“She Married
Another Man, Not Me!”
Namaku Lee Hyukjae. Namun ketika debut menjadi
seorang artis, perusahaan memberiku nama Eunhyuk. Katanya agar tak tertukar
dengan nama komedian veteran. Selain itu, keistimewaan dari nama Eunhyuk adalah
artinya, yaitu ‘perak’.
Banyak yang bilang menjalani kehidupan sebagai
artis itu menyenangkan karena berlimpah harta, popularitas, dan wanita. Itu
memang benar. Namun bagiku ini seperti neraka. Satu-satunya hal yang membuatku
bertahan hingga kini selain keluarga dan teman-teman yang lain adalah gadis
itu, yang kini tengah setia menungguku ditemani oppanya.
Petugas bandara tersenyum padaku dan mengucapkan ‘selamat jalan’. Kubalas senyumnya dan berjalan keluar, menemui gadis manis itu.
Petugas bandara tersenyum padaku dan mengucapkan ‘selamat jalan’. Kubalas senyumnya dan berjalan keluar, menemui gadis manis itu.
“Hyukkie-oppa, selamat datang. Bagaimana
liburanmu?” tanyanya semangat.
“Sangat menyenangkan. Nanti akan kuperlihatkan
foto-foto yang berhasil kuabadikan,” kutepuk pelan kepalanya lantas menghadap
oppanya dan kupeluk dia, “Siwon-ah, gomawo sudah menjemputku.”
“Aku dipaksa dia untuk menemaninya. Jangan
besar kepala!” hardiknya jengkel. Jiwon menyikut rusuk oppanya itu.
Aku memang belum pernah menyatakan perasaanku
padanya. Karena aku takut persahabatanku dengan Siwon luntur. Dia pernah
mengingatkanku untuk tidak mendekati dongsaengnya.
“Oppa, ayo kita pulang! Cerita tentang
Parisnya simpan dulu. Tunggu jika kita sudah sampai.”
+++++++
KUSEMBUNYIKAN wajahku dibalik hoodie, lantas
dengan cermat mengamati gadis cantik yang tengah menari ballet di dalam studio.
Gerakan gemulainya begitu indah. Ya Tuhan, aku benar-benar mencintai gadis itu,
Choi Jiwon.
“Annyeong haseyo, Hyukkie-hyung,” sapa
seseorang di belakangku.
“Changmin-ah, kau dengan siapa?”
“Sendiri. Hyung sedang apa di sini?”
Aku gelagapan, “Chogi…mmm…aku… Kalau
kau? Mau apa kemari?” aku malah balik bertanya.
“Aku mau menemui noonaku.”
“Oh, aku pergi dulu kalau begitu. Sampai
jumpa.”
Sial! Aku kepergok sedang berada di sini.
Kenapa Changmin kemari? Apa DongBangShinKi sedang tak sibuk? Kupercepat
langkahku menuju parkiran, tetapi…
“Hya, Hyukjae-ah!”
Kuhela napas panjang menenangkan diri dan
mengatur bibirku agar tetap menyungging, “Ne. Siwon? Sedang apa kau di sini?”
“Pertanyaan itu seharusnya milikku! Sedang apa
kau di sini? Memata-matai dongsaengku lagi?” selidiknya geram.
“Ah, ani, ani, ani. Aku hanya
berjalan-jal…” belum kutuntaskan kata-kataku, Siwon sudah menyeretku masuk ke
dalam studio. “Aaaa, lepaskan! Sakit tahu.”
“Hyukkie-oppa,” sambut Jiwon riang.
Kulihat Changmin juga di sana, berbicara
dengan seorang wanita cantik. Mungkin itu noona yang dibicarakannya tadi. Hari
ini Jiwon ceria sekali. Tiba-tiba saja dia memberikan sebuah kotak berbungkus
indah untukku.
“Apa ini?”
“Saengil cukhaehamnida, Hyukjae-oppa.”
Jiwon memelukku, membuat telingaku memerah.
Siwon juga melakukan hal yang sama. Mereka memang oppa-dongsaeng yang punya
hobi serupa tentang skinship. Tak berapa lama Changmin menghampiri
kami dan mengucapkan selamat padaku. “Kamsahamnida. Kalian membuatku
terharu…”
“Oh iya, kenalkan ini sunbaeku sekaligus
noonanya Changmin,” ujar Jiwon.
“Annyeong haseyo, Shim Chaesa imnida.”
Kulihat Siwon menjabat tangannya lebih dulu.
Seperti biasa, sifat aegyonya ia keluarkan. Cih, membuatku jijik!
Hari ini adalah hari ulang tahunku yang paling
menyenangkan. Karena untuk yang pertama kalinya Jiwon menemaniku. Ya Tuhan,
permohonanku hanya satu… Jadikanlah ia milikku!
+++++++
SETELAH hari ulang tahunku itu, aku belum
bertemu dengannya lagi. Sudah kucari ke studio tapi Chaesa bilang ia tak pernah
datang ke sana lagi. Aku tak berani mengunjungi rumahnya, karena Siwon dan
appanya akan pasang badan di gerbang jika melihatku datang. Oh, Hyukkie,
pangeran yang malang.
Saat ini aku berada di kantor SM. Dan baru
saja kulihat Siwon datang, namun langsung mengambil jalan memutar ketika ia
melihatku.
“Siwonnie,” panggilku dan ia percepat
langkahnya, “Hya, kau tuli?! Siwon, kau tahu Jiwon kemana? Sulit sekali
menghubunginya. Hyaaa~”
Siwon tak mengacuhkanku. Ia terus berjalan dan
menghilang ke dalam sebuah ruangan. Aku malas mengejarnya. Kejam sekali
memisahkanku dengan gadis yang kucintai. Namun baru saja kuratapi nasibku,
Siwon muncul dan membisikkan sesuatu ketika berpapasan.
“Ada yang ingin kubicarakan. Ikutlah denganku!
Masalah latihan, aku sudah minta izin tadi. Kita tak ikut hari ini. Aku yang
bayar dendanya.” Aku yang penasaran mengikutinya dari belakang.
Sekarang aku sudah berada di dalam café
seorang diri. Inilah tempat yang selalu dibicarakan Jiwon. Ia pernah bilang
padaku ingin menyatakan perasaannya pada pria yang dicintainya di café ini. Apa
pria beruntung itu aku? Ah, aku tak sabar menunggu kedatangannya yang sedang
dijemput Siwon.
Tak lama kemudian aku melihatnya muncul dari
dalam mobil. Tubuh tingginya dibalut mantel tebal. Kepalanya terus menunduk
sehingga membuatku kesulitan melihat wajahnya. Mereka masuk dan segera duduk di
hadapanku. Inilah yang membuatku aneh, biasanya Jiwon senang sekali duduk di
sampingku, tapi sekarang… Ah, mungkin ini salah satu dari rencananya untuk
menyatakan perasaannya padaku.
“Malhae!” desakku tak sabar yang
membuatnya terkejut.
“Oppa sudah tahu?” tanyanya tanpa ekspresi.
Aku mengangguk. Ya, aku tahu kalau kau akan
menyatakan perasaanmu pada pria yang berada di hadapanmu ini. Itu aku! Kulihat
dia menunduk, wajahnya sarat kesedihan. Hey, itu ekspresi paling buruk ketika
akan menyatakan perasaanmu pada pria. Tersenyumlah untukku!
“Oppa, saranghaeyo,” ungkapnya
lirih, membuat jantungku bekerja dua kali lipat. “Na jincha jincha
saranghaeyo.”
Dalam hati aku melompat-lompat dan berteriak.
Firasatku benar, dia menyatakannya padaku. Naddo saranghae,
Jiwon-ah…
“Jangan bertele-tele! Jiwon-ah cepat katakan
yang sebenarnya!” desak Siwon, membuatku bingung.
Jiwon tak bergeming. Ia tetap menunduk dan air
mata mulai mengalir di pipinya. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Siwon
menarik napas jengkel.
“Hyukkie-ah, kau sudah dengar pengakuannya
tadi, kan? Sekarang kuberitahu kebenaran lainnya. Jiwon, dia akan…”
“Oppa!”
Siwon berhenti sejenak, lalu melanjutkannya
lagi, “Appa sudah…”
“Oppa!”
“Aku tak mengatakannya pun lambat laun dia
pasti akan tahu!” bentaknya, “Uri appa menjodohkan Jiwon dengan cucu
partner bisnisnya. Mengenai siapa pria itu, nanti kau akan tahu sendiri. Kami
pulang dulu. Kami hanya diberi sedikit waktu oleh appa. Sampai jumpa. Hyukkie,
jangan lakukan hal bodoh!”
Aku mematung di tempat. Merangkai
kalimat-kalimat yang diucapkan Siwon tadi dan kucerna tiap katanya.
Kuremas-remas tanganku karena kata-kata itu sedikit demi sedikit mulai
kumengerti. Andwae! Jiwon hanya boleh menikah denganku. Jiwon
milikku, yang dicintainya hanya aku. Aku bangkit dari kursi dan berlari keluar
mengejar mereka. Nihil, mobil mereka sudah tak nampak. Apa-apaan ini? Siapa
pria itu? Bagaimana dengan diriku? Naega ottokhae?
+++++++
Hari pernikahan…
BRUK!
Siwon membanting tubuhku dengan keras ke
dinding. Napasnya tak beraturan. Matanya menatapku tajam, insting pembunuhnya
muncul. Dan kedua tangan kekarnya mencengkram kerah jasku. “Kau mencintainya,
kan?” geramnya.
Aku diam. Dilemma mulai menyergap pikiranku.
Jika aku mengatakan ‘ya’, apa ia akan membunuhku? Tapi jika ‘tidak’, apa yang
akan terjadi selanjutnya?
“Apa kau mencintainya?” ulangnya berteriak.
“Ehh… Siwonnie…”
“Jawab aku!” teriaknya lagi makin menggila.
Aku berhasil melepaskan cengkeramannya dan
berjalan menjauh. “Jika aku bilang ‘tidak’, apa yang akan kau lakukan padaku?”
kudengar langkahnya mendekat. Ia bahkan setengah berlari untuk memutar tubuhku
dan memukul keras di bagian pipi.
“Babo! Babo!” teriaknya.
Membuatku khawatir ada yang mendengar karena kami sedang berada di koridor
sekitar toilet sekarang. “Tahu begini aku takkan membiarkan dekat dari awal.”
“Mwo? Apa maksudmu ‘membiarkan dekat’?
Apa itu yang dinamakan dekat? Kau selalu berusaha menjauhkan kami.”
“Itu karena aku tahu akan berakhir seperti
ini. Lebih baik tidak pernah jadian, karena dengan begitu Jiwon akan lebih
mudah lepas darimu. Kupikir kau bisa membawanya pergi dari perjodohan ini. Tapi
nyatanya kau tak mencintainya. Aku menyesal telah membuat dongsaengku menangis
beberapa hari ini.”
Siwon membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkanku.
Kupandangi punggungnya. Bocah nakal yang lahirnya hanya terpaut tiga hari
denganku itu terlihat sangat rapuh. Perasaan bersalah sangat membebani
pikirannya.
“Aku mencintainya. Sangat mencintainya
melebihi apapun. Aku tak pernah mengatakan ini karena takut merusak
persahabatan kita. Kau sahabatku dan Jiwon adalah matahariku. Aku tak ingin
kehilangan kalian. Karena bagiku kalian sangatlah berharga. Harta tak ternilai
yang pernah kumiliki.”
Siwon menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan
berlari memelukku erat. Kurasakan air matanya membasahi pundakku.
Setelah itu kami tak melakukan apapun. Karena
memang tak ada yang harus dilakukan. Keotoritasan Tuan Choi bagiku sangat
mutlak. Kedua anaknya tak pernah ada yang berani memberontak. Aku rela
melepasnya pergi…
Pedih memang melihatnya mengenakan wedding
dress indah yang di sampingnya didampingi pria lain. Kulihat Jiwon tak
pernah tersenyum. Tetapi ia tetap cantik. Shim Changmin memang beruntung
mendapatkannya.
+++++++
Tiga bulan kemudian…
HARI-HARIKU setelah pernikahan itu kian
memburuk. Tak pernah lagi merasakan nikmatnya tertawa seperti dulu, sekalipun
Donghae mati-matian menjadi badut untuk menghiburku. Kemarin kuberanikan diri
untuk mengajak Jiwon bicara. Dia masih marah padaku karena tidak berusaha mencegah
pernikahannya itu.
Hasilnya? Buruk! Dia bahkan tak memandang
wajahku. Dia memang memaafkanku, tetapi tetap saja membuat hatiku remuk ketika
ia mengatakan, “Changmin pria yang sangat baik. Aku benar-benar akan merawatnya
sebagai suamiku. Akan kubuang masa laluku dan memulai lembaran baru.
Hyukkie-oppa, jangan pernah lagi datang padaku. Lain kali jika kau menemukan
gadis yang kau cintai, lupakan tentang surat kontrak bodoh itu dan segeralah
menikahinya! Anggap saja ini pertemuan terakhir kita, karena aku mulai
mencintainya. Selamat tinggal.”
Perkataannya itulah yang mampu membuatku kini
seperti mayat hidup. Pekerjaanku semakin menjadi beban. Tak ada lagi matahari
yang menyinari untuk memberiku semangat.
Hari ini ruang latihan terbagi dua. Super
Junior di sayap kiri dan DongBangShinKi di sayap kanan. Perasaanku semakin tak
karuan ketika kedua mataku tak sengaja bertemu dengan mata Changmin. Donghae
dan Siwon berkali-kali berusaha melucu di depanku namun tetap saja tak pernah
mempan. Lantas dari arah pintu masuk kulihat Jiwon datang berlari menghampiri
Changmin dan memeluknya. Pemandangan laknat yang seharusnya tak kulihat. Pria
yang dipeluknya itu seharusnya aku, bukan dia.
“Aku hamil!” pekik Jiwon.
Sontak seluruh tulangku melemas. Tak ada
kekuatan lagi untuk berdiri. Aku berlutut di lantai. Leeteuk-hyung mendekati
mereka dan memberi selamat, begitu pula dengan member lainnya. Hanya Siwon dan
Donghae-lah yang setia menemaniku. Kupikir, tak ada lagi alasan bagiku untuk
hidup…
+++++++
KUSERET koper besar, memaksanya untuk
mengikuti langkahku. Lima hari ke depan aku akan beristirahat di rumah orang
tuaku. Perusahaan memberiku izin karena tak tahan melihat tingkahku selama ini
yang semakin mirip zombie.
Saat sedang berkutat berjuang memasukkan koper
ke dalam bagasi, dari arah lift kudengar suara cekikikan seorang pria dan
wanita. Mereka berjalan memasuki basement. Aku berusaha memicingkan mataku,
karena sepertinya aku mengenali suara mereka. Ya, memang benar, itu Jiwon dan
Changmin. Jantungku berdegup kencang. Dadaku tiba-tiba sesak. Kurasakan air
mata mulai menggenang di pelupuk mata.
“Hyukkie-hyung, annyeong haseyo,”
sapa Changmin dan berjalan mendekat. Dia melihat isi bagasiku, “Hyung, kau mau
kemana dengan koper sebesar itu?”
“Ehh…aku diminta pulang oleh orang tuaku dan
perusahaan mengizinkannya,” sahutku, kemudian melirik Jiwon yang matanya terus
tertuju ke bawah.
“Ah, beruntungnya bisa berlibur. Baiklah,
Jiwon-ah, kau tunggu di sini! Akan kuambil mobilnya dan menjemputmu di sini.
Hyung, aku kesana dulu.”
Aku mengangguk. Beberapa detik kami terdiam.
Dia sama sekali tak memandangku. Aneh sekali kami yang sebelumnya akrab menjadi
canggung seperti ini.
“Cukhae…” kutunjuk-tunjuk perutnya
kikuk.
“Gomawoyo.”
Kami terdiam lagi. Kudengar suara mesin mobil
Changmin yang halus, tapi tak lama kemudian…
DUARRRR!!! Mobilnya meledak. Aku dan Jiwon
terpaku melihat apa yang terjadi. Beberapa detik kemudian lamunanku tersadar
oleh jeritan histerisnya Jiwon. Ia berlari ke asal suara namun kutahan. Aku
takut ia nekat menerobos besarnya api itu untuk menyelamatkan Changmin.
Setelah itu aku tak mendengar suara apapun
lagi darinya. Ia ambruk, terduduk lemas di lantai. Mulutnya terbuka berusaha
memanggil-manggil nama Changmin. Namun, tak ada suara apapun yang keluar dari
sana. Tubuhnya bergetar ketakutan dan ringkih penuh kesedihan. Tangan
kanannya tak pernah lepas dari perutnya. Tangisan lirihnya memilukan hatiku.
Kupeluk erat tubuhnya, berusaha membuatnya tenang.
+++++++
PEMAKAMAN hari ini berlangsung lancar. Cuaca
sangat cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati gadis yang kini tengah
dipeluk hangat oleh eommanya. Bintang besar seperti Changmin tentunya menjadi
magnet bagi orang. Baru kali ini aku melihat pemakaman yang dihadiri oleh
jutaan orang. Namun upacaranya berlangsung tertutup. Mereka hanya bisa menunggu
di luar pagar makam. Hanya orang terdekatlah yang bisa masuk. Kulirik
teman-teman DongBangShinKi lainnya yang juga tengah meratap. Aku benar-benar
tak menyangka umurnya sependek ini.
Changmin wafat di tangan penggemarnya sendiri.
Penggemar fanatik yang kecewa dengan berita pernikahannya. Ia tak rela Changmin
dimiliki oleh siapapun. Menurutnya, lebih baik Changmin mati ketimbang ia harus
melihatnya bersama wanita lain. Namun tak ada yang bisa dilakukan, penggemar
fanatik itu pun mengakhiri hidupnya dengan membakar diri.
Kupandangi Jiwon yang masih menangis.
Keluarganya mulai meninggalkan ia pergi. Begitu pun dengan yang lainnya. Kini
hanya ada aku dan dia. Kuhampiri nisannya dan kuraba pahatan yang membentuk
nama ‘Shim Changmin’ itu. Kuajak ia bicara.
“Aku menyayangimu. Kau dongsaeng yang sangat
baik bagiku. Sejujurnya, aku pun merasa bahagia ketika kulihat kebahagiaan
terpancar dari sorot matamu saat memandang wajah istrimu.” Kuhapus air mata
yang mulai meleleh di pipi dan kurasakan Jiwon tak henti-hentinya terus
memandangiku, “Aku benar-benar mengutuk perbuatan keji yang menimpamu.
Changmin-ah, saranghae. Sekarang izinkan aku menjaga keluarga
kecilmu. Aku takkan berbuat bodoh dengan meninggalkannya lagi. Sekalipun
istrimu takkan pernah mau, aku tetap akan berusaha menjaganya. Takkan kubiarkan
dia pergi dari sisiku lagi. Kau mengerti maksudku? Aku akan merawat mereka. Ini
janjiku seumur hidup…”
Tiba-tiba saja Jiwon memelukku. Ia menangis
kencang di dadaku. Kubalas pelukkannya dan kubelai rambut indahnya.
“Kupegang janjimu,” isaknya.
Mulai saat itu aku benar-benar berjanji akan
merawat mereka. Takkan kubiarkan setetes air mata jatuh dari kedua matanya.
Aku, Lee Hyukjae, seumur hidup akan terus mencintai Choi Jiwon dan calon bayinya.
Aku takkan pernah melepaskan kata-kataku ini dari lidahku. Selamanya hanya ada
nama dia di hatiku: Choi Jiwon.
The End
Ff
ini aka nada kaitannya dengan ff “Am I Marrying The Right Man”
By
diyawonnie
share @ superdiya.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar