Minggu, 26 Februari 2012

^^Super Junior FanFiction: “Am I Marrying The Right Man?”^^ [Part II]


^^Super Junior FanFiction: “Am I Marrying The Right Man?”^^

[Part II]

Esoknya, Siwon mengajakku untuk ikut ke kantor SM. Dia mengenalkanku secara resmi pada seluruh member, dan kebetulan di sana juga ada istrinya Leeteuk-oppa dan Hangeng-oppa. Aku disambut hangat oleh mereka berdua dan menyuruhku untuk duduk di antara mereka.
Dengan sangat antusias mereka berdua menceritakan kehamilan mereka. Kim Seera, istrinya Leeteuk-oppa tengah hamil tua. Usia kandungannya telah menginjak sembilan bulan. Sedangkan Lee Soo Hyeon, istrinya Hangeng-oppa sedang hamil muda. Usia kandungannya baru menginjak tiga bulan. Aku terjepit di antara pembicaraan yang sama sekali tak ingin kudengar. Mereka membuatku iri. Aku tak tahu kapan aku bisa memiliki anak. Aku tak tahu kapan Siwon mulai bisa mencintaiku…
“Onnie…,” panggil Jiwon setengah berteriak.
“Jiwon-ah,” sela Kangin-oppa dan langsung memeluknya. Eunhyuk yang sedang mengajari Kyuhyun dance, langsung terpecah konsentrasinya begitu melihat hyungnya menggoda Jiwon.
“Hyung!” teriaknya memprotes.
Wae?” Kangin-oppa balas membentaknya.
“Sudah Hyuk-oppa, jangan coba-coba mencari masalah dengan Kangin-oppa. Aku tak ingin kau babak belur!” cegah Jiwon dan Eunhyuk menurut. “Onnie, ayo kita berangkat!” ajaknya padaku.
Aku mengangguk dan pamit pada kedua ibu hamil itu. Lalu berjalan menghampiri Siwon yang sedang diajari dance oleh Donghae. Aku membungkuk pada Siwon, “Yeobo, aku pamit pergi.”
Siwon berhenti sebentar dan menoleh padaku lalu mengangguk, “Hati-hati!” ujarnya dingin dan melanjutkan latihannya lagi. Hanya itu? Memang benar, aku tak bisa berharap banyak darinya. Kulihat Leeteuk-oppa dan Seera-onnie sedang bermesraan mengelus-elus perutnya. Aih, aku iri…
Yeorobun, kami pamit pergi. Annyeong haseyo…”
Ne. Hati-hati, Dongsaeng-ah!” teriak Heechul-oppa.
Kulihat Siwon sama sekali tak melirikku. Aku benar-benar sedih, tapi aku harus bisa menerimanya. Ini pilihanku untuk menikah dengan pria yang sama sekali tidak mencintaiku.
+++++++
Studio balet. Maret 2009 – 10:00am.
“Onnie, banyak yang bilang kalau kau sangat beruntung menikah dengan oppaku. Tapi kalau menurutku, onnie amat sangat sial,” celetuk Jiwon saat kami sedang berada di kamar ganti.
Wae?”
“Karena oppa banyak fansnya, itu pasti bikin onnie sial. Aku jamin!”
“Jiwon-ah, kau menyumpahiku?”
“Hahaha. Aku bercanda.”
Aku mengacak-acak rambut adik iparku itu dan meninggalkannya duluan menuju ruang latihan. Saat aku membuka pintu kayu besarnya, tak terlihat satu pun dari muridku. Ruangan masih kosong, padahal sudah pukul sepuluh dan mereka tak pernah terlambat sebelumnya.
Aku diam, belum berani untuk masuk ke dalam. Jiwon yang entah kapan datangnya sudah berada di belakangku. “Kemana mereka?” tanyanya.
Aku menggeleng, “Kita tunggu saja.”
Tiga puluh menit… Satu jam… Dua jam… Tiga jam… Belum ada satu pun yang datang. Ini membuatku cemas. Tak henti-hentinya selama tiga jam aku memelototi pintu kayu itu, menunggu mereka muncul dari baliknya. Namun nihil…
“Aish… Biar aku lihat keluar, Onnie,” Jiwon menawarkan diri.
Lima menit kemudian Jiwon muncul. Tak membawa satu orang pun kecuali setumpuk amplop di kedua tangannya. “Apa itu?” tanyaku.
“Entahlah. Sepertinya mereka mencoba mengabari lewat surat-surat ini. Tapi kenapa warnanya biru semua, ya?”
Aku segera membuka amplop itu satu per satu. Kubaca secarik kertas yang ada di dalamnya. Klise!!! Semua isinya hampir sama. Mereka berhenti karena tak suka aku menikah dengan Siwon. Omo~ Aku baru tahu kalau mereka itu ELF. Ternyata mereka mendaftar ikut balet karena ada Jiwon?! Tak bisa kupercaya!
“Jiwon-ah, kau benar. Sial sekali aku menikah dengan oppamu. Hahaha~”
Jiwon tersenyum dan memelukku, “Onnie, aku tahu kau sedih. Jangan khawatir, aku akan membantumu mendapatkan mereka kembali.”
“Merepotkan. Tidak usah!” tolakku. “Jiwon-ah, belanja ke supermarket, yuk. Aku ingin masak untuk oppamu.”
+++++++
Sore ini dapur kediaman keluarga Choi telah berhasil kami kuasai. Susah payah aku berusaha melupakan kejadian tadi siang. Tidak mudah memang, tapi aku berusaha mengalihkannya pada kegiatan memasak, hobiku.
“Onnie, aku belum pernah memasak ini sebelumnya. Coba kalau Changmin masih ada. Aku juga ingin memasakkan ini untuknya…”
Kudekap dadaku. Rasanya sesak sekali mendengar nama almarhum adikku. “Jiwon-ah, kau mencintainya?”
Jiwon mengangguk. Kulihat dia mulai menangis. “Aku menyesal kenapa tidak dari dulu aku mencintainya. Mengapa di detik-detik terakhir kami bersama aku mulai merasakannya? Padahal dia sudah sangat baik padaku.”
“Sudahlah,” aku memeluknya, “Sekarang dia sudah tenang beristirahat. Kau jangan sedih seperti ini, nanti dia ikut sedih.”
“Kenapa aku bisa kehilangan dua orang sekaligus?” Tangisnya mengeras, “Aku kehilangan suamiku, sebulan kemudian aku kehilangan calon bayiku. Ini tidak adil!”
“Jiwon,” aku kehabisan kata-kata dan bersikeras menahan tangis, “Sudah ada Eunhyuk di sisimu.”
Dia melap air matanya, “Ya. Aku juga mencintainya. Cih, aneh sekali kedengarannya mencintai dua pria sekaligus.”
Kulepaskan pelukanku dan kutatap wajah cantiknya, “Hey, tak ada yang salah jika mencintai almarhum suami dan pacarmu yang sekarang. Manfaatkan waktumu dengan baik. Cintai Eunhyuk sepenuh hati! Tuhan masih memberikanmu kesempatan untuk bahagia. Arachi?”
Jiwon mengangguk semangat.
Tepat pukul tujuh malam, makanan sudah terhidang di meja makan. Tidak lama kemudian, Siwon dan Eunhyuk datang.
“Ahhh, bocah ini… Pasti senang sekali dia bisa makan gratis di sini!” sindir abeonim pada Eunhyuk.
“Memangnya salah jika calon menantu kita makan malam di sini?” bela eomonim.
Ani.”
Kulihat Eunhyuk hanya mengangguk-angguk malu dan salah tingkah.
“Enak sekali. Jiwon-ah, kau yang buat ini semua?” puji Siwon yang membuat pipiku memerah.
Aniyo. Aku hanya bantu memotong-motong. Yang masak semua ini Chaesa-onnie.”
Siwon tertegun, lalu meneguk air putih sebanyak-banyaknya dan pergi dari meja makan.
“Habiskan makananmu!” perintah abeonim.
Siwon berbalik, “Appa, aku sudah kenyang. Jiwon, Chaesa, terima kasih untuk makan malamnya. Aku tidur duluan, lelah sekali. Annyeonghi jumushipsiyo…”
Abeonim mengertakan giginya. Aku tak bisa tinggal diam, aku takut Siwon dimarahi hanya karena hal sepele seperti ini. “Abeonim, mungkin Siwon sudah makan di luar. Dan sepertinya pekerjaannya hari ini membuatnya benar-benar lelah. Kumohon, biarkan dia tidur duluan!” belaku.
Abeonim melirik Eunhyuk, “Makan di luar? Kau juga kalau begitu?”
Hyuk membeku, kemudian mengangguk perlahan.
“Ah, aku lupa. Sejak kapan kau bisa menolak makanan gratis? Itu mustahil. Hahaha.”
“Appa!” protes Jiwon.
Ini benar-benar membuat Hyuk membeku, mengeras, dan mukanya mulai membiru saking malunya. Tawa abeonim berhenti setelah eomonim memelototinya.
“Hyukjae-ah, makanlah yang banyak! Karena kau harus menjaga Jiwon. Jadi kau harus selalu dalam keadaan fit,” hibur eomonim yang dibalas anggukkan dari Eunhyuk.
Ne, kamsahamnida.”
Selesai makan, aku langsung masuk ke kamar. Badan sudah benar-benar lelah, ingin sekali kubaringkan untuk meluruskan pinggang. Kulihat Siwon sudah tertidur pulas di sofa. Sofa yang tidak terlalu besar, tidak mampu menampung kaki panjangnya yang menggantung di ujung lengan sofa. Aku mengambil selimut dari dalam lemari dan memakaikan ke tubuhnya hingga menutupi kaki. Kuperhatikan wajahnya saat tidur. Lucu sekali. Bulu matanya saling beradu, nafasnya lembut, terlihat sangat damai.
Kubelai lembut rambutnya. Tanpa terasa air mataku jatuh. “Kau suamiku. Tapi aku tak bisa berharap banyak darimu. Apa gunanya kita menikah?”
Siwon menyahut melalui nafas lembutnya. Kuhapus air mataku dan naik ke atas kasur. Tumpukan bantal itu lebih menarik minatku dibandingkan melototi wajahnya Siwon yang sudah dalam keadaan tak sadar. Kupejamkan kedua mataku, dan…
DOK DOK DOK~
Aku tersentak dan spontan bangun dari tidurku.
“Siwon-ah, Chaesa-ah!”
Abeonim? Mau apa dia?
“Cepat buka pintunya!” teriaknya. Aku turun dari kasur dan menghampiri sofa. Kubangunkan Siwon yang sama sekali tak bergerak. Kugoyang-goyangkan tubuhnya supaya bangun.
“Siwon, Siwon, Siwon!!!” bisikku.
Siwon membuka matanya perlahan dan bangun. “Waeyo?”
“Pindah ke kasur sekarang juga!” titahku panik. Aku berlari ke toilet untuk mengganti pakaian tebalku dengan gaun tidur yang tipis. Saat keluar dari toilet, kulihat Siwon masih duduk di sofa.
“Kenapa sibuk sekali? Ada apa?” tanyanya bingung.
“Abeonim di luar, menyuruh kita membuka pintu!”
Mwo?” pekiknya segera berdiri dan melepas pakaian dan celana panjangnya. Yang tersisa hanyalah boxer hitam. “Chaesa-ah, lingkarkan lenganmu ke pinggangku. Cepat!”
Kulingkarkan lengan kananku ke pinggangnya dan tangan kiri Siwon menggantung di pundak kiriku. Aku benar-benar gugup. Ini pertama kalinya aku menyentuhnya tanpa pakaian. Kami berjalan menuju pintu. Siwon berbisik sebelum membukanya, “Kau bisa kan berakting pura-pura bangun tidur?” tanyanya dan aku mengangguk. Lantas dia mengacak-acak rambutku agar terlihat seperti bangun tidur.
Siwon membuka pintunya. Abeonim kaget sekali melihat penampilan kami yang berantakan.
“Aku mengganggu?”
“Sangat, Appa…,” sahut Siwon seraya pura-pura menguap.
“Oh, mianhae,” katanya kikuk sambil berbalik dan pergi. “Aku hanya ingin memastikan…”
Siwon menutup pintunya. Lantas memakai pakaiannya kembali. Sedangkan aku sudah tak sanggup untuk mengganti baju. Mataku sudah sangat berat, ngantuk sekali. Aku naik ke kasur dan menarik selimut lalu memejamkan mata.
“Chaesa-ah, apa aku boleh tidur di kasur juga? Kakiku pegal sekali jika harus terus-terusan menggantung di sofa.”
Aku syok mendengarnya, jantungku berdegup kencang. Tapi rasa kantuk ini mengalahkan segalanya. Aku hanya bisa bilang ‘ya’. Kurasakan Siwon naik ke kasur dan memakai selimut yang sama. Aku berusaha membuka mataku dan melihatnya tidur memunggungiku. Karena kesal, kubalas memunggunginya.
+++++++
Aku mendengar Jiwon mengetuk pintu kamar cukup keras. Mungkin dari tadi dia berusaha membangunkan tapi tidak ada respon. Namun kali ini cukup membuatku tersadar. Kugerakkan tubuhku untuk meregangkan otot. Sepertinya ada yang menghimpit kakiku, karena sama sekali sulit untuk digerakkan. Bibirku menempel pada bantal yang aneh, rasanya halus sekali. Kubuka mataku perlahan-lahan. Di depan mataku sudah ada sebuah bola mata yang juga sedang memperhatikanku.
“Aaaaaa,” aku dan Siwon berteriak.
Refleks kami saling menjauh. Kubalutkan selimut ke tubuhku yang gaun tidurnya sudah tak karuan. Kulihat Siwon terjungkal ke sisi lain tempat tidur. Dia memegangi lengannya dan meringis kesakitan.
Jadi… Yang menjepit kakiku tadi adalah kakinya, dan y ang kukira bantal, itu adalah pipinya Siwon. Dan selama tidur, kami berpelukan? OMO~~~
“Oppa, Onnie, gwaenchanayo?” tanya Jiwon panik dari luar.
Ne,” sahut kami bersamaan.
“Sarapan sudah siap. Appa dan Eomma menunggu di bawah.”
“Kami segera turun!” teriak Siwon. Dia menatapku dengan wajah yang memerah, “Kau saja yang mandi duluan!”
Aku mengangguk dan bergegas ke kamar mandi, masih dengan selimut yang membebat tubuhku.
Lima belas menit kemudian, aku selesai mandi. Ketika keluar, kulihat Siwon melanjutkan tidurnya di sofa. “Siwon, Siwon… Bangun, kau harus mandi!”
Dengan mata masih terpejam, Siwon bangkit dari sofa dan berjalan oleng menuju kamar mandi. Aku menahan tawa melihatnya. Ternyata aktor dan penyanyi besar seperti dia kelakuannya aneh juga.
Aku membereskan tempat tidur. Melipat dan memasukkan selimut bekas Siwon pakai semalam ke dalam lemari. Aku juga merapikan rak buku yang berantakan karena tersenggol tangan Siwon ketika terjungkal dari kasur tadi. Kemudian aku berjalan menghampiri meja rias. Meja ini sebelumnya tidak ada. Setelah kami menikah, abeonim membelikannya untukku.
Kuambil krim wajah dan memoleskannya pada wajahku. Setelah itu kububuhi bedak. Terdengar pintu kamar mandi terbuka. Dari cermin aku melihat Siwon keluar, namun…
“Kyaaa~”
Siwon terlonjak dan menatapku sebentar kemudian berganti menatap tubuhnya, “Aaaaaa… Mianhae…” Siwon berlari kembali masuk ke kamar mandi.
Kulepas kedua tanganku dari wajah. BAGAIMANA BISA DIA LUPA MEMAKAI BAJU?! Apa dia lupa kalau dia sudah menikah? Kyaaa… Aku melihatnya!!!
Sekarang kami semua sudah berkumpul di meja makan. Suasana cukup sunyi, hanya ketukan sumpit yang terdengar.
“Ada apa dengan pagi ini? Banyak sekali paduan suara di rumah ini,” sindir abeonim.
Aku dan Siwon tak berani menyahut. Kami makan dalam diam dan tak pernah sekali pun berhenti menunduk. Ah, ini benar-benar pagi yang menggemparkan.
Siwon berangkat lebih dulu dibandingkan yang lainnya karena harus menjalani filming. Sedangkan aku dan Jiwon berencana untuk mencari murid baru. Kami berkeliling menempelkan beberapa poster di jalanan dan membagikan pamflet pada anak sekolah yang lewat. Setelah itu kami beristirahat di Cheongdam Park.
“Onnie, boleh kutahu kenapa pagi tadi sangat berisik?” celetuk Jiwon yang membuatku tersedak kopi panas.
Gwaenchana,” kataku ketika Jiwon berusaha memijat tengkukku, “Mmmm… Tadi memang pagi yang…menggemparkan! Haha.”
“Boleh kutahu kenapa?”
Aku menimbang memikirkan harus kuberitahu atau tidak masalah ini. Aku tak ingin ada orang yang mengasihaniku, tapi jika terus-terusan kusimpan sendiri, aku bisa stress!
“Jiwon-ah, aku hanya menceritakannya padamu. Jadi tolong jangan beritahu siapapun. Oke?” kataku akhirnya.
Jiwon mengangguk dan memberikan jari membentuk “V” padaku.
Aku menceritakan kejadian memalukan tadi pagi padanya. Dan kulihat dia sangat kebingungan. “Onnie, kau bilang…kau melihat… Aish, bukannya kalian sudah berbulan madu, kan?”
“Ini inti dari yang ingin kuceritakan padamu,” kuhela napas dalam-dalam, “Aku dan oppamu belum pernah melakukan apapun. Dia takkan pernah menyentuhku. Dia tak mencintaiku…sama sekali!”
Mwo?! Jadi kalian… Ya Tuhan, Onnie…” Dia langsung memelukku ketika dilihatnya aku menangis.
“Dia bilang kalau aku tidak boleh berharap lebih darinya. Dan terkadang dia suka bersikap dingin padaku. Bukankah dia pria yang baik, Jiwon? Oppamu pria baik yang selalu dikagumi semua orang, kan? Tapi kenapa padaku sikapnya seperti ini? Begitu tahu aku yang memasak pun dia langsung pergi tak mau memakannya lagi. Apa salahku?”
Jiwon memelukku lebih erat, “Onnie, aku akan bicara padanya.”
Andwae! Jiwon, kumohon jangan ceritakan hal ini pada siapapun. Kumohon, berjanjilah padaku!”
“Baiklah, aku janji.”

To Be Continue ………

share by superdiya.wordpress.com

 


Tidak ada komentar: