Minggu, 26 Februari 2012

^^Super Junior FanFiction: “Am I Marrying The Right Man?”^^ [Part V]


^^Super Junior FanFiction: “Am I Marrying The Right Man?”^^

 [Part V]

Super Junior’s Dorm. Januari 2010 – 05:17pm.
Rumor Siwon-Heebon yang sempat mencuat dua bulan kemarin, kini sudah mulai redup. Hari ini, tepat satu Januari, member Super Junior M kembali ke Korea. Aku sudah benar-benar merindukan Siwon. Aku bersama Jiwon pergi menuju dorm mereka,  karena aku merasa Siwon akan mampir dulu ke sana. Tapi ternyata tidak, dia tak ada di sana. Donghae bilang kalau Siwon langsung pulang ke rumah. Semula aku berniat untuk pulang, tapi mereka semua menahanku, terutama Donghae.
“Kau tega membiarkanku jadi kambing conge di sini?” Dia mengedikkan kepalanya ke arah member yang sedang bermesraan. “Jadi kau harus menemaniku. Oke?”

“Makanya kau cari pacar, Hyung!” celetuk Kyuhyun.
“Aish, diam kau! Heh Myu Ra-ah, bagaimana bisa kau memilihnya menjadi pacarmu?”
“Karena aku mencintainya, Oppa,” sahut Myu Ra seraya menggamit lengan Kyuhyun dan hal itu membuat Donghae makin dongkol.
“Sudahlah, aku akan menemanimu, Donghae-ah!”
Aku dan Donghae membincangkan banyak hal, terutama saat ia sedang berada di China. Dia bilang kalau Siwon dan Hangeng sering mandi bersama. Mendengar ini membuatku geli sekaligus ngeri. Kami tak berhenti tertawa. Donghae lucu sekali, dia pintar membuatku tertawa, hal yang sudah kulupakan tiga bulan lamanya.
Tiba-tiba kudengar suara pintu terbuka dan menutup dengan debam keras. Kami semua menoleh, mencari tahu siapa pelakunya.
“Siwon,” pekikku.
Dengan wajah kesal, dia membentakku, “Kau ini… Kutemui di rumah, tak ada. Kucari ke studio balet, tak ada. Mengapa tak memberitahuku kalau sedang di sini?!”
Aku gemetaran. Belum pernah aku melihatnya sejengkel itu, “Aku lelah. Aku menyerah untuk meneleponmu lagi.”
Donghae berdiri dan melindungiku, “Kenapa kau membentaknya? Dia istrimu!”
“Dia memang istriku!” balasnya berteriak lantas menarik lenganku.
GREP!
Siwon memelukku, erat sekali, hampir membuatku sulit bernapas.
“Aku merindukanmu. Orang pertama yang ingin kutemui adalah dirimu. Makanya aku pulang ke rumah, tapi kau tak ada. Mianhae…aku kesal, makanya aku kehilangan kesabaran dan membentakmu.”
Aku terharu mendengarnya. Senang sekali mendengar bahwa dia merindukanku dan hal itu meluncur langsung dari mulutnya.
“Kita jalan-jalan saja,” ajaknya.
Tiba-tiba Donghae menarik baju Siwon, “Aku ikut. Jangan tinggalkan aku di sini!” pintanya sambil bergidik melirik pasangan-pasangan lain.
“Ini acara suami-istri. Kau tak boleh ikut, toh kau juga tetap akan jadi kambing conge!”
Donghae kecewa, “Nggak di Korea, nggak di China. Aku tetap jadi kambing conge! Di sini ada Chaesa, kemarin ada Hee…”
Mendengarnya, Siwon langsung menendang tulang kering Donghae.
Hyaaaisshhh!!!” teriak Donghae kesakitan. Aku tahu maksud ucapan Donghae. Tapi aku tak ingin mempermasalahkannya. Aku takut jika aku bertanya, Siwon akan marah dan kehilangan moodnya untuk mengajakku berjalan-jalan.
“Donghae-oppa, aku akan mengenalkanmu pada temanku yang juga seorang model. Jadi tenanglah!” ujar Jiwon.
“Benarkah?” ringis Donghae yang dibalas anggukkan oleh Jiwon.
“Ngobrol saja denganku, aku sendirian, kok.”
Donghae mengerutkan alisnya, “Oh ya, aku baru sadar kalau Hyukkie tidak di sini. Dimana dia?”
Molla,” sahut Jiwon malas seraya mengangkat bahunya.
Aku dan Siwon pergi ke sebuah restoran mewah. Di sini kami tak perlu menyamar. Semua pelanggan memiliki privasi. Jadi kami bebas dari stalker.
“Senang sekali kau sudah pulang. Bogoshipda, Yeobo.”
Siwon tersenyum, “Naddo, Chaesa-ah.”
Kami makan sepuasnya. Siwon makan banyak sekali. Kuakui, dia jadi semakin gemuk. Makan apa dia di sana?
“Pipimu…”
“Gemuk?” tanyanya dan aku mengangguk. “Selama di China, aku tak bisa pergi ke tempat gym, di luar dorm para fans menunggu kami keluar. Aku tak bisa kemana-mana. Sedangkan Wookie selalu saja bereksperimen membuat resep baru, dan kami jadi sasaran kelinci percobaannya.”
“Yang lain tidak segemuk dirimu.”
“Aku mudah gemuk,” ujarnya berdalih.
“Aku suka rambut barumu. Jujur saja aku kurang suka rambut belah tengahmu. Sempat syok ketika aku menemukan gambarmu di cyworld. Kau benar-benar seperti ahjusshi.”
Mwo?!
Aku tertawa, senang sekali akhirnya bisa bercanda seperti ini.
Setelah selesai makan, kami pergi bermain ice skating, foto box, lalu berjalan-jalan di sepanjang pertokoan. Aku banyak berbelanja. Dia membelikanku bermacam-macam pakaian dan perhiasan. Dia bilang kalau ini adalah penebusan dosa karena telah ingkar janji tidak pernah menghubungiku selama ia di China. Dia sedang menyogokku? Ah, aku tak peduli. Asalkan kami bersama, itu sudah cukup.
Kami sampai rumah sekitar pukul sepuluh malam. Abeonim, eomonim, dan Jiwon sudah berada di kamarnya masing-masing. Sesampainya di kamar, aku langsung masuk kamar mandi, badanku sudah lengket. Sedangkan Siwon menyalakan tv dan duduk santai di sofa.
Selesai mandi, aku membangunkan Siwon yang ketiduran. Kusuruh dia mandi dan dia menurut. Kulihat gaun tidurku ada di atas kasur. Seingatku, aku tidak menyimpannya di sana. Tapi aku tak peduli, aku akan memakainya walaupun cuacanya tidak cocok untuk mengenakan gaun setipis ini.
Kuhampiri meja rias, kuambil krim malam untuk wajahku. Ketika akan memakainya, tanpa sadar ternyata Siwon sudah berada di belakangku dan ia menyeretku sampai kasur. Aku kaget sekali, tidak biasanya ia seperti ini. Aku yakin wajahku sudah menampakkan mimik ketakutan, karena ia berbisik di telingaku dengan lembut, “Jangan takut! Kau mengizinkanku?”
Aku terkejut, tak lama kemudian mengangguk.
Siwon mulai mencumbuku. Jantungku berdegup kencang. Akhirnya mimpiku menjadi nyata. Malam ini aku merasa telah menjadi istri yang paling bahagia di dunia.
Ya, malam ini Siwon menunjukkan padaku malam yang lain. Dia membawaku ke dunia yang lebih indah, di mana hanya ada dia dan aku.

__________

Keesokan harinya…
Kuraba bantal di sebelahku. Kosong! Aku terkejut dan langsung bangun. Gawat, aku bangun kesiangan. Di meja kecil pinggir kasur sudah terdapat poci teh dan secarik kertas berwarna merah muda. Kutuangkan tehnya dan kuraih kertasnya.
Annyeong, Chaesa-ah. Sudah bangun? Aku pergi lebih pagi karena manager-hyung memintaku untuk segera ke SM. Sengaja tak membangunkanmu karena kau terlihat sangat letih. Karena itu kubuatkan teh panas untukmu. Gomawo untuk semalam. Selamat beraktivitas hari ini. Shim Chaesa, hwaiting\^o^/
- CSW -
Kuhirup teh panasnya. OMO~ Tehnya sudah sangat dingin. Aku tertidur berapa lama? Kulirik jam digital di sebelah poci teh, 10:52AM!!!
Aku segera bergegas mandi setelah itu bersolek. Sebelum keluar kamar, kuhabiskan seluruh teh yang ada di poci, aku tak ingin mengecewakan Siwon yang telah membuatnya. Kurapikan kasur dan beberapa bajuku dan Siwon yang berserakan di lantai, baru setelah itu aku meninggalkan kamar.
Sepi… Yang kulihat hanya beberapa pelayan yang sedang membersihkan rumah. Aku mencari Jiwon di kamarnya tapi tak ada.
“Minji-ahjumma, lihat Jiwon?”
“Jiwon-agasshi ada di halaman depan sedang menyiram tanaman.”
“Oh, kamsahamnida.”
Aku berlari menuju halaman depan. Tak sabar ingin menyampaikan kabar gembira pada adik ipar kesayanganku itu. Kulihat Jiwon tengah menyiram tanaman sambil bernyanyi-nyanyi. Ia tetap terlihat ceria walaupun masalahnya dengan Eunhyuk belum selesai. Aku heran sekali. Kenapa mereka kuat membiarkan masalah itu mengambang selama tiga bulan?
“Jiwon-ah,” panggilku setengah berteriak.
Jiwon menoleh dan mendapatkan serangan kecupan dariku. “Onnie, hentikan! Ada apa sih?”
Aku menceritakan kejadian semalam. Dari mulai kami makan malam, jalan-jalan, belanja, foto box, sampai keberhasilanku menjadi seorang istri seutuhnya.
MWO?! Jadi onnie dan oppa sudah…,” Jiwon memelukku, “…cukhae, Onnie. Akhirnya oppa melakukannya juga. Tuh kan, sudah kubilang kalau oppa sudah mulai menyukaimu.”
“Ya, mudah-mudahan saja. Jiwon-ah, buat makanan, yuk! Aku ingin memberi kejutan pada Super Junior.”
“Super Junior atau oppa?” godanya.
“Aigoo…”
“Haha… Ne. Aku hanya bercanda. Khaja!”
Aku dan Jiwon mulai memasak. Kami membuat ddokbokki, kimbap, bermacam-macam sate sosis, dan pat bing soo.
“Onnie, selera oppa itu waffle. Dia memang sok bule!”
“Oh ya? Hahaha, untuk hari ini tak boleh kalau begitu. Harus cinta masakan Korea!”
Setelah semuanya selesai, kami bersiap-siap menuju SM. Menurut Donghae, seharian ini mereka hanya akan berada di kantor untuk latihan tampil di Inkigayo nanti malam. Aku makin bersemangat untuk segera sampai di SM.
Seorang penjaga membukakan pintu masuk untuk kami ketika sampai. Saking semangatnya, aku setengah berlari meninggalkan Jiwon di belakang yang kewalahan membawa dua keranjang makanan. “Onnie!!!” teriaknya.
“Ahahaha, mianhae, Jiwon-ah.” Aku kembali berjalan mendekatinya dan membantu mengambil keranjang yang satunya.
Setelah keluar dari lift, kami memasuki ruang latihan. Mereka semua ada di sana sedang beristirahat. Kulihat Siwon ada di pojok ruangan sedang menenggak sebotol air mineral.
Annyeong haseyo, yeoreobun,” sapaku dan Jiwon bersamaan.
Mereka semua langsung mendekat dan menyerbu keranjang yang kami bawa. Siwon yang melihat kedatanganku langsung menghampiriku dan menggendongku ke bahunya dengan mudah. Dipeluknya aku erat-erat seperti pada bayi. Kulihat Jiwon menertawakanku dan geleng-geleng kepala.
Eunhyuk tergopoh-gopoh datang mendekati Jiwon. Kulihat dia mati-matian meminta maaf. Tanpa basa-basi, Jiwon memeluknya. Aku yakin sekali kalau mereka sudah sangat menahan rindu. Hanya saja gengsi keduanya sulit untuk diruntuhkan.
Donghae datang dan menarik Jiwon. Dia menjauhkan Jiwon dari pelukan Eunhyuk. “Hyukkie, kenapa kau lakukan ini padaku?!”
“Apaan sih ah. Minggir! Calon istriku masih ingin memelukku.”
Donghae melepas kaos kaki dan melemparnya pada Eunhyuk lantas berteriak, “Akulah calon istrimu!”
“Oh baiklah,” sahut Eunhyuk lalu mendekati Donghae berniat menciumnya.
“Hoeeekkk. Oke, oke. Aku bercanda,” ujar Donghae ketika wajah Hyuk sedikit demi sedikit mulai mendekat.
Aku tertawa melihatnya. Makhluk macam apa mereka? Kusuapi Siwon di pojok ruangan. Lahap sekali dia makannya. Barulah setelah selesai, aku bermain-main dengan rambutnya. Kucoba mengikat poninya menjadi dua. Hahaha. Lucu sekali.
Ketika aku sedang melihat ke arah pintu masuk, kulihat Heebon ada di balik pintu. Memandangi kami. Wajahnya pucat dan kentara sekali menyiratkan kesedihan. Lantas ia berbalik dan pergi.
“OPPA,” teriak Yuki menghambur ke pelukan Sungmin. “Tolong, Heebon pingsan di toilet!”
Semua orang terkejut, namun Siwonlah yang paling sigap dan yang lebih dulu sampai di toilet. Dia membopong Heebon sampai ambulans dan tak ingin turun dari sana. Dia ingin ikut sampai rumah sakit.
Kami semua sudah berada di rumah sakit sekarang. Siwon masih tak ingin melepaskan genggamannya dari Heebon, dia tak ingin beranjak dari sisinya.
“Siwonnie, kita harus kembali ke kantor dan melanjutkan latihan!” pinta Leeteuk-oppa.
“Aku tak bisa, Hyung. Sepertinya aku juga tak bisa ikut tampil malam ini. Mian…”
“Kau ini bicara apa?!” teriak Heechul-oppa. “Profesional-lah sedikit!”
Donghae maju selangkah, “Kenapa kau lakukan ini? Yang sedang terbaring ini Heebon, bukan Chaesa. Kau tak perlu secemas itu!”
DEG!
“Donghae-oppa, kenapa kau berkata begitu?” protes Jiwon sambil menggamit lenganku, “Kau juga Siwon-oppa, perlakuanmu itu bisa membuat onnie sedih!”
“Kalian keluar saja dulu. Biar aku yang berbicara dengannya,” pinta Leeteuk-oppa, kami pun keluar dari ruangan membiarkan mereka berbincang.
Jiwon menuntunku dan mendudukkanku pada sebuah sofa di ruang tunggu. Semuanya bungkam, tak ada yang berani bersuara, kecuali suara tangisan Yuki.
“Yuki-ah, di mana member lain?” Tanya Sungmin.
“Mereka sedang pulang. Ini kan masih liburan tahun baru. Oppa, apa dia akan baik-baik saja?”
“Dia tak apa-apa, dokter bilang dia hanya stress dan terlalu lelah…”
“Yuki-ah,” panggil Leeteuk-oppa. Yuki menoleh dan Leeteuk menghampirinya, “Malam ini kau jaga Heebon, ya!”
Ne.”
Kulihat Siwon keluar dari ruangan, dia berjalan mendekati kami. Wajahnya kusut sekali, sorotan matanya menyiratkan kekhawatiran. Aku bangkit dari dudukku, berjalan menghampirinya. Namun Siwon melengos ke pintu keluar tanpa memedulikanku.
Hatiku pedih sekali. Kuputuskan untuk menonton mereka di tv saja. Aku tak sanggup lagi jika harus menerima perlakuannya seperti tadi. Aku tak berniat lagi mengikutinya pergi ke SBS.
Aku berjalan mendahului Siwon dan dengan setengah berlari menaiki taksi yang kebetulan ada di depan pintu masuk. Tak kuhiraukan mereka yang memanggil-manggil namaku. Aku tak ingin mereka melihat air mata ini. Aku tak ingin mereka mengasihaniku.
Di ruang keluarga inilah aku, abeonim, dan eomonim menonton tv bersama. Kami menonton Super Junior tampil. Penampilan mereka malam ini sangat sempurna. Wajah Siwon tidak menyiratkan rasa kesedihannya. Sangat profesional!
Kini saatnya MC mengumumkan siapa yang berhak membawa pulang sebuah mutizen. Aku tegang sekali menontonnya. Kulihat abeonim sering sekali menghirup tehnya untuk meredam ketegangan.
“SUPER JUNIOR!!!” teriak MC.
Abeonim tertawa sangat puas. Jarang sekali aku melihatnya seriang itu. Eomonim pun tak henti-hentinya mengucap syukur. Atmosfer di sini sangat bagus sekali.
Satu per satu para member menyampaikan rasa terima kasihnya. Ketika mic sampai di Siwon, dia hanya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukungnya, dan yang membuatku kaget dia mengucapkan, “Heebon-ah, cepatlah sehat!” mic pun berpindah ke tangan Donghae.
Donghae mengembalikan mic-nya pada Siwon. Dia berbisik ke telinganya, hingga Siwon mengucapkan beberapa patah kata lagi, “Dan buat Chaesa, terima kasih karena selalu mendukungku.”
Abeonim berdiri berkacak pinggang, ia menyambar remote tv dan menekan tombol off. Tv pun mati, suasana tiba-tiba sunyi. Yang tersisa hanyalah tarikan napas abeonim yang menandakan kalau dia murka. Tak lama kemudian dia berteriak, “Bagaimana bisa dia melupakan istrinya sendiri?! Malah lebih mendahulukan wanita itu. Suami macam apa dia?!”
Eomonim mendekati abeonim dan menenangkannya. Sedangkan aku pergi ke kamar dengan langkah gontai. Melupakan? Kata-kata itu memang tepat. Jika dia masih mencintai Heebon, untuk apa dia melakukannya padaku semalam?
Apa di matanya aku hanya sebuah boneka yang bisa dipermainkan? Apa menurutnya pernikahan ini hanya status biasa yang sama sekali tak berarti baginya? Lalu untuk apa dia memberikan senyum-senyum hangatnya untukku selama ini jika memang aku sama sekali tak berharga untuknya? Menyebut namaku saja dia lupa.

__________

FLASHBACK BERAKHIR…
Hyundai Department Store, Gangnam. Mei 2010 – 04:12pm.
Sepulang dari rumah sakit dan dorm Angela, kusempatkan mampir ke Hyundai. Aku ingin sekali menemui Jiwon.
Kutarik lengannya yang sedang ditugasi untuk mengecek keadaan mall oleh abeonim. Kuseret dia menuju salah satu café yang ada di sana.
“Apaan sih, On? Aku lagi ditugasin appa nih, bisa kena amuk kalau nggak bener,” protesnya.
“Ini lebih penting dari sekedar mengecek mall,” tukasku.
Kusodorkan amplop putih berisi hasil tes laboratorium. Jiwon menerima dan membukanya. Dia membaca dengan mimik serius. Ketika dia membaca bagian bawah, yang kuyakini kata yang bercetak tebal, matanya membesar.
“Po…po…positif hamil empat bulan? Onnie, kau hamil? Kyaaa,” teriaknya, membuat hampir sebagian pengunjung café menoleh. Lantas dia menyeretku untuk lekas pulang.
Sesampainya di rumah, kami berkumpul di ruang keluarga.
“Ada apa, sih? Appa sedang bertemu klien, Kau ini menganggu saja. Bagaimana tugasmu?”
“Appa, ini jauh lebih berharga dari sekedar klien. Chaesa-onnie ingin menyampaikan sesuatu pada kalian,” Jiwon melirik Siwon, “Oppa, terima kasih telah datang di tengah-tengah kesibukanmu.”
Jiwon menyuruhku untuk segera memperlihatkan hasil tesnya pada mereka semua. Kuambil amplopnya dari tas dan kuberikan pada Siwon. Dia menerimanya seraya mengerutkan dahi karena bingung. Lantas ia membuka amplopnya dan membaca keseluruhan isinya.
Ekspresinya sama seperti Jiwon, matanya membesar dengan mulut membentuk huruf O. Siwon melempar kertasnya lalu berlari menyeberangi sofa dan memelukku. Appa yang penasaran, segera memungut kertas yang telah Siwon lempar dan membacanya. “Akhirnyaaa,” teriaknya.
Eomonim menghampiri appa dan membaca kertasnya juga. “Chaesa, cukhae,” ucap eomonim.
Aku memukul punggung Siwon yang masih memelukku, minta untuk dilepaskan. Siwon menuruti permintaanku. Aku berjalan menghampiri eomonim. Kata-kata barusan adalah kata-kata pertama yang eomonim sampaikan untukku. Aku benar-benar bahagia. Calon bayi ini memang pembawa berkah!
“Selamat,” ucapnya walaupun masih terlihat dingin.
Aku mengangguk semangat, “Kamsahamnida, Eomonim.”
Malamnya, Siwon banyak membelikanku makanan. Dengan lahap aku menyantap semuanya. Seluruh anggota keluarga syok melihatku makan sebanyak itu. Aku tak peduli mereka menatapku ngeri, yang penting aku dan calon bayiku senang.

To Be Continue ………

share by superdiya.wordpress.com

 


Tidak ada komentar: