^^Super Junior
FanFiction: “Am I Marrying The Right Man?”^^
[Part IV]
Kubawakan kopi panas untuknya ke dalam kamar. Dia masih
merapikan koper dan baru saja meletakkan laptopnya di antara tumpukan baju. Aku
menaruh kopinya di atas meja kecil sebelah kasur.
“Sampai kapan?”
“Entahlah. Kalau dilihat dari jadwal, sampai tiga bulan
sepertinya.”
“Selama itu?” tanyaku syok.
Siwon menghentikan aktivitasnya lantas berjalan menghampiriku,
“Aku akan sering-sering meneleponmu, kalau aku tak sibuk.”
Aku mengangguk dan Siwon melanjutkan merapikan kopernya.
“Kenapa kau ikut bangun? Ini kan masih jam empat pagi.”
“Mana boleh aku membiarkanmu repot sendiri. Aku ingin membantu
dan mengantarmu sampai Incheon.”
Siwon menatapku dan tersenyum.
Sekitar pukul lima, aku, Siwon, dan Jiwon sudah sampai di
Incheon Airport. Aku dan Jiwon sengaja datang untuk mengantar kepergian member
Super Junior M. Kulihat Hyeon mengeluarkan pasportnya.
“Hyeon-ah, kau ikut?”
Dia mengangguk, “Eomonim ingin sekali bertemu dengan cucunya.”
Kulirik Han Jae Hee dalam pelukannya. Lucu sekali, kepalanya
dipakaikan topi rajut mungil berwarna biru. Aku yakin, kelak dia akan tampan
seperti appanya.
Kudengar pemberitahuan bahwa pesawat menuju China akan segera
lepas landas. Kuedarkan pandanganku mencari Siwon yang tiba-tiba menghilang.
GREP!
Seseorang menutup kedua mataku. Kuraba tangannya yang besar. Tak lama kemudian dia melepaskan tangannya. Kuputar tubuhku ke belakang untuk melihat siapa pelakunya.
Seseorang menutup kedua mataku. Kuraba tangannya yang besar. Tak lama kemudian dia melepaskan tangannya. Kuputar tubuhku ke belakang untuk melihat siapa pelakunya.
“Aku pergi dulu,” pamitnya tak jelas karena sambil menggigit
setangkai mawar merah.
“Siwon,” gumamku lirih.
Dia memelukku erat dan kubalas pelukannya. Mawar itu kini
berpindah tangan menjadi milikku. Dia berlari mengejar Henry dan mengaleng
tubuh kecilnya. Mereka semua melambai padaku dan Jiwon.
“Chaesa-ah, tak usah cemas! Aku akan mengawasi Siwon. Dia takkan
bisa selingkuh,” teriak Donghae yang disambut jitakan dari Siwon di kepalanya.
“Tak usah, aku percaya padanya. Sampai jumpa. Hati-hati, ya!”
Mereka menghilang. Aku dan Jiwon beranjak meninggalkan bandara.
Seperti biasa, kami pergi ke studio. Kembali kemari membuatku
stress. Sampai saat ini belum ada seorang pun yang mendaftar. Sedangkan dari
kemarin pengelola gedung terus-terusan memintaku melepas kontrak jika gedung
ini tak dipakai. Karena akan ada seorang pengusaha yang ingin menggunakannya.
Aku dan Jiwon sudah berusaha keras mencari murid. Setiap melihat
wajahku, mereka yang kami tawarkan, langsung pergi menjauh. Dan sialnya, kenapa
selalu penggemarnya Siwon yang kebetulan kami tawari? Kenapa kami tidak dipertemukan
dengan seseorang yang bukan penggemarnya?
Aku terus memutar otak bagaimana caranya mendapatkan
murid-muridku kembali. Aku tak ingin harabuchi sampai campur tangan menangani
masalah ini. Aku ingin berdiri sendiri, aku ingin mandiri.
~Baraboneun noonbit sokeh noonbit sokeh naneun machi naneun
micheo mwuheh holin nom. Baraboneun noonbit sokeh noonbit sokeh naneun machi
naneun micheo mwuheh holin nom~
“Yoboseyo?”
“Chaesa-ah, aku masih di pesawat. Yang lain sedang tidur,
sedangkan aku tak bisa. Makanya kuputuskan untuk meneleponmu. Kau sedang apa?”
“Aku sedang di studio balet.”
“Sepagi ini?”
“Ya, ada murid yang minta diajari secara eksklusif.”
Kudengar ada suara pramugari yang memintanya untuk menutup
telepon.
“Ah, aku disuruh mematikan teleponnya. Nanti kutelepon lagi jika
sudah sampai. Shim Chaesa, hwaiting!!!”
“Ne,
Choi Siwon, hwaiting!!!”
Kututup teleponnya dan kutaruh hpku ke dalam tas.
“Kenapa harus berbohong?” tanya Jiwon tiba-tiba. “Kenapa tak
jujur saja kalau keadaan kita sedang terjepit?”
“Aku tak ingin dia merasa bersalah.”
“Tapi Onnie, ini kan memang salahnya. Well, nggak sepenuhnya sih.
Tapi kan siapa tahu dia punya solusi untuk menyelesaikan ini semua…”
“Jiwon-ah, oppamu sibuk. Aku tak ingin menyita sebagian
pikirannya hanya karena hal ini.”
“Terserah Onnie, deh. Tapi menurutku, sepertinya oppa sudah
mulai menyukai Onnie.”
Masak sih? Aku tak merasakannya. Perlakuan Siwon tak ada yang
spesial untukku, ya kecuali bunga mawar tadi. Aku benar-benar tidak yakin dia
sudah mulai mencintaiku. Dan acara jalan-jalan di Dosan Park tadi malam, aku
yakin sekali kalau itu adalah salah satu usahanya untuk membiasakan diri
mencintaiku.
Kulirik Jiwon yang sedang tak bersemangat, “Jiwon-ah, gwaenchana?”
“Ne?
Oh, gwaenchana.”
“Ceritakan padaku!”
Jiwon tersenyum simpul dan berjalan menghampiriku. “Aku
benar-benar tak bisa menyembunyikan apapun darimu. Onnie lebih peka
dibandingkan eomma.”
“Bahasa non-verbalmu yang memberitahuku. Ceritakan padaku, kazha!”
“Tadi malam, saat aku berkunjung ke rumah Hyuk-oppa…,” dia
menghela napas berat, “…ada sesuatu yang terjadi dan mengganjal perasaanku
sampai sekarang.”
Aku sabar menunggu kelanjutannya, karena mata Jiwon mulai
berkaca-kaca.
“Ahjumeoni… Dia kurang menyukaiku hanya karena aku seorang
janda. Sora-onnie selalu berusaha membelaku jika aku sedang diintimidasi
ahjumeoni. Tapi Hyuk-oppa, dia malah diam tak pernah membelaku sekali pun. Dan
ketika pulang, Hyuk-oppa menurut pada eommanya untuk tidak mengantarku. Jadi
aku pulang sendirian.”
“Jadi, saat kau pulang pukul satu malam itu kau sendirian?”
tanyaku syok.
Jiwon mengangguk, “Aku bertengkar hebat dengannya setelah sampai
rumah melalui telepon. Dia bilang kalau aku bodoh karena tidak bisa mengambil
hati ahjumeoni. Onnie, aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana tadi malam.
Aku benar-benar tersinggung dan takut oleh ahjumeoni. Dan parahnya, Hyuk-oppa
seenaknya saja menyalahkanku.”
“Hubungan kalian?”
“Kami tidak putus, hanya bertengkar. Jujur saja, kami berdua tak
ingin putus. Kami saling mencintai.”
Kutarik Jiwon ke dalam pelukanku, “Pertahankan hubungan kalian!
Hanya itu yang bisa kusampaikan.”
“Ne, kamsahamnida.”
Setelah menunggu lebih dari sepuluh jam, akhirnya kami menyerah.
Tak satu pun orang yang datang untuk mendaftar. Ditambah lagi suasana hati
Jiwon sedang buruk. Kami pun pulang.
Setelah sampai rumah, abeonim memanggil kami untuk ikut menonton
televisi. Aku menurut, sedangkan Jiwon pergi ke kamar dengan alasan tak enak
badan. Baru saja aku duduk, eomonim langung pergi menuju dapur. Hatiku sakit
sekali. Eomonim memang tidak seterbuka eommanya Eunhyuk yang dengan mudah
memperlihatkan ketidaksukaannya melalui kata-kata. Eomonim ini pendiam, dingin,
dan belum pernah sekali pun mengajakku berbicara sejak pertama kali bertemu di
acara pertemuan perjodohan waktu itu.
Saat memasuki dapur, atmosfernya benar-benar tidak bagus.
Sepertinya eomonim menganggapku tidak ada. Dia benar-benar tidak melihatku
sedikitpun.
Makan malam tiba, semua makanan sudah terhidang di meja makan.
Keadaan semakin canggung karena hanya ada aku, abeonim, dan eomonim. Jiwon
masih belum mau keluar kamar. Makanan yang eomonim berikan pun tidak ia makan.
Setelah selesai, kucoba mengantarkan makan malam Jiwon ke
kamarnya. Begitu pintu terbuka, aku melihat dia tengah menelungkup di atas
kasur. Kusodorkan makan malamnya ke hadapan wajahnya. Dia menggeleng. Kutarik
bahunya agar ia duduk menghadapku. Kulihat wajahnya muram dan ada bekas air
mata di kantung matanya.
“Kalau kau begini, bagaimana bisa kau melawan kekeraskepalaan
eommanya Eunhyuk? Kau harus makan, baru mendapatkan kekuatan,” bujukku.
Jiwon menurut. Dia bangun dan menerima makanan yang kusuapi.
“Onnie, sekarang aku tahu bagaimana perasaanmu dicuekkan eomma,” celetuknya
membuat telingaku memerah.
“Aku tidak apa-apa. Eomonim sangat baik padaku.”
“Kau tak bisa bohong. Bahasa non-verbalmu mengatakan yang lain.”
“Kau mengutip kata-kataku, Jiwon!”
“Hahaha~”
“Tertawa lebih cantik. Tertawalah terus, dongsaeng. Aku sangat
menyayangimu. Aku tak ingin melihatmu sedih.”
Jiwon memelukku haru.
Setelah selesai menyuapi dan sedikit berbincang, aku kembali ke
kamarku. Hari ini aku tidak banyak mengeluarkan tenaga tapi tubuh ini rasanya
seperti mau remuk. Melihat kasur rasanya menyenangkan, namun kulirik lemari
baju Siwon yang belum pernah kusentuh. Terpikir untuk membukanya, mencari tahu
barangkali ada sesuatu yang bisa kujadikan pengetahuan bahwa seperti apa
suamiku sebenarnya. Maka aku bergegas menuju lemari besar berwarna cokelat
gelap dan membuka pintunya yang tak terkunci.
Kuacak isi lemarinya. Mencari sesuatu apapun itu yang penting
memberiku tambahan pengetahuan mengenai Siwon. Aku menemukan sebuah kunci di
bawah tumpukan baju. Kucoba memasukkannya ke lubang laci lemari. Bingo! Memang
itu kunci lacinya. Kutarik laci tersebut dan kutemukan sebuah buku tebal usang
bersampul kulit berwarna cokelat. Kuambil bukunya dan kubawa ke meja baca.
Kubuka buku itu, di halaman depan terdapat tulisan: Please don’t open the next page, if you’re
not Choi Siwon!
Aku tersenyum geli. Seperti anak SD!!! Kenapa dia menulis
kalimat aneh seperti itu?! Oh, yeah. I’m
your wife, Honey. So, I can open it…
Kubuka halaman selanjutnya dan kubaca. Ini bukan buku biasa, ini
diari!!! Di halaman ini dia bercerita kalau dia pernah mencoba bekerja part time di sebuah SPBU dan
ketahuan abeonim. Kulihat tanggalnya, 30 April 2003, sepertinya dia masih SMA.
Diari ini tebal sekali, sudah seperti novel. Dia banyak
menuliskan hal-hal lucu mengenai cinta monyetnya. Hingga akhirnya aku sampai di
beberapa halaman terakhir.
28 Februari 2009…
Aku benci appa. Lagi-lagi dia menguasai kehidupan anak-anaknya.
Setelah Jiwon, kini giliranku. Apa dia pikir aku tak bisa mencari calon istri
sendiri? Apa pendamping hidup yang layak itu hanya dia yang bisa menentukannya?
Aish~
Kubuka halaman selanjutnya. Tulisan yang berikutnya, dibuat
seminggu sebelum kami menikah. Jantungku berdegup kencang. Apalagi yang akan
Siwon tuangkan dari hatinya?
03 Maret 2009…
Baru saja aku bertemu eomma. Aku menangis di pelukannya.
Berulang kali aku memohon padanya untuk membujuk appa agar mengurungkan niatnya
untuk menjodohkanku. Aku tahu permohonan ini sia-sia, karena appa tetap
bersikeras pada ambisi menyatukan perusahaannya dengan Tuan Shim. Selain itu,
undangan pernikahan pun sudah disebar. Apa yang harus kulakukan?!
Padahal baru saja aku bisa mendekati Heebon. Gadis itu
sulit untuk didekati oleh pria mana pun. Dan aku berhasil melakukannya. Aku
menyukainya, tapi tidak dengan appa. Dia bilang menikah dengan sesama artis itu
bukan pilihan yang tepat.
Andaikan saja malam ini ada bintang jatuh, maka aku akan memohon
kalau calon istriku itu adalah Cho Heebon.
Kini aku tak berdaya. Aku malu pada ucapanku dulu, saat kuminta
Jiwon dengan tegas menolak untuk dijodohkan. Sekarang aku tahu bagaimana
perasaannya. Sepertiku kini… Amat sangat tertekan!!!
Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi pipi. Siwon… Ternyata
dia sangat tertekan menikah denganku. Aku tidak pernah memikirkan hal ini
sebelumnya. Kalau tahu begini, akan kutolak tawaran harabuchi untuk menikah
dengannya. Sekarang apa yang harus kulakukan? Meneruskan pernikahan ini dengan
membuat Siwon menderita, atau kulanjutkan karena aku tak ingin kehilangan dia?
Aku mencintainya, sangat mencintainya. Dan aku belum menyerah untuk membuatnya
jatuh cinta padaku. Akan kubuktikan kalau dia juga memiliki perasaan yang sama.
Dan Cho Heebon, jadi benar… Siwon menyukai gadis itu. Pantas
saja saat di rumah sakit waktu itu, aku melihat Siwon tersenyum cerah. Senyum
yang belum pernah kulihat jika sedang bersamaku. Janji Siwon pagi tadi pun dia
ingkari. Janjinya untuk meneleponku jika sudah sampai. Buktinya sampai saat ini
pun dia tak kunjung menghubungiku.
Kuambil hpku. Kucoba untuk menghubungi Siwon. Aku rindu padanya,
ingin mendengar suaranya. Tapi berkali-kali kutelepon, panggilanku itu tak dia
jawab…
YYY
Samneung Park. November 2009 – 12:05pm.
“Shim Chaesa,” panggil seseorang.
“Heechul-oppa, Kangin-oppa, Kibummie? Kalian sedang apa?”
“Kau melamun ya dari tadi? Kami sedang filming, tak lihat ada
banyak kamera dan fans di taman ini?”
Kuedarkan mataku melihat sekeliling, “Oh, aku tak
memperhatikannya.”
“Noona, wajahmu pucat sekali. Kau tak apa-apa?” tanya Kibum.
“Ne?”
Kukeluarkan cermin dari tasku. “Oh ya, lumayan.”
“Kau tak apa-apa? Kau sendirian kemari?” tanya Kangin-oppa.
Aku mengangguk, “Aku sedang mencari calon murid baletku.”
“Mencari? Kupikir selama ini kau baik-baik saja.”
“Oh ya, setelah menikah dengan Siwon tidak lagi. Aku kehilangan
semua murid-muridku. Mereka tak ingin kembali, dan tak ada yang mendaftar lagi.
Tak ada yang suka aku menikah dengan Siwon.”
Kulihat Heechul-oppa mengerutkan alisnya, “Kami akan membantumu
kalau begitu.”
“Caranya, Hyung?” tanya Kibum.
Heechul-oppa berpikir sebentar. “Chaesa-ah, sebarkan poster atau
apapun dan cantumkan nama Super Junior. Katakan bahwa kami akan datang di
setiap pertemuan,” usul Heechul-oppa.
“Hyung, kau yakin? Jadwal kita kan padat!”
“Kan masih ada Yesung,” sahutnya sambil cekikikkan.
“Yesung juga sekarang sudah sibuk. Tapi, idenya boleh juga. Aku
tak bisa melihatmu menderita seperti ini. Aku setuju denganmu, Hyung,” sahut
Kangin-oppa.
“Benarkah? Oppa, gomawoyo.”
“Coba kau telepon Siwon,” pinta Heechul-oppa. Aku menurut.
Kukeluarkan hp dari tasku dan menekan nomor Siwon. Nihil, dia tak menjawab
teleponku. “Tak bisa, Oppa. Dari kemarin kutelepon tetap tak bisa.”
“Kapan terakhir dia menghubungimu?” tanya Kangin-oppa.
“Sebulan yang lalu, saat dia masih di pesawat.”
“MWO?!”
teriak mereka membuatku kaget.
“Aish,” Heechul-oppa mengeluarkan hpnya dan menekan nomor yang
akan ia hubungi. Setelah menyambung dan diangkat, dia langsung berteriak
memaki-maki, “Hyaaaa~
Kenapa Chaesa yang menelepon tak kau angkat, sedangkan aku diangkat? Kau
mencari mati, Siwonnie?!!”
Sekarang aku tahu Heechul-oppa menelpon siapa. Langsung saja aku
memohon-mohon padanya untuk menghentikan teleponnya. Namun bukannya mematikan
telepon, dia malah menyodorkan hpnya padaku. Dengan pasrah kuambil hpnya dan
kutempelkan di telingaku, “Yoboseyo?”
“Chaesa, mianhae. Aku sibuk sekali. Sudah ya, aku masih harus
kerja. Annyeong…”
Aku belum bicara apapun. Aku juga belum menyampaikan kalau aku
merindukannya. Tapi dia sudah menutup teleponnya lebih dulu. Kukembalikan hp
itu pada Heechul-oppa.
“Aish, anak itu!” geram Kangin-oppa.
Heechul-oppa dan Kangin-oppa melanjutkan menyelesaikan sisa
scene mereka. Sedangkan Kibum mengajakku jalan-jalan berkeliling taman. Kami
mengobrol banyak hal. Kibum banyak memberitahuku mengenai Siwon. Dan dia bilang
kalau dia baru menemukan kelemahan Siwon.
“Apa itu?”
“Mmmm… Noona jangan marah, ya! Menurutku kelemahannya adalah…
menelantarkan istrinya.”
Aku syok, langsung kuelak hal tersebut, “Dia tidak begitu,
Kibum-ah. Itu hanya karena dia sedang sibuk. Dia sangat baik padaku.”
“Oh ya? Maaf noona, aku yakin ada hal yang disembunyikan
Siwon-hyung.”
“Jangan pengaruhi aku, Kibum-ah!”
Kibum tertawa, “Noona, aku harus melanjutkan filmingnya. Ini
pakai saja laptopku, agar kau tak bosan.”
Aku mengangguk. Kuterima laptopnya dan mulai browsing. Tak
sengaja aku menemukan beberapa gambar Siwon dengan seorang wanita. Apa itu aku?
Tapi rambutku tidak pendek!
Kuperbesar gambarnya… Heebon?! Kutemukan tulisan dibawah gambar
tersebut: Gambar ini diambil dua
puluh menit yang lalu di Nanjing-China. Apakah Siwon berselingkuh?
Kucaritahu Angela sedang berada dimana sekarang. Ternyata benar,
mereka sedang di China untuk filming CF mereka. Dadaku sesak sekali. Siwon dan
Heebon sangat mesra di gambar itu. Kumatikan laptopnya dan kukembalikan pada
Kibum. Aku pamit pada mereka semua untuk pulang. Benar apa kata Kibum. Ada
sesuatu yang Siwon sembunyikan dariku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar