskan diri. Dia melepaskan pelukannya dan aku terduduk lemas bersandar ke tembok, masih menangis. “Ottokhae? Eomma, ottokhae?”


Namaku Shin Sooran, delapanbelas tahun. Siswi tingkat tiga Kyunghee High School. Dua tahun yang lalu aku terjatuh dari pohon ketika sedang berusaha menyelamatkan seekor kucing. Tubuhku habis tergores ranting dan kepalaku berkali-kali terbentur beberapa dahan. Sejak saat itu, aku mengalami amnesia.
Minggu lalu aku sadar. Dan tahukah kau? Kehidupanku berubah drastis. Aku sama sekali tak ingat apa yang telah kulakukan selama amnesia. Aku tersadar saat berada di pelukan Kyuhyun. Dia bilang, sebelumnya aku terserang sakit kepala hebat. Tapi aku sama sekali tak ingat kehidupanku dua tahun belakangan. Yang kuingat hanyalah kucing yang terjebak di atas pohon. Dan kupikir aku masih SMA tingkat satu.
Barulah aku tahu ketika eomma menceritakan satu per satu kejadian yang selama ini kualami. Eomma bilang kalau kepribadianku berubah menjadi periang sekaligus genit setelah kecelakaan itu. Dan saat itulah aku mengenal Cho Kyuhyun. Katanya, dulu aku sangat memujanya. Dia memang pria sopan yang sangat tampan dan terkenal di sekolah. Dikarenakan aku berhasil menaklukkannya, aku pun ikut tenar.
Tak habis pikir mengapa dulu aku bisa memujanya. Menurutku, dia itu pria brengsek yang telah menghamiliku. Well, memang tidak sepenuhnya brengsek, karena dia menghamiliku ketika kami telah resmi menjadi suami-istri. Menikah di saat aku masih amnesia. Di situlah letak brengseknya.


“Kau mau makan apa? Biasanya wanita hamil ingin dibelikan sesuatu. Ayo bilang, biar kubelikan apa maumu!” tawar Kyuhyun riang.
“Yang kuinginkan…kau pergi dari hadapanku!” sahutku ketus.
“Aigoo, ngidammu unik sekali,” sahutnya polos, “Baiklah, aku nonton tv di luar bersama eomonim. Kau baik-baik di sini, ya! Jika membutuhkan sesuatu, panggil saja aku.”
Dia keluar dari kamarku. Oh Tuhan, bahkan kamar ini pun harus berbagi dengannya. Apa yang telah kami lakukan di kamar ini? Mengapa aku bisa seperti ini? Aku sangat membencinya. Aku sangat benci Cho Kyuhyun! Aku harus bagaimana ke sekolah jika perutku membesar nanti?
Kusingkapkan selimut dari tubuhku, lalu beranjak menuju dapur. Kubuka pintu kulkas dan memeriksa isinya. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa kupakai untuk menjalankan rencanaku dan…bingo! Aku menemukan nanas dan lada hitam. Kupotong-potong nanas itu dan kutaburi banyak lada hitam di atasnya. Ketika aku akan melahapnya, Kyuhyun muncul.
“Sooran!” teriaknya seraya merebut sepotong nanas dari tanganku dan melemparnya. “Kenapa begini?!”
“Lepaskan! Aku tak menginginkan bayi ini…”
Kyuhyun terdiam sesaat. Kemudian tiba-tiba saja dia berlutut dan menangis, tubuhnya bergetar ketakutan. “Mianhaeyo…karena aku menikahimu masih dalam keadaan amnesia. Aku salah…mianhaeyo! Sekarang sudah terlanjur. Kumohon jangan lakukan hal bodoh ini lagi. Jangan pisahkan aku dengan calon bayiku! Kumohon, Sooran. Aku akan bertanggung jawab, sungguh akan bertanggung jawab…”
Aku ikut menangis. Seumur hidup belum pernah melihat seorang pria menangis seperti ini. Perasaan ibaku muncul, dan tiba-tiba aku jadi merasa bersalah. “Mianhaeyo, Kyuhyun-sshi…”
Mulai saat itu aku berjanji akan menjaga kandunganku. Bukan demi Kyuhyun, tapi demi calon bayi yang ada di perutku…


“Kenapa bersembunyi?” Tanya Kyuhyun ketika aku sedang mengganti baju di balik pintu lemari. Maklum, di dalam kamarku tak ada kamar mandinya.
“Jangan lihat kemari atau kau akan kupukul,” ancamku seraya mempercepat memakai piyamanya.
“Kenapa harus malu? Kita sudah sering saling melihat…”
“Kyaaaaaaa,” teriakku sembari menutup telinga, “Jangan diteruskan!”
Dia tersenyum dan menggaruk tengkuknya kikuk. Pipinya bersemu merah, begitu pula denganku. “Kita…seperti baru menikah saja. Hanya saja waktu itu situasinya terbalik.”
Aku yang sudah selesai langsung menghambur ke kasur dan dengan tidak tahu malunya dia juga ikut-ikutan tidur di sampingku. “Kau…sedang apa di kasurku?”
“Tidur,” sahutnya polos dengan mata yang sudah terpejam.
“Mwo?!” aku bangun lagi, “Andwae! Kau tidur di luar!”
“Apa yang kau khawatirkan? Kau kan sudah hamil. Maksudku…aku takkan berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunggumu sadar sepenuhnya, baru berani menyentuhmu. Jadi kau tak usah cemas, oke?” Dia menarik selimut dan memakaikannya padaku. Membuatku kehilangan seluruh kata-kata yang siap kutembakkan padanya.
Malam ini aku tak bisa tidur. Entah kenapa aku gelisah dan sedari tadi hanya bisa berguling-guling. Rasanya panas sekali, kamarku tak ada AC-nya. Dan tiba-tiba aku merasakan Kyuhyun terbangun. Aku terkejut dan langsung memejamkan mata berpura-pura tidur.
“Sooran-ah, apa yang harus kulakukan agar kau bisa tidur?” tanyanya lembut.
Aku tak menyahut. Kyuhyun turun dari kasur dan mengambil sesuatu.
“Tidurlah, Sooran-ku sayang!” Kyuhyun mengibas-ngibaskan beberapa lembar kertas padaku. Kemudian sesekali menyeka keringat yang meluncur dari pelipisku. Lalu dia menyanyikan sebuah lagu nina bobok. “Kau ingat lagu ini? Sedari kita masih pacaran, aku selalu menyanyikan lagu ini untukmu melalui telepon. Dan kau sangat senang sekali setelah menikah dapat mendengarnya langsung. Kau ingat, Sooran? Ini ‘Sooran Lullaby’. Lagu yang kuciptakan untukmu. Sooran-ah, aku merindukanmu. Cepatlah sadar sepenuhnya…”
Diam-diam aku menangis. Ya, Tuhan… Perempuan macam apa aku yang tega menyakiti hati pria selembut dia? Kyuhyun, mianhae. Cheongmal mianhae…


Delapan bulan kemudian…
Perutku semakin membesar. Bobot tubuh juga bertambah pesat. Aku gemuk sekali! Di saat semua gadis berlomba-lomba untuk diet, nafsu makanku malah makin menggila. Berat badanku sudah naik dua puluh kilogram.
Kyuhyun memakaikanku sebuah mantel tebal ketika hendak berangkat ke sekolah. Dia sangat menjagaku. Aku dapat merasakan betapa besarnya cinta yang dia berikan pada kami. Ya, bukan hanya pada janin ini, tapi juga padaku. Dia selalu berusaha memenuhi bermacam-macam keinginanku. Aku tak lagi bersikap ketus padanya, tetapi juga tidak terlalu lunak.
“Kalian hati-hati. Kyuhyun-ah, jaga mereka!” pesan eomma.
“Ne, eomonim,” sahutnya sopan sekali, “Kami pergi. Annyeonghi kashipshiyo, Eomonim.”
“Ne. Annyeonghi kyeshipshiyo.”
Aku tertawa geli. Mereka aneh sekali. Kyuhyun hingga saat ini masih menggunakan bahasa formal. Anak ini memang sopan sekali. Tak heran jika eomma dan appa menyukainya. Seperti biasa, dia menjalankan mobilnya amat sangat lamban. Membuatku sebal! Alasannya demi keselamatan. Inilah hal yang membuat kami lebih pagi berangkat ke sekolah.
“Kenapa kita menikah? Kita kan masih sekolah,” tanyaku. Inilah pertanyaan yang selalu kuulang-ulang.
Dia tersenyum dan menjawabnya sabar, “Kita berpacaran dari kelas satu, dan sepuluh bulan yang lalu kau merengek-rengek pada eomonim dan abeonim minta dinikahkan denganku. Masih belum ingat?”
“Mwo?! Aku merengek-rengek?”
“Kau bahkan sempat kabur dari rumah karena mereka tak mengizinkan…”
“Kabur?!” selaku. Omo, pribadi seperti apa aku dua tahun belakangan ini?
Aku diam. Tak ingin bicara lagi. Hatiku terlalu sakit jika sedikit demi sedikit kelakuan burukku selama amnesia itu terungkap. Apa aku seburuk itu? Tapi jika memang sifatku buruk, bagaimana bisa aku menarik hati Kyuhyun si pria baik-baik ini?
Seluruh penghuni sekolah kini tahu kalau aku sudah menikah dan tengah hamil. Tak ada yang mengolokku. Malah mereka selalu membantu dan mengawasiku jika sedang berjalan. Risih sekali memang, tapi aku bersyukur sangat diperhatikan.
Kutekan nomor Kyuhyun, “Yoboseyo? Kyuhyun-sshi, kau bisa ke kelasku?”
Beberapa detik kemudian dia muncul dengan napas tersengal-sengal. “Waeyo? Gwaenchanayo?” tanyanya panik.
“Kau ini kenapa?”
“Ahhh, kupikir kau akan melahir…,” kata-katanya terpotong karena mulutnya kubekap. Kutaruh telunjuk di bibirku. Dia menjauhkan tanganku dari mulutnya, “Mianhaeyo…”
Entah kenapa, aku takut sekali mendengar kata ‘melahirkan’. Menurut beberapa sumber tulisan yang kubaca, kontraksinya sangat sakit sekali. Inilah yang membuatku ngeri. Aku masih remaja, rahimku belum sekuat wanita dewasa. Apa yang akan terjadi nanti? Atau ini hanya ketakutanku saja?
“Aku ingin makan jajangmyeon yang ada di ujung jalan belokan sekolah. Dua porsi, ya!”
Dia tersenyum senang, “Ne. Aku akan segera kembali.”
Selama menunggu, aku jalan-jalan berkeliling. Setiap aku lewat, semua orang membungkuk dan memberiku jalan. Cih, kenapa bisa begini? Memangnya aku siapa? Aku hanya siswi biasa, aku Shin Sooran!
Karena risih, aku kembali ke kelas. Di sana…di mejaku, Kyuhyun sedang menyiapkan dua mangkuk jajangmyeon. Wajahnya berseri-seri dan tak pernah berhenti tersenyum. Aku berjalan menghampirinya. “Cepat sekali,” gumamku takjub. Kulirik dia dan mendapati keringat bercucuran di wajahnya. Kurogoh tasku untuk mengambil tisu dan mengelap keringatnya. Tapi tiba-tiba sebuah ingatan berkelebat di pikiranku. Kejadian yang hampir serupa… Kyuhyun mengelap dahiku dan kulihat ada noda berwarna merah di saputangannya.
Kepalaku pusing sekali. Tubuhku oleng. “Sooran-ah,” panggil Kyuhyun panik, “Gwaenchanayo?”
Aku mengangguk, “Gwaenchana. Ayo, kita makan! Ini punyamu…” Kusodorkan sebuah mangkuk padanya.
“Gomawo…” Dia terlihat sangat senang. Padahal aku hanya memberikan semangkuk jajangmyeon hasil belanjaannya. Senyumnya tulus sekali. Satu-satunya ekspresi paling buruk yang pernah kulihat darinya yaitu pada saat dia memohon waktu itu. Itu yang terakhir kalinya. Aku tak ingin melihatnya bersedih lagi, juga tak ingin mendiamkannya lagi. Aku tak mau berbuat jahat pada seseorang yang sudah sangat sabar merawat, menjaga, dan mencintaiku dengan tulus dalam kondisi apapun.
Kami makan dalam diam. Kuperhatikan dia sangat lahap memakannya dan bibirnya tak pernah berhenti menyungging. Aku tahu kalau jajangmyeon adalah makanan favoritnya, maka dari itu aku memesan ini.
“Aku selesai,” ujarnya seraya mengelap mulutnya dengan tisu, “Ah, mianhae. Aku lupa membeli minuman.”
“Aku bawa, kok. Kau ambil saja di dalam tasku!” Kyuhyun merogoh isi tasku, setelah mendapatkannya, ia menaruh minum itu di meja. “Wae? Ayo, diminum!”
Dia sangat canggung sekali dan malu-malu. Aku jadi bingung! Karena gemas, kuraih tempat minumnya dan menarik sedotan dari dalam, lalu kuarahkan ke mulutnya. “Tak apa-apakah?” tanyanya.
“Apanya? Ayo, cepat minum!” Akhirnya dia meminumnya juga. Setelah itu, aku juga ikut meminumnya.
Kulihat wajahnya tiba-tiba memerah. “Itu…itu artinya kita ciuman tak langsung, kan?” tanyanya malu-malu. “Ini pertama kalinya denganmu dalam pribadi yang ‘asli’, karena dengan Sooran yang dalam keadaan amnesia, kita sudah sangat sering melakukannya secara langsung.”
Kusemburkan air yang ada dalam mulutku dan terbatuk-batuk karena tersedak. Oh, Tuhan. Di zaman seperti ini masih ada pria sepolos dia?
“Gwaenchana…gwaenchana…,” ujarku saat Kyuhyun mulai memijat-mijat tengkukku. Lantas dia duduk lagi di hadapanku. Tatapan lembutnya tak pernah lepas dariku.
“Tunggu sebentar, ya!” katanya seraya berlari keluar kelas.
Aku membersihkan bekas makan kami lalu membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu duduk kembali sambil mengelus-elus perutku dan sesekali mengajak calon bayiku mengobrol. Tak lama kemudian, Kyuhyun muncul dengan dua tangan disembunyikan di balik punggungnya.
“Apa itu?” tanyaku penasaran.
“Tutup matamu!”
Aku menurut. Kudengar langkahnya mendekat, lalu kurasakan dia memasang sesuatu di kepalaku. “Apa ini?”
“Buka matamu!” kubuka mataku dan langsung melihat bayanganku sendiri di dalam cermin. Kyuhyun memegang cermin kecilku sambil tersenyum. “Yeobo, neomu yeppeo. Aku tak peduli kau ini Sooran yang mana. Bagiku Shin Sooran hanya satu. Hanya nama itulah yang terukir di hatiku. Dan hanya kaulah wanita satu-satunya yang ada di singgasana hatiku. Kaulah ratuku, Sooran. Aku akan selalu mencintaimu tak peduli jantung ini berhenti berdetak dan napas ini menghentikan embusannya. Tubuh ini bisa hancur, namun cintaku takkan pernah mati. Sooran-ah, saranghae…”
Aku terharu, sangat terharu. Atau lebih tepatnya, tindakan dan ucapannya itu benar-benar membuatku mengharu biru. Kulihat mahkota yang terbuat dari beberapa tangkai bunga yang dililitkan membentuk lingkaran dan dihiasi berwarna-warni bunga melingkar di atas kepalaku. Cho Kyuhyun, kau membuatku benar-benar jatuh cinta padamu! Aku yang sekarang, bukan hanya aku yang dua tahun belakangan ini. Aku benar-benar mencintaimu…
Tetapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba saja perutku sakit sekali. Entah bagaimana harus kulukiskan dengan kata-kata, yang jelas hal ini mampu membuatku menjerit-jerit kesakitan.
Kyuhyun cemas dan panik. Dia berlarian di sepanjang koridor meminta bantuan. Teman-teman di kelas sibuk menelepon taksi. Tak lama kemudian Kyuhyun muncul dan hendak menggendongku, namun air ketubanku pecah dan sempat membuatnya berteriak-teriak panik.
“Apa ini?! Air apa ini?! Sooran-ah, bertahanlah!”
“Kyuhyun-sshi, itu air ketuban. Ayo cepat bawa dia ke rumah sakit!” sahut anak-anak yang mengerubungi kami.
“Kyuhyun-ah, sakit. Aku takut,” rintihku.
“Gwaenchana, Sooran-ah. Gwaenchana…,” sahutnya menenangkanku, padahal dari nada suaranya kentara sekali dia pun ketakutan.
Kyuhyun segera membopongku keluar sekolah. Saat kami tiba di pintu masuk utama, aku masih bisa melihat deretan taksi yang menunggu dengan para supir yang memanggil-manggil kami untuk masuk ke dalam taksinya.
“Kenapa bisa banyak taksi begini? Aku kan bawa mobil…,” teriak Kyuhyun.
“Masuk saja ke salah satu taksinya. Jangan buang-buang waktu! Kasihan Sooran,” saran seonsaengnim yang ikut-ikutan panik.
“Ne. Tolong beritahu orang tua kami! Hpku tertinggal di kelas,” teriak Kyuhyun berlari mendekati salah satu taksi.
Di dalam taksi, aku tak berhenti menjerit dan menarik-narik jas seragam Kyuhyun. Kulihat dia menitikkan air mata dan berkali-kali bergumam. “Baby, kumohon tunggu sebentar. Jangan keluar di sini, sebentar lagi kita akan segera sampai di rumah sakit. Kumohon, Baby!”
Baby? Walau dalam keadaan kesakitan, aku masih ingin tertawa mendengarnya meracau seperti itu. Tetapi sayang, rasa sakit ini mengalahkan segalanya.
Setelah sampai di rumah sakit, aku langsung dibawa ke ruang bersalin. Pegangan tanganku tak pernah lepas dari kerah seragamnya. Aku ingin dia juga masuk menemaniku.
Ketika aku berjuang mengerahkan seluruh tenaga untuk melahirkan, di saat itulah beberapa potongan ingatan berkelebat dalam pikiranku…


Beberapa hari kemudian…
Kyuhyun asyik sekali dengan mainan barunya. Dia benar-benar tak ingin lepas dari Chihyun. Kami memberinya nama Cho Chihyun. Anak kami perempuan, hal itu membuat Kyuhyun semakin tersenyum sepanjang hari. Dan pagi ini seperti biasanya, jika aku sedang tak menyusui, Kyuhyun akan terus menggendongnya. Ia tak pernah bosan. Tak bisa kubayangkan bagaimana ekspresi dan perasaannya jika hal bodoh dulu saat aku ingin menggugurkannya terjadi.
“Kyuhyun-ah, tidurkan Chihyun dan ajak aku jalan-jalan mengelilingi rumah sakit!” pintaku kesal.
“Shiruh! Aku ingin mengajaknya juga. Boleh, kan?” tolaknya.
Pintu masuk menggeser. Kulihat eomma, appa, abeonim, eomonim, dan onnie Ah Ra datang membesuk. Ruangan ini menjadi sangat berisik, karena para orang tua itu saling rebutan ingin menggendong bayinya. Aku sempat melihat ekspresi Kyuhyun. Kentara sekali dia sangat kecewa dipisahkan dari anaknya.
“Baiklah, ayo kita jalan-jalan!” ajaknya menyerah membuatku tertawa geli.
Sesampainya di kantin rumah sakit, kami duduk di salah satu meja dan memesan minuman. Dia menarik tanganku dan memainkan gelang pasien yang terpasang di sana. Ekspresinya tenang sekali dan hangat. Ia terus tersenyum. Kutarik tanganku itu dan mendekatkan tubuhku padanya, setelah wajah kami cukup dekat, kukecup pipinya.
“Soo…Sooran…,” ujarnya terkejut setengah memekik. Kutarik kembali tubuhku menjauh darinya dan tersenyum nakal lalu memeletkan lidah. Kyuhyun menggaruk tengkuknya. Wajahnya sudah seperti tomat matang. “Ke…kenapa tiba-tiba?”
“Hanya ingin memberimu pelajaran. Dulu juga kau sering begitu, kan?”
“Oh…,” Kyuhyun menyeruput kopinya santai dan tak lama kemudian tersedak, “Itu…itu artinya kau…”
“Aku sudah ingat semuanya. Sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu saat melahirkan…”
“Mwo?!” pekiknya, “Kenapa kau tak bilang?”
Kugenggam tangannya, “Aku hanya mencari waktu yang tepat untuk memberitahukannya padamu. Lagipula, bagaimana kita bisa bicara serius kalau seharian penuh kau hanya bermain-main dengan Chihyun. Huh, eommanya didiamkan!” sungutku cemburu.
“Kau ini… Dia kan anakmu juga. Apa salahnya jika aku bersamanya terus?” protesnya.
Aku tersenyum. Dia benar-benar membuatku geli. “Kau marah?”
“Aniyo…”
“Jagi, kau marah!”
“Aniyo…”
Kukecup lagi pipinya dan hal itu membuat wajahnya makin memerah.
“Cih, sekarang kau tahu kan bagaimana dirimu saat amnesia? Genit sekali!”
“Ne?!” protesku marah dan dia langsung mengaleng bahuku lembut.
“Ayo, kembali ke kamar!” ajaknya.
“Omo, Chihyun… Kau beruntung…”
“Jagi, kau cemburu!”
“ANIYO!!!”


Kutidurkan Chihyun ke dalam boxnya. Rumah ini menjadi sangat ramai dengan adanya tangisan bayi. Kupakaikan selimut padanya, setelah itu berbalik hendak ke kasur untuk tidur. Hari ini sangat melelahkan. Dari pagi aku, Kyuhyun, dan Chihyun berjalan-jalan untuk yang pertama kalinya sejak pulang dari rumah sakit beberapa minggu yang lalu.
Saat akan menghampiri kasur, kulihat Kyuhyun sudah berbaring duluan di sana, bertelanjang dada dengan satu tangan menopang kepalanya. “Jagiii…,” panggilnya genit.
Aku terkekeh. “Aku lelah…”
“Oh ya?” dia berjalan menghampiriku dan menggendongku ke kasur. “Ini kewajibanmu!”
Lagi-lagi aku terkekeh. Lucu sekali jika sifat kekanak-kanakkannya muncul. Tanpa aba-aba, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku dan…
“Aigoo… Chihyun…,” protes Kyuhyun kesal karena terganggu oleh tangisan Chihyun. Kupukul lengannya pelan dan mendengus.
“Kau kurang beruntung! Hahaha…,” sahutku seraya berjalan menuju box dan menggendong Chihyun berusaha membuatnya diam.
“Aku sudah menunggu berbulan-bulan…,” gumam Kyuhyun kecewa.
“Chihyun-ah, gomawo sudah menyelamatkan eomma dari terkaman appamu. Eomma benar-benar lelah hari ini.”
Kulirik Kyuhyun memanyunkan bibirnya sebal dan memakai piyamanya kembali. “Besok malam kau tak boleh mengganggu eomma dan appa! Chihyun, arasseo?!” Dia menarik selimut dan memejamkan matanya. Aku terkikik geli. Appa macam apa dia ini?!
Sekarang aku tahu mengapa aku bisa jatuh cinta padanya. Di saat aku terjatuh dari pohon dua tahun lalu, dialah yang menolongku. Kyuhyun adalah orang pertama yang kulihat dalam pribadi yang baru. Maka dari itu, aku merasa batinku terikat dengannya. Sejak saat itu aku tak pernah bisa lepas darinya. Begitu pula dengan dia, tak dapat lepas dariku.
Saat amnesia sifatku berubah menjadi periang dan agak genit. Dua sifat itu masih pribadiku yang asli. Sifat yang tersembunyi di bawah alam sadarku akhirnya muncul dan mengubur sifat-sifatku sebelumnya. Dengan pribadiku yang baru, akulah tipe gadis yang disukai Kyuhyun.
Dan di saat aku sadar, di mana kedua sifatku itu kembali terkubur dan digantikan oleh sifat pendiam, pemarah, dan pengecutku yang sebelumnya, aku kembali mencintainya. Kyuhyun bisa menerimaku dalam keadaan apapun. Bahkan di saat tipe idamannya itu menghilang.
Kini seluruh kepribadianku menyatu. Periang, genit, pemarah, semuanya bersatu di dalam diriku. Aku menjadi Shin Sooran yang utuh. Dan sekarang aku benar-benar mengerti, dalam keadaan apapun, pribadi manapun, aku akan tetap kembali mencintainya. Karena kami ditakdirkan dalam satu jiwa untuk saling mencintai.

The End

share @superdiya.wordpress.com

Tidak ada komentar: