Minggu, 01 April 2012

KONA BEANS (bagian 1)


KONA BEANS (bagian 1)

Type                : Oneshot
Author             : Istrinya Kyuhyun
Main Cast       : Cho Kyuhyun, Kim Jira, Lee Donghae
Rating             : All Ages
Theme             : Romance


Jira’s pov

Aku kembali berdiri di depan café ini. Deretan huruf besar terpampang di atas cafe itu merangkai kata Kona Beans. Di luar ada beberapa kursi dan meja yang sudah terisi oleh beberapa pasangan. Café itu dikelilingi dinding kaca, sehingga aku bisa melihat dengan jelas keadaan di dalam sana. Beberapa orang pelayan dengan seragam putih tampak sibuk mengantarkan pesanan. Dibelakang kasir tampak seorang namja sedang tersenyum ramah kepada pelanggannya yang hendak membayar.

Tiba-tiba jantungku kembali berdetak kencang, sangat kencang kalau bisa aku bilang. Sejak satu bulan yang lalu jantungku selalu berdetak kencang setiap melewati tempat ini. Kakiku pun seperti memiliki rem otomatis yang membuatku selalu berhenti lalu memandangi café ini dengan bingung. Perasaanku seperti familiar dengan tempat ini, padahal aku yakin aku belum pernah masuk ke tempat ini sebelumnya.

Aku terus memandangi namja yang sedang sibuk mengoprasikan mesin hitung kasir itu. Lalu aku rasakan air mataku jatuh menetes. Ini benar-benar aneh, aku tidak merasa sedih, tidak juga ada angin yang bisa menerbangkan debu ke mataku, namun air mataku menetes, aku menangis saat menatap namja itu. Ada apa dengan tubuhku? Kenapa semuanya terasa seperti diluar kendali, aku menangis untuknya yang bahkan tidak aku kenal.

Sesaat kulihat namja itu tampak sedang menatapku. Mungkin dia mengira aku ini pengemis atau orang gila yang sedang memandangi cafenya. Cepat-cepat aku melangkah pergi menuju halte bus yang berada tidak jauh dari sana.

Seperti itulah yang aku lakukan sejak sebulan yang lalu, sejak aku melewati tempat ini untuk pertama kalinya. Mendatangi Kona Beans, memandanginya dari luar, menangis saat menatap namja itu lalu cepat-cepat pergi saat salah seorang pelayan disana menatapku, tanpa sekalipun aku pernah masuk ke dalamnya. Entah magnet apa yang ada didalam café itu sehingga mampu membuatku kehilangan kendali seperti ini.

***
Author’s pov

Flashback 2 bulan yang lalu.

Beberapa dokter yang menggunakan seragam operasi hijau, tampak sedang melakukan tindakan operasi pada seorang gadis. Dokter berkali-kali meminta berbagai peralatan kepada perawat yang mendampinginya.

Ada dua meja operasi di depan para dokter itu. Meja itu masing-masing berisi seorang gadis dengan muka pucat, yang membedakan hanya seorang  dari mereka sudah tidak bernafas saat itu sedangkan seorang lagi sedang berjuang untuk tidak bernasib sama.

Beberapa kali keadaan gadis itu menurun, membuat para dokter dan perawat semakin tegang. Mereka bertarung dengan waktu, mereka harus menyelesaikan operasi tersebut sesegera mungkin sebelum kekuatan gadis itu hilang dan membuat dia tidak bernafas lagi untuk selamanya.

***
Salah seorang dokter keluar dari ruang operasi menghampiri dua pria yang sedang duduk diruang tunggu dengan wajah tegang.

“Selamat Tuan Kim dan Tuan Lee operasinya berjalan lancar, sekarang kita menunggu apakah terjadi penolakan dari tubuh Jira atau tidak.”

“Gamsahamnida,  dokter sudah menyelamatkan tunangan saya.” Ucap Lee Donghae.

“Ne, saya permisi dahulu.” Kata dokter itu lalu kembali masuk kedalam ruang operasi.

“Jira selamat Donghae, syukurlah.” Kata Tuan Kim sambil memeluk Donghae calon menantunya.

“Ne, saya sudah tidak sabar melihatnya kembali tersenyum.”

Tak lama kemudian beberapa perawat laki-laki keluar sambil mendorong ranjang tempat Jira berbaring. Dia akan dipindahkan ke ruang rawat karena keadaannya sudah stabil. Donghae dan Tuan Kim ayah Jira mengikuti disampingnya. Di belakang mereka sebuah ranjang kembali didorong keluar dari ruang operasi. Namun tubuh yang terbaring di atas ranjang itu tidak terlihat karena ditutupi oleh selimut putih. Tuan Kim dan Donghae sama sekali tidak menyadari hal itu.

***
“Aku senang akhirnya kau diijinkan pulang hari ini setelah satu bulan dirawat.” Ucap Donghae sambil memeluk Jira yang berdiri dihadapannya.

“Appa akan menjemputku?”

“Ani, kau akan pulang bersamaku, Appamu sedang menyiapkan pesta penyambutanmu di rumah.” Donghae mengecup sekilas bibir gadis pujaan hatinya itu. Jira hanya tersenyum dengan wajah yang sedikit memerah.

“Kau ini, bagaimana kalau tiba-tiba ada dokter tau perawat yang masuk dan melihatnya?”

“Memangnya kenapa? Toh sebentar lagi kau akan menjadi nyonya Lee, istri dari Lee Donghae pria paling tampan di Korea Selatan.”

“Ish! Kau ini tidak berubah.” Jira memukul pelan dada tunangannya itu.

“Ayo kita pulang.” Ucap Donghae. Lalu dia mengangkat tubuh Jira  dan berjalan di menuju gerbang rumah sakit. Banyak perawat, dokter bahkan pengunjung rumah sakit itu yang terpana melihat mereka, namun sedetik kemudian mereka tersenyum geli.

“Kau membuatku malu Oppa.”

“Hahahah. Biarkan saja.”

***
“Sudah lebih dari sebulan aku tidak merasakan segarnya angin.” Jira berkata sambil menghadapkan wajahnya ke arah jendela mobil yang terbuka lebar.

“Tutup jendelanya Jira, kau bisa sakit kalau terkena angin seperti itu.” Donghae menarik tubuh Jira agar tidak menghadap jendela kembali.

“Aku baik-baik saja Oppa, kau tidak usah khawatir.”

“Kau seperti anak kecil saja.”

Jira memandang deretan toko dan gedung yang bergerak di sampingnya. Wajahnya terlihat sangat bahagia.

“Aigo! Kenapa harus macet disaat seperti ini.” Ucap Donghae sambil membunyikan klakson berkali-kali.

“Ada apa Oppa?”

“Macet. Sebentar aku turun dulu dan mencari tahu apa yang terjadi.” Donghae membuka sabuk pengamannya dan turun dari mobil. Sebelum menutup pintu dia kembali menengok Jira yang berada di dalam. “Tunggu aku disini dan jangan kemana-kemana.”

“Ne Tuan Lee yang tampan.” Ucap Jira.

Jira memandangi Donghae yang tampak sibuk bertanya pada penumpang mobil di depannya, tapi sepertinya mereka tidak tahu.

Jira menoleh dan memandang sebuah café tepat disampingnya. Café itu tampak sepi, tulisan Closed tertempel dipintu kacanya.

Jira turun dari mobil lalu berdiri didepan café itu. Kursi yang berada di depan café tampak ditumpuk ke atas meja. Dia merasa familiar dengan tempat ini. Deretan huruf terpampang diatas café itu membentuk kata Kona Beans. Jadi nama café ini Kona Beans, batinnya.

Sementara Jira masih berdiri sambil memandangi café itu, Donghae kemballi ke dalam mobil. Dia menyadari Jira menghilang.

“Jira-ya, kamu dimana?” teriaknya.

Donghae mengedarkan pandangannya kesepanjang tepi jalan itu. Dia melihat sosok Jira sedang berdiri didepan sebuah café.

“Jira-ya gwenchanayo?” Tanya Donghae.

Jira tampak terlonjak kaget Donghae sudah berdiri disebelahnya.

“Ne, Gwenchana.”

“Kona Beans? Kau ingin masuk ke dalam café ini?”

“Aniyo, hanya aku merasa familiar dengan café ini.”

“Kamu sudah pernah masuk kedalam?”

Jira menggeleng. Lalu dia merasakan jantungnya berdetak kencang. Dia memegang dadanya dengan sedikit tertunduk.


“Jira, gwenchana?” Donghae memegang kedua bahu Jira. “Dadamu sakit lagi?”

“Ani, hanya aku merasa kalau jantungku berdetak lebih kencang.”

“Ayo kita pulang, kau belum sembuh benar, masih butuh banyak istirahat.”

“Ne.”

Mereka berdua kembali masuk ke dalam mobil. Mobil-mobil didepan mereka tampak mulai berjalan perlahan.

“Kenapa bisa macet Oppa?”

“Ada orang yang mencoba bunuh diri didekat jembatan, untungya truk yang hendak menabraknya bisa menghindari.”

“Jadi dia selamat?”

“Ne. Itu orangnya.” Donghae menunjuk kerumunan orang dipinggir jalan. Mereka tampaknya sedang mengelilingi seseorang. Jira tidak bisa melihat dengan jelas orang yang dikerumuni itu, hanya rambutnya yang berwarna coklat yang tampak sedikit terlihat diantara tubuh orang-orang disekelilingnya.

“Seorang namja?”

“Ne, katanya kekasihnya meninggal sebulan yang lalu, dia depresi dan mencoba bunuh diri.”

“Astaga, kasian sekali.”

“Aku juga pasti akan seperti itu jika aku sampai kehilanganmu.” Ucap donghae sambil menggenggam tangan Jira. Jira hanya tersenyum, sambil terus memegang dadanya. Tidak ada rasa sakit dan nyeri seperti dulu, hanya debaran aneh yang dia rasakan.
***
Jira’s pov

“Yeobose Oppa?” Kataku pada Donghae ditelepon.

“Ne jagiya”

“Oppa ada dimana, bisa tidak menemaniku sebentar?”

“Ah, mianhae Jira-ya, aku sedang ada rapat direksi. Kau mau minta ditemani kemana? Bisakah kau pergi dengan Hyena?”

“Oh, Hyena sedang ada di pulau jeju bersama Yesung. Kalau begitu Oppa teruskan saja rapatnya, besok saja aku minta ditemani.”

“Baiklah kalau begitu, jaga dirimu, saranghae.”

“Ne.”

Dia selalu saja seperti ini, sibuk dengan pekerjaannya. Dia memang tipe seorang pekerja keras. Tapi terkadang itu membuatku sebal, terutama saat aku membutuhkannya dan dia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya.

Sebenarnya hari ini aku ingin memintanya menemaniku ke Kona Beans. Aku benar-benar penasaran dengan café itu yang selalu bisa membuatku berhenti didepannya dan memandanginya sebulan ini.


***
Aku berdiri didepan Kona Beans, namun kali ini aku bertekad untuk masuk ke dalam. Aku eratkan lagi jaket dan syalku, hari ini cuaca buruk sekali, mungkin salju akan turun malam ini.

Aku melangkah masuk, seorang pegawai menyambutku dan menunjukan sebuah meja dan kursi kosong didekat tembok kaca sehingga aku bisa melihat pemandangan diluar. Sebelum aku duduk aku sempat melirik ke arah kasir, namun ternyata yang berdiri disana bukan namja yang biasa aku lihat, tetapi orang lain, seorang yeoja.

“Anda mau pesan apa?” kata pelayan itu padaku.

“Ani, nanti saja.”

“Ne, baiklah, kalau anda membutuhkan sesuatu bisa memanggil salah satu dari kami.”

“Ne, gamsahamnida.”

Entah kenapa aku merasa kecewa mengetahui namja itu tidak ada. Untuk mengobati kekecewaanku aku memandang ruangan di café itu. Dekorasinya sangat cantik. Café itu bernuansa coklat kayu, yang membuatku merasa hangat. Dinding dibelakang kasir dibuat seperti kayu yang bertumpuk sehingga membentuk dinding. Dibeberapa sudut juga diletakan bunga segar yang menambah keindahan dekorasi café itu.

“Mianhae aku terlambat.” Kudengar sebuah suara bersemangat dari arah pintu masuk.

Aku menoleh memandang bagian kasir. Namja itu datang. Dia tampak tersenyum kepada yeoja yang menggantikannya menjadi kasir.

“Aku ganti baju dulu, kau saja yang menjadi kasir, aku ingin merasakan melayani pelanggan.” Kata Namja itu.

Dia berumur sekitar 24 tahun, berarti lebih muda 2 tahun dari Oppa Donghae, dan lebih tua 2 tahun dariku. Tinggi hampir 180cm, sangat tinggi, tinggiku saja cuma 165 cm. rambutnya pendek berwarna kecoklatan. Aku terus memandanginya sampai dia menghilang dibalik pintu ruang khusus karyawan. Kurasakan jantungku kembali berdesir. Siapa dia sebenarnya?

5 menit kemudian dia keluar dari ruangan itu sudah dengan seragam café itu. Dia kelihatan tampan sekali memakai seragam seperti itu. Aku mengangkat tanganku sebagai tanda memanggil pelayan. Dia melihatnya dan langsung menghampiriku.

“Ada yang bisa saya bantu Agashi?” tanyanya sambil tersenyum manis sekali.

“Saya mau pesan makanan.”

“Silahkan memilih menu kami.” Dia menyerahkan buku menu padaku.

Aku telusuri semua menu yang tertulis disitu. Sebenarnya aku tidak terlalu memeperhatikannya, karena yang sekarang ada dipikiranku adalah namja ini. Jantungku berdegup dengan sangat kencang, bahkan membuat nafasku sedikit sesak.

“Saya pesan bulgogi, cheese cake, dan espresso hangat.” Kataku sambil memandangnya. Kulihat dia tidak menulis pesananku, tetapi memandangiku dengan pandangan terkejut.

“Wae? Ada yang salah dengan pesanan saya?” tanyaku dengan heran.

“Ah, aniyo. Tunggu sebentar agasi.” Katanya. Dia melangkah menjauhiku menuju meja kasir. Kulihat dia menengok ke arahku sebentar sebelum meletakan kertas pesananku di meja.

Ada apa dengan dia? Kenapa terkejut sekali mendengar aku memesan bulgogi, cheese cake dan espresso? Dia terus memandangiku setiap kali menghampiri pelanggan dan melewati tempatku duduk. 15 menit kemudian dia datang membawa pesananku.

 Dia memandangku tajam saat meletakan makananku ke atas meja, namun anehnya aku tidak tersinggung dipandang seperti itu, tetapi aku merasa damai, aku bahkan merasa rindu dengan pandangannya itu. Ya tuhan sebenarnya perasaan apa yang aku rasakan ini? aku sama sekali tidak mengenalnya tetapi aku merasa dekat dengannya. Aku kembali memegang dadaku merasakan degup jantungku yang mengencang. Aku memakan makananku diiringi tatapan tajamnya dari arah kasir. Dia berdiri bersama teman-temannya menunggu ada pelanggan yang meminta bantuan. Bahkan sampai aku membayar di kasir dia masih terus menatapku. Aku tahu ada yang salah dengan pesanan makananku tadi, tapi aku tidak tahu apa itu.

***
“Kau kemarin ingin aku temani kemana?” Tanya Donghae. Kami sedang duduk di sofa di beranda rumahku menikmati semilir angin di sore hari. Aku duduk disebelahnya dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Tangan donghae melingkar di pinggangku.

“Hanya jalan-jalan saja. Aku bosan dirumah terus.”

“Mianhae aku terlalu sibuk akhir-akhir ini.”

Aku hanya diam. Aku sedang menikmati detak jantung Donghae yang tepat berada ditelingaku.

“Aku mempunyai sebuah berita yang tidak menyenangkan.” Ucap Donghae.

Aku mendongak menatap wajahnya dengan wajah bingung. Donghae mendekatkan wajahnya lalu mencium bibirku dengan lembut. Aku mendorong tubuhnya menjadi sedikit menjauh.

“Berita apa?” tanyaku.

“Aku harus pergi ke New York.” Ucapnya dengan muka sedih.

“Kau sudah biasa kan meninggalkanku ke luar negeri, kenapa harus bersedih?”

“Aku tidak akan kembali sampai satu tahun.”

“Mwo? Wae? Memangnya kau ada urusan apa disana?” kataku sambil menatap wajahnya lekat.

“Ada proyek yang harus aku kerjakan disana, dan itu membutuhkan waktu satu tahun. Akan aku usahakan aku bisa pulang mengunjungimu satu bulan sekali.”

Aku menunduk sambil meneteskan air mataku. Aku memang sudah terbiasa dia tinggal keberbagai negara untuk menyelesaikannya tapi itupun satu minggu paling lama. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya satu tahun tidak melihatnya, dan tidak mendekap tubuhnya.

“Jira-ya uljima, aku mohon.” Ucapnya sambil menghapus air mata yang jatuh dippipiku. “Aku berjanji akan sering menghubungimu, kita bisa memakai video call.”

“Aku pasti akan merindukanmu.” Kataku terbata.

“Aku akan lebih merindukanmu.” Dia menarikku kepelukannya dan memelukku dengan erat.

“Kapan kau berangkat?”

“Lusa.”

“Kenapa begitu cepat?”

“Semuanya serba mendadak jagiya, aku pun kaget dengan keputusan Appa yang menyuruhku kesana. Sebenarnya aku sudah memberitahu ayahmu dan meminta pernikahan kita dipercepat sebelum aku berangkat ke New York sehingga aku bisa membawamu kesana. Tapi ayahmu tidak mengijinkannya, dia berkata tubuhmu masih lemah. Dan aku sependapat dengan beliau.”

“Aku tidak ingin berpisah denganmu.”

“Aku akan sering pulang, atau kalau tidak kau bisa ke New York sehingga kita bisa berlibur bersama.”

“Hmm.”

“Uljima jagiya.” Ucap Donghae sambil kembali mendekatkan wajahnya pada wajahku lalu mencium bibirku dengan penuh hasrat. Aku peluk lehernya erat menikmati setiap ciuman lembutnya pada bibirku.

Donghae melepaskan ciumannya, membelai pipiku dan kembali memeluk tubuhku.

“Saranghae Kim Jira.” Ucapnya. Dia lalu mencium puncak kepalaku.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku pasti akan sangat kesepian. Entah kenapa aku kembali teringat pada namja di kona beans. Mengingat pandangan tajamnya padaku.

***
Aku dan Donghae sedang dalam perjalanan menuju bandara. Didalam mobil aku selalu menyandarkan kepalaku didadanya dan dia memelukku. Semakin dekat jarak ke bandara semakin tidak rela aku melepaskannya pergi.

“Kita sudah sampai tuan.” Ucap supir Donghae.

Kudengar Donghae menghela nafas dalam-dalam, aku tahu dia juga tidak ingin berpisah denganku. Dia turun dari mobil dan membuka bagasi mengambil semua kopernya dibantu supirnya. Sedangkan aku masih duduk diam didalam mobil. Aku enggan turun dan melihatnya pergi meninggalkanku, aku tidak ingin berpisah dengannya.

“Tolong kau bawa koperku dulu ke depan pintu masuk dan tunggu disana, aku ingin berbicara sebentar dengan Jira.” Kudengar Donghae berkata kepada supirnya.

“Ne tuan Lee.” Jawab sang supir.

Donghae kambali masuk ke dalam mobil dan memandangku dengan sedih. Tiba-tiba dia menciumku dan membuatku kaget. Dia menciumiku seolah dia tidak akan pernah lagi bisa menciumku. Dia mendorongku sampai aku bersandar pada pintu. Aku hanya bisa mendekapnya erat. Aku tidak ingin dia berhenti menciumku.

“Aku harus pergi sekarang.” Ucapnya setelah dia melepaskan ciumannya padaku. Mendengarnya berkata seperti itu, aku malah mempererat pelukanku padanya.

“Jangan pergi.”

“Aku akan cepat kembali.”

Dia membuka pintu mobil dan menggandengku turun dari mobil. Dia tidak melepaskan tangannya dari tanganku selama kita berjalan dari tempat parkir sampai didalam bandara.

“Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa minum obat. Jangan lupa juga check up ke dokter. Jangan pergi dimalam hari. Hentikan kesukaanmu naik bus, lebih baik kau diantar supir. Kau mengerti Kim Jira? Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padamu.” Nasehatnya padaku.

“Ne. Kau juga jaga kesehatanmu disana. Jangan lupa makan, dan jangan lupa menghubungiku.”

“Ne. saranghae.” Dia memelukku sebentar lalu melangkah masuk ke dalam ruang boarding sambil mendorong troli yang penuh dengan kopernya.

Aku melihat punggung Donghae yang menjauh dengan perasaan sedih. Dia sempat beberapa kali membalikan badan dan melambaikan tangannya padaku. Sekarang aku sendirian disini. Tidak ada lagi yang bisa menemaniku saat aku sedih.

***
Malam ini aku sudah kembali berdiri didepan Kona Beans. Baru beberapa jam yang lalu Donghae terbang ke New York. Saat sedih seperti ini entah kenapa yang ada dipikiranku hanya Kona Beans. Hati kecilku berkata ditempat ini aku akan menemukan sebuah hiburan.

Aku masuk dan duduk kembali ditempat yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Malam ini café ini tampak sepi. Namja itu ternyata sudah kembali ke posisinya yang biasa sebagai kasir. Saat aku masuk tadi aku lihat melalui ekor mataku kalau dia kembali menatapku dengan tajam.

Aku lambaikan tanganku memanggil pelayan. Dan anehnya namja itu yang mendekatiku. Dia menyerahkan pekerjaan kasirnya pada orang lain. Kenapa dia harus meminta temannya menggantikannya demi mendekatiku?

“Mau pesan apa agashi.” Ucapnya sambil menyodorkan buku menu padaku.

“Bulgogi, cheese cake dan espresso hangat.” Ucapku sambil kembali menatapnya. Dan sama seperti beberapa hari yang lalu dia memasang wajah terkejut dulu sebelum menulis pesananku.

15 menit kemudian dia kembali sambil mengantarkan pesananku. Anehnya setelah dia melayaniku dia tidak menghampiri pelanggan lain, tetapi kembali menjadi penjaga mesin kasir. Aku benar-benar heran dengan tingkahnya.

Café ini membuatku merasa nyaman, aku sedikit bisa melupakan kesedihanku karena kepergian Donghae. Aku terus memandang orang-orang yang berlalu lalang dijalan didepan café ini melalui dinding kaca dan tidak terasa sudah 3 jam aku disana. Hingga sebuah suara membuatku tersadar.

“Jongsohamnida agashi, café kami 5 menit lagi tutup.” Tiba-tiba namja kasir itu sudah berada di sampingku dan membuatku sedikit terlonjak kaget.

Aku memandang ke sekelilingku. Semua kursi tampak sudah diangkat ke atas meja, dan memang tampaknya hanya tinggal aku pelanggan yang ada disitu.

“Ah, ne saya mengerti.” Aku beranjak dari kursi dan membayar semuanya di kasir. Namun sebelum aku keluar dari pintu suara namja kasir itu terdengar memanggilku.

“Tunggu sebentar agashi.”

Aku menoleh padanya dan dia menghampiriku sambil tersenyum. Kurasakan jantungku berdebar kencang saat dia tersenyum padaku.

“Kalau agashi masih ingin berada disini tidak apa-apa, saya akan memperlambat menutup café ini. sepertinya agashi sedang bersedih.”

Aku menghela nafas dalam dan kembali duduk dikursi didekat kasir yang belum dibereskan.

“Kalian pulang saja dulu, kali ini giliranku yang memegang kunci café.” Ucap namja itu pada 3 orang temannya yang masih berada di café ini.

“Baiklah, kami pulang dulu. Kau bersenang-senanglah, lupakan Haneul.” Ucap seorang temannya. Namja itu hanya melotot sambil memukul kepala temannya. 3 namja yang meledeknya segera keluar dari café sambil tertawa terbahak-bahak.

Namja kasir itu lalu duduk didepanku sambil meletakan secangkir espresso didepanku.

“Bonus, dan gratis.” Katanya sambil tersenyum.

“Gamsahamnida.” Ucapku sambil meneguk sedikit espresso itu.

“Kyuhyun, Cho Kyuhyun imnida.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya padaku.

“Kim Jira imnida.” Aku menjabat tangannya yang terasa hangat.

“Aku sering melihatmu berdiri sambil memandangi caféku.”

‘Ne, mianhae jika sikapku mengganggumu.”

“Cheonmaneyo, kalau boleh aku tau kenapa kau memandangi café ini seperti itu?”

“Molasso.”

Dia tampak mengerutkan wajahnya heran mendengar jawabanku.

“Aku benar-benar tidak tahu kenapa aku suka memandang tempat ini. Aku hanya merasa familiar dengan tempat ini mekipun aku belum pernah sekalipun masuk ke dalamnya.”

“Aneh” ucapnya dengan ekspresi wajah yang membuatku ingin tertawa.

“Hahahaha. Aku juga merasakan kalau aku ini aneh. Ngomong-ngomong ini café milikmu?”

“Ne. sebenarnya café ini milikku dan kekasihku. Tapi kekasihku sudah meninggal 2 bulan yang lalu.”

“Eh? Wae? Dia sakit?”

“Ani, tabrak lari.” Katanya dengan wajah sedih.

“Oh, aku turut berduka.”

“Ne, gamsahamnida. Dia adalah jiwaku, dulu aku sempat berniat untuk bunuh diri. Tapi aku sadar kalau bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalahku, malah di akhirat nanti saat aku bertemu dengannya dia pasti akan memukuliku, hahahaha. Aku jadi takut saat membayangkan hal itu. Haneul saat marah lebih menakutkan daripada singa, hahaha.” Katanya sambil tertawa.

“Sepertinya kau sudah bisa melupakannya.”

“Aku tidak akan pernah bisa melupakannya, tetapi aku hanya berusaha hidup normal seperti dulu agar Haneul bisa tenang disana.”

Aku tersenyum mendengar kata-katanya yang bersemangat. Tiba-tiba aku teringat kejadian saat aku baru keluar dari rumah sakit. Mobil kami terhenti di depan café ini karena macet. Donghae berkata bahwa ada seseorang yang mencoba bunuh diri sehingga menyebabkan kemacetan, mungkinkah orang itu Kyuhyun? Orang yang aku lihat diantara kerumunan waktu itu berambut kecoklatan dan pendek. Kyuhyun yang berada didepanku juga berambut pendek dengan warna kecoklatan. Mungkin memang dia yang mencoba bunuh diri saat itu.

“Aku rasa sekarang saatnya aku pulang. Gamsahamnida sudah menemaniku, dan mianhae sudah menyebabkanmu pulang terlambat.” Aku bangkit dari kursi dan membungkuk padanya.

“Kau pulang naik apa?”

“Bus. Dilanjut jalan kaki.”

“Rumahmu dimana?”

“Daechi.”
“Kalau begitu kita satu arah. Bagaimana kalau kita pulang bersama?”

“Memang rumahmu dimana?”

“Dogok.”

“Baiklah kalau begitu.”

Aku dan Kyuhyun keluar dari café. Kyuhyun mengunci pintu café dan kami berjalan beriringan menuju halte bus.

“Kau pasti tidak terbiasa menggunakan bus.” Kata Kyuhyun yang berdiri disebelahku. Dia berdiri dengan tangan dimasukan kedalam saku jaketnya, membuat dia menjadi tampak sangat tampan.

“Ani, aku selalu menggunakan bus kemanapun aku pergi. Aku tidak bisa menyetir, Appaku melarangku untuk menyetir karena aku sakit-sakitan dari kecil.”

“Kau sakit apa?”

“Aku.. hmm.. aku sakit.. jan..” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Kyuhyun memotong sambil menunjuk bus yang mendekat kea rah kami.

“Itu busnya sudah datang.”

Saat bus berhenti Kyuhyun naik lebih dulu lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku meraih tangannya yang menarikku naik ke atas bus. Kyu menyuruhku duduk didekat jendela dia sendiri duduk disebelahku.

“Kau sepertinya tadi sedang bersedih, ada masalah apa?” Tanya Kyuhyun membuka percakapan.

“Kekasihku tadi siang berangkat ke New York, dan dia tidak akan pulang sampai satu tahun kedepan.”

“Jadi kau kesepian?”

“Ne.”

“Boleh aku bertanya satu hal lagi?” ucapnya sambil mengacungkan jari telunjuknya seperti angka satu. Aku mengangguk dan sedikit menahan tawa melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu.

“Kenapa kau selalu memesan menu yang sama saat ke caféku?”

“Mollaso.”

“Eh? Kau ini selalu menjawab mollaso kalau aku tanya.” Kyuhyun cemberut mendengar jawabanku.

“Mollaso, aku hanya memesan makanan yang hati kecilku katakan.”

“Kau ini benar-benar orang yang aneh.” Kyuhyun berkata sambil menatapku dengan dahi mengernyit lucu.

“Kita sudah sampai dihalte Dogok, kau tidak turun?” kataku saat bus berhenti di halte dogok tetapi kulihat Kyuhyun masih tenang-tenang saja duduk disebelahku.

“Apakah sopan meninggalkan seorang yeoja didalam bus sendirian malam-malam tanpa mengantarnya sampai kedepan gerbang rumahnya?” Ucapnya.

“Hahaha. Kau tidak usah repot mengantarku. Aku sudah terbiasa sendiri, lagipula 5 menit lagi sampai di halte Daechi.”

“Ani, aku akan mengantarmu sampai gerbang rumah.” Ucapnya sambil mulai memainkan game di ponselnya.

Aku memandang keluar jendela, melihat deretan pohon dan gedung yang berlalu disampingku. Pikiranku ada pada Donghae, sedang apa dia sekarang? Apakah sudah dia baik-baik saja? Sudah sampaikah dia di New York?

“Kita sudah sampai, ayo turun.” Ucapan Kyu membuyarkan lamunanku.

Kyuhyun menggandeng tanganku dan membimbingku turun dari bus. Aku merasakan sesuatu yang aneh. Kami baru kenal tadi, tetapi kenapa aku merasa sudah mengenalnya lama sehingga bisa langsung akrab seperti ini. dia juga sepertinya merasa nyaman berada disisiku.

“Rumahmu dimana?”

“Kita harus berjalan dulu masuk kedalam perumahan itu.” Kataku sambil menunjuk sebuah jalan disebelah halte itu.

Kami berjalan bersama digelapnya malam, hanya sinar lampu jalan yang menerangi kami. Bahkan bulanpun tampak bersembunyi dibalik awan.

“Cuacanya sangat buruk, anginnya kencang sekali.” Katanya sambil mengetatkan jaketnya. “Eh kau tidak memakai jaket? Hanya sweter tipis seperti itu mana mungkin bisa menahan dingin.”

“Aniyo, gwenchana.” Kataku. Sebenarnya saat itu aku juga sedang berusaha menahan dingin yang menerpa tubuhku. Tetapi aku tidak ingin Kyuhyun tahu kalau aku kedinginan.

Tiba-tiba sebuah jaket terpasang di tubuhku. Aku menengok ke arah Kyuhyun yang tampak tersenyum padaku.

“Pakailah ini, kau pasti kedinginan.”

“Tidak usah, aku tidak kedinginan. Kau pakai saja.” Kataku sambil melepaskan jaket itu.

“Kau pakai saja itu jangan membantahku, aku memakai sweter yang jauh lebih tebal darimu, aku tidak mau kau sakit.”

“Gamsahamnida.”

5 menit kami berjalan kaki dalam diam, dalam lamunan kami masing-masing. Aku merasakan jantungku yang kembali berdebar kencang saat berjalan bersamanya seperti ini.

“Ini rumahku.” Kataku saat kami sampai digerbang depan rumahku.

“Kalau begitu aku pulang sekarang. Jaga dirimu, sampai jumpa lagi, jaljayo.”

“Gamsahamnida sudah mau mengantarku pulang.”

Kyuhyun melambaikan tangannya padaku dan berjalan menjauhiku. Aku melangkah kedalam rumah dengan hati gembira. Entah kenapa aku merasa tenang saat disampingnya tadi.

Rumahku tampak sepi, sepertinya Appa sudah tidur. Aku memang tinggal hanya dengan Appa setelah Eomma meninggal saat aku masih berumur 5 tahun. Aku masuk kedalam kamarku dan duduk disofa . aku melepas jaket yang aku pakai. Jaket? Astaga, aku belum mengembalikan jaket milik Kyuhyun.

Aku segera lari menuju gerbang dan keluar ke jalan raya. Aku menengok kekanan dan kiri tapi tidak kutemukan sosok Kyuhyun. Cepat sekali dia menghilang. Aku kembali masuk kedalam rumah, dan menutuskan untuk mengembalikannya besok di Kona Beans.

***
Kyuhyun’s pov

Aku melambaikan tanganku pada Jira yang berdiri di depan pintu. Setelah melihatnya masuk ke dalam rumah aku melangkah dengan cepat menuju halte bus. Jira lupa mengembalikan jaketku sehingga aku harus cepat sampai rumah sebelum aku mati kedinginan di tengah jalan.

Kim Jira, hati kecilku berkata dia gadis yang menarik sejak pertama aku melihatnya saat dia berdiri di depan café. Melihatnya mengingatkanku pada Haneul. Bahkan debaran jantungku yang menjadi kencang saat aku berdekatan dengannya pun sama seperti saat aku berdekatan dengan Haneul.

Pesanan makanannya saat di café pun sama dengan makanan kesukaan Haneul.Sejak Haneul meninggal, tidak pernah satu kalipun ada orang yang memesan makanan itu, hanya Jira yang melakukannya. Aku yakin sesuatu hal telah terjadi dan itu melibatkan mereka berdua.

***
“Annyeonghaseo.” Kudengar sebuah suara menyapaku.

“Jira?” kataku. Jira berdiri didepanku sambil mengacungkan sebuah bungkusan.

“Apa itu?” tanyaku dengan heran.

“Jaketmu.”

“Ah, ne, semalam kau pakai. Kau duduk dulu saja dan pesan makanan nanti aku temani kau.” Aku menerima jaketku dan menyimpannya ke laci dibawah kasir.

“Baiklah. Seperti biasa ya.”

“Apanya?”

“Aku pesan menu seperti biasanya. Bukannya kau tadi menyuruhku memesan makanan.”

“Ah, ne ne, bulgogi, chese cake dan espresso.”

“Ne, aku tunggu disudut sana.” Ucapnya sambil menunjuk sebuah kursi kosong disudut ruangan.

Aku hanya mengacungkan ibu jariku sambil mencatat pesanannya. Dibelakang Jira sudah terbentuk antrian pelanggan yang ingin membayar, malam ini caféku memang sedang dalam keadaan ramai.

“Kursi no berapa Tuan?”  tanyaku pada seorang pelanggan.

“Nomor 15.”

“Semuanya 14 ribu won.”

Laki-laki itu menyerahkan uang 15ribu won.  Aku memasukan uang itu ke laci mesin kasir lalu mencetak struknya. Dia menolak saat aku menyerahkan uang kembalian, katanya itu tips buatku. Antrian itu lumayan panjang, sampai saat makanan pesanan Jira selesai aku tidak bisa mengantarnya.

“Bulgogi, cheese cake, Espresso, special order.” Kata Koki caféku dengan sedikit menggodaku.

“Wookie Hyung, bisa kau antarkan itu aku masih banyak pekerjaan,” Aku berkata pada Ryeowoo yang kebetulan baru saja menyerahkan kertas pesanan kepada koki.

“Meja berapa?” tanya Wookie.

“Pesanan Jira.” Ucapku sambil terus melayani pembeli, suara mesin kasir terdengar berisik karena aku berkali-kali membuka dan menutup lacinya serta memencet keyboardnya.

“Jira?” Tanya Ryeowook heran.

“Yeoja dipojokan itu.” Ucapku sambil menunjuk tempat Jira duduk.

“Ah, Yeoja itu, special order huh?” ucapnya sambil sedikit menyikut lenganku lalu pergi mengantarkan pesanan Jira sambil tertawa.

Sejak Jira datang ketempat ini semua pegawaiku selalu menggodaku, kata mereka pandangan mataku berbeda saat memandang Jira. Mereka seperti melihatku yang sedang memandang Haneul dulu. Mereka merasa aku sudah bisa melupakan Haneul walaupun sebenarnya tidak, aku masih sangat mencintai Haneul.

“Sungmin Hyung, bisa kau gantikan aku?” kataku pada Sungmin yang tampak sedang duduk diruang pegawai, sepertinya dia sedang beristirahat untuk minum. Kebetulan sekali antrian tadi sudah habis, sekarang waktunya aku menemani Jira. Kenapa aku menjadi sangat bersemangat seperti ini?

“Kenapa harus aku?” protesnya dengan wajah cemberut.

“Dia sudah ditunggu Hyung.” Tiba-tiba Ryeowook sudah berada disampingku sambil memeluk bahuku.

“Eh? Siapa?”

“Spesial Order.” Ryeowook berkata sambil tersenyum-senyum padaku.

“Ah, ne, aku mengerti chukae.” Sungmin berkata sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

“Kalian ini bicara apa? Jangan bicara yang tidak-tidak. Kau juga Wookie-ya, jangan membuat gossip.” Kataku sambil melepaskan rangkulan Ryeowook dibahuku.

“Sudah kau pergi saja sana. Kasihan si special order sudah menunggu.” Ryewook mendorongku keluar dari ruang pegawai lalu menutup pintunya. Mereka sengaja menutup pintu agar aku tidak sempat memukul mereka. Kudengar tawa mereka menggema didalam.

“Mianhae lama menunggu.” Kataku pada Jira dan duduk didepannya.

“Cheomaneyo, sepertinya tadi kau sibuk sekali.”

“Kebetulan sedang bayak pengunjung. Kau pasti kesepian tidak ada yang menemanimu dirumah.”

“Ne, tadi Oppa Donghae sempat menghubungiku tetapi hanya sebentar, sepertinya dia sedang sangat sibuk.” Ucapnya dengan wajah sedih. Entah kenapa akupun merasa sedih melihatnya seperti itu. Ada apa denganku? Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan orang yang baru beberapa kali aku temui. Jira hanya mengingatkanku pada Haenul.

“Bagaimana kalau kau menghabiskan waktu disini saja?”

“Hmm.. maksudmu?”

“Kau bisa membantuku disini, melayani pelanggan, berinteraksi dengan orang, bisa sedikit menghiburmu, melupakan sejenak tentang rasa kesepianmu, bagaimana?”

Dia memandangku dengan ragu. Mungkin ideku ini gila, dia pasti tidak pernah bekerja. Daechi adalah perumahan elit dan para penghuninya adalah orang kaya.

“Tentu aku akan menggajimu setiap bulan.” Ucapku cepat-cepat. Aku takut dia menyangka aku akan memperkerjakannya tanpa memberinya gaji.

“Ah, ani, aku akan bekerja disini, tapi tidak usah kau beri upah.”

“Eh? Wae?”

“Karena aku sudah mendapatkan upahku, yaitu tidak merasa kesepian lagi.”

“Ah, baiklah kalau begitu.”

“Aku pulang dulu Kyuhyun, sudah terlalu malam, dan tadi pagi aku baru check up ke dokter, bisa-bisa Appa memarahiku karena pulang terlalu malam.”

“Check up? Memang kau sakit apa?”

“Hmm.. gagal jantung. Aku baru saja sembuh dari penyakit itu, tetapi masih harus terus check up.” Ucapnya dengan sedikit senyum tersungging di wajahnya.

“Ah, baiklah kalau begitu. Kau mau aku antar pulang?”

“Ani, aku datang bersama supirku. Atau kau mau pulang bersama denganku? Nanti aku antar sampai rumahmu.”

“Ani, kau lihat sendiri masih banyak orang disini.”

“Oh, baiklah kalau begitu aku pulang dulu, sampai jumpa lagi, jaljayo.” Dia membungkukan badan padaku lalu berjalan menuju pintu. Didepan kasir dia hendak membayar ke Sungmin namun aku cegah.

“Tidak usah, kali ini gratis saja.”

“Wae? Aku juga pelanggan disini.”

“Lalu aku harus bayar berapa sebagai upah mencucikan jaketku? Kita barter saja.”

“Kau curang Cho Kyuhyun, hahahaha. Baiklah kalau begitu, gomawo atas makanan gratisnya. Sampai jumpa, Jaljayo.”

Dia kembali membungkukan badan padaku dan semua karyawanku yang sedang berada didekat kasir. Aku mengantarnya sampai dia masuk ke dalam mobil. Dia lambaikan tangannya padaku sebelum mobilnya berjalan.

“Spesial Order yang cantik.” Ryewook mulai lagi menggodaku saat aku masuk ke dalam café.

“Jangan mulai Hyung.”

“Menurutku dia cantik, tidak kalah dengan Haneul.” kali ini Sungmin yang menggodaku.

“Dengar ya kalian berdua aku tidak akan pernah melupakan Haneul. jadi jangan membuat gossip yang tidak-tidak. Sekarang kau kembali menulis pesanan Hyung, aku jadi kasir lagi.” aku mengusir Sungmin dari posisinya sebagai kasir. Sungmin mencibir padaku, sedangkan Ryeowook hanya tertawa terbahak-bahak.

Aku kembali teringat ucapan Jira yang berkata bahwa dia menderita gagal jantung. Bukankah penyakit itu hanya bisa sembuh dengan transplantasi jantung. Jangan-jangan…

“Wookie-ya, bukankah setiap penderita gagal jantung hanya bisa sembuh dengan transplantasi jantung?” tanyaku pada Ryeowook yang masih duduk santai didekat kasir.

“Yang pernah aku dengar sih seperti itu. Memangnya siapa yang sakit? Special order sakit jantung?”

“Ah ani, Cuma bertanya.”

Benar ternyata dugaanku. Sekarang aku tahu kenapa aku merasa dekat dengan Jira, padahal belum pernah bertemu dulu. Aku harus kerumah sakit besok untuk mencari tahu kebenarannnya.

***
Jira’s pov

“Annyeonghaseo.” Aku menyapa salah satu karyawan Kyuhyun yang berbadan kurus dan warna rambut agak kemerahan.

“Ah, annyeonghaseo. Kim Jira? Ryeowook imnida” namja bernama Ryeowook itu mengulurkan tangannya berkenalan denganku dan aku menyambutnya.

“Kim Jira imnida, apa Kyuhyun belum datang, aku tidak melihatnya.”

“Ne, tadi dia menghubungiku dan berkata akan telat masuk. Dia juga menitip pesan padaku kalau kau akan datang untuk bekerja. Benar?”

“Ne, benar.”

“Ada apa Wookie-ya?” seorang namja bertubuh kekar tetapi sedikit pendek menepuk bahu Ryeowook dari belakang. “Ah, si Spesial Order.” Ucapnya lagi. Dia memanggilku special order? Apa maksudnya?

“Kim Jira Hyung.” Ryeowook tampak menyikut temannya itu.

“Ah, mianhae, Sungmin imnida.” Katanya sambil mengulurkan tangan padaku.

“Kim Jira imnida”

“Jira-ssi bisa ikut aku ke ruang pegawai.” Ucapnya sambil menunjukan sebuah ruangan disebelah kasir.

“Tolong jangan panggil aku dengan sebutan –ssi, panggil Jira saja.” Aku mengikuti Sungmin masuk ke ruangan itu.

“Baiklah Jira-ya. Ini seragammu, kau akan bertugas menjadi kasir menggantikan Kyuhyun.” Sungmin menyerahkan sebuah kemeja putih berlambangkan Kona Beans padaku.

“Kenapa aku harus menggantikannya? Aku bisa menjadi pelayan.”

“Itu sudah menjadi perintah Kyuhyun, dan kami tidak bisa membantahnya, atau kami pulang ke rumah tanpa nyawa.”

“Eh? Maksudnya?”

“Kyuhyun bisa marah pada kami, dan kalau Kyuhyun sudah marah akan lebih menakutkan daripada malaikat pencabut nyawa di drama 49 Days.” Sungmin berkata dengan mimik wajah sangat serius dan membuatku tertawa.

“Kenapa tertawa?”

“Kau suka melihat drama di TV?”

“Kadang-kadang. Sudah kau cepat ganti baju dan duduk sebagai kasir.” Ucap Sungmin yang langsung keluar dari ruangan itu sambil menutup pintunya.

Aku melihat-lihat ruangan itu dengan teliti. Ruangan yang berukuran 3x4 meter dengan loker menempel disetiap sisi dindingnya. Disetiap loker itu tertempel nama pemiliknya. Kulihat loker bertuliskan namaku bersebelahan dengan loker dengan nama Kyuhyun. Kunci lokerku masih tergantung dilubangnya. Aku buka loker itu dan aku masukan tasku kedalamnya. Aku ganti baju kaos yang aku kenakan dengan kemeja itu. Ternyata di dalam ruangan ini juga terdapat sebuah meja kecil dan 4 buah kursi. Disebuah sudutnya juga terpasang dispenser air minum dengan beberapa gelas disekitarnya, mungkin ini untuk minum para karyawan disini.

Setelah memastikan penampilanku rapi, aku keluar dari ruang karyawan dan duduk dibelakang mesin kasir. Rasanya menyenangkan bisa berinteraksi dengan banyak orang seperti ini. tingkah lucu Ryeowook dan Sungmin juga membuatku bisa melupakan rasa kesepianku. Sepertinya Kyuhyun menyuruh mereka menjadi pemanduku di hari pertamaku bekerja disini.

Kyuhyun belum menampakan batang hidungnya sampai sore. Apa dia tidak datang? Ryeowook sudah berkali-kali menghubunginya tetapi ponselnya tidak aktif. Ada apa dengannya?

“Annyeonghaseo. Pesanan meja no 13 berapa harganya?” sebuah suara menyadarkanku dari lamunanku. Aku sedikit terlonjak kaget dan langsung berdiri sambil memandang orang yang berada didepan kasir.

“Kyuhyun?” ternyata Kyuhyun yang berada didepanku dan dia tampak tertawa karena berhasil mengagetkanku. Dia masih mengenakan jaket kulit, menggendong ransel dan membawa helm. “Kau dari mana? naik motor?”

“Ne, aku ada sedikit urusan. Bagaimana rasanya bekerja di café?” tanyanya. Aku melihat matanya tampak sembab, apa dia habis menangis? Mungkinkah dia mengunjungi makam kekasihnya?

“Menyenangkan.”

“Syukurlah kalau begitu, aku ganti baju dulu.”

Hatiku merasa tenang sekarang melihatnya sudah kembali. Hay, Kim Jira, apa yang kau pikirkan! Bagaimana bisa kau terlalu khawatir seperti ini pada laki-laki lain? Kau sebentar lagi akan menjadi istri Donghae, sadarlah Kim Jira. Aku menggelengkan kepalaku pelan, mencoba mengusi pikiran khawatirku pada Kyuhyun di otakku.

***
Malam ini aku pulang bersama Kyuhyun menaiki motornya. Baru kali ini aku menaiki motor seperti ini bersama laki – laki lain, baru kali ini juga aku memeluk laki-laki lain selain Donghae Oppa. Memeluk Kyuhyun rasanya lain, tidak seperti memeluk Donghae Oppa. Kyuhyun lebih hangat, jantungku juga berdebar lebih kencang saat memeluknya dibanding saat aku memeluk Donghae Oppa

Saat sampai digerbang rumahku, aku merasa tidak ingin berpisah dengannya. Aku ingin terus disisi Kyuhyun dan memeluknya.

“Gomawo untuk hari ini. aku tidak merasa kesepian lagi sekarang.” Ucapku saat kami sampai di depan pintu gerbang rumahku.

“Aku juga merasa senang hari ini. sampai jumpa, selamat tidur Jira, jaljayo.” Ucapnya.

“Jaljayo Kyuhyun, hati-hati dijalan.”

Kyuhyun memutar motornya dan pergi menjauh dengan kecepatan tinggi. Aku masuk kedalam rumah dengan perasaan gembira. Senyum dan wajah Kyuhyun terus berputar-putar dikepalaku, membuatku tidak bisa berhenti tersenyum.

***
Sudah lebih dari 6 bulan aku membantu Kyuhyun di cafénya, dan belum pernah sekalipun aku meninggalkan meja kasir. Kyuhyun selalu melarangku mengantarkan makanan, katanya dia takut aku terlalu lelah. Kyuhyun juga sangat protektif padaku, dia sekarang selalu mengantar dan menjemputku sebelum bekerja. Aku sudah akrab dengan semua karyawan Kyuhyun, mereka semua sangat baik padaku.

Oppa Donghae masih jarang menghubungiku, kalau aku sedang beruntung dia akan menghubungiku maksimal 2 kali dalam satu hari. Aku percaya dia tidak akan berselingkuh disana, tapi apakah dia tidak pernah berfikir tentang perasaanku? Yang ada dipikirannya hanya kerja, kerja, dan kerja.

Saat ini aku sedang menunggu Kyuhyun didepan rumah, Appa tidak mengetahui aku bekerja di café. Appa selalu berangkat pagi-pagi sekali saat aku masih dirumah, dan pulang sebelum aku pulang, sehingga saat aku pulang Appa pasti sudah tidur. Kalau Appa tahu aku bekerja di café, dia bisa marah besar padaku, dan mungkin aku tidak akan diijinkan lagi keluar rumah.

Sebuah mobil hyunday berwarna hitam berhenti didepanku. Aku baru pernah melihat mobil ini. Kyuhyun selama ini menjemputku dengan motor balapnya, atau menaiki bus bersama saat dia tidak menggunakan motornya,  jadi mobil ini pasti bukan mobil Kyuhyun.

“Hai.” Kyuhyun turun dari mobil itu dan menyapaku.

“Kyuhyun? Kau.. tumben sekali.” Kataku sambil menunjuk mobilnya.

“Kau masuk dulu, nanti aku ceritakan dijalan.” Kyuhyun membuka pintu mobil didepanku dan menyuruhku masuk.

Aku memasang sabuk pengamanku dan mulai melihat-melihat isi mobil itu. Di dashboard mobil tampak foto terpasang. Foto Kyuhyun dengan seorang Yeoja.

“Dia Haneul, benar?” tanyaku padanya.

“Heem.” Ucapnya samil mengangguk.

“Cantik.”

“Ne, dan dia yang membuatku tidak lagi berani menyetir.”

“Eh?” aku menoleh padanya. Dia tampak menatap lurus kedepan, berkonsentrasi pada kemudinya.

“Sejak Haneul meninggal karena tabrak lari, aku menjadi takut untuk menyetir. Aku takut akan mencelakakan orang dan kejadian seperti Haneul terulang.”

“Tapi bukan kau yang menabraknya. Untuk apa kau merasa bersalah.”

“Aku hanya merasa takut Jira, aku trauma. Tanganku selalu gemetar saat memegang kemudi. Tapi saat aku melihatmu entah kenapa keberanianku muncul kembali. Sejak seminggu yang lalu aku mencoba menyetir kembali walau belum berani untuk mengajakmu menemaniku. Baru hari ini aku yakin tanganku sudah tidak lagi bergetar saat memegang kemudi, jadi aku menjemputmu dengan mobilku.” Dia menoleh sebentar padaku sambil tersenyum manis sekali.

“Kau tahu siapa yang menabrak Haneul?”

“Ani, tapi menurut seorang saksi, mobil itu mobil mewah, Audi A5 warna silver kalo tidak salah.”

“Kapan itu terjadi?”

“18 September.”

18 September? Bukankah hari itu sama dengan hari saat aku masuk ke rumah sakit lalu sehari setelahnya aku mendapatkan donor jantung. Audi A5 warna silver? Sama seperti mobil Donghae Oppa. Apa semua ini saling berkaitan? Ish apa yang aku pikirkan! Mana ada kebetulan seperti itu.

“Bagaimana Haneul bisa tertabrak?”

“Dia hendak mengunjungi Kona Beans dan memberi kejutan padaku, namun malangnya dia tidak hati-hati saat menyebrang dan tertabrak. Tetapi pengendara mobil itu segera melarikan diri. Sudahlah tidak usah membicarakn peristiwa itu lagi. ngomong-ngomong sejak kau ada Kona Beans, caféku itu jadi makin ramai, sepertinya kau membawa keberuntungan. Hahahaha.” Katanya.

“Kau percaya dengan hal seperti itu?”

“Mungkin. Yang penting semua karyawanku tampak senang kau berada disana. Mereka seperti mendapatkan adik baru.”

Aku hanya tertawa kecil mendengar ucapannya. Memang semua karyawan Kona Beans sangat akrab satu sama lain, membuat mereka tampak seperti keluarga. Itulah salah satu alasan aku merasa nyaman disana, selain keberadaan Kyuhyun tentunya.

***
Hari ini aku tidak berangkat bekerja di Kona Beans. Aku sudah meminta ijin kepada Kyuhyun dengan alasan sakit. Dia bilang dia akan menjengukku nanti malam, tapi aku melarangnya dengan beralasan aku butuh istirahat, dan semua itu bohong adanya. Aku baik-baik saja, aku tidak sakit dan tidak butuh istirahat hanya aku akan menyelidiki sesuatu hari ini.

Sejak semalam aku terus memikirkan kata-kata Kyuhyun. Haneul ditabrak dan meninggal pada tanggal 18 September sama dengan hari aku masuk ke rumah sakit, lalu sehari setelahnya tanggal 19 September aku mendapatkan donor jantung dari seseorang yang katanya baru meninggal sehari sebelumnya. Mobil yang menabrak Haneul sama seperti mobil Donghae, Audi A5 warna silver. Perasaan berdebar aneh yang aku rasakan setiap aku melewati Kona Beans dulu, padahal aku belum pernah masuk kedalamnya sekalipun. Menangis setiap melihat Kyuhyun dulu, walaupun aku tidak merasa sedih dan akupun belum mengenal Kyuhyun. Mugkinkah semua ini saling berkaitan? Aku memutuskan untuk kerumah sakit hari ini dan mencari tau segalanya.

“Annyeonghaseo.” Sapaku pada perawat di meja resepsionis rumah sakit.

“Annyeonghaseo, ah Jira-ya bagaimana kabarmu?” kata perawat itu.

“Baik.”

“Syukurlah kalau begitu, kau mau check up? Bukankah baru dua minggu yang lalu jadwal chaeck upmu? Apa kau merasa ada keluhan?”

“Ah, aniyo, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, aku ingin mengetahui siapa pendonor jantungku.”

“Eh? Untuk apa?”

“Aku hanya ingin berterima kasih pada keluarganya.”

“Apa arwah pendonor itu mengganggumu?”

“Mwo? Ani, aniyo, suster ini berpikiran yang tidak-tidak. Aku benar-benar Cuma ingin berterima kasih. Aku mohon beri tahu aku siapa orangnya.”

“Baiklah, kau bisa ikut aku ke ruang arsip.” Ucap perawat itu. Aku mengikuti setiap langkah kaki suster itu. Sepanang jalan diapun selalu bercerita tentang pendonorku.

“Dia orang yang yang sangat dermawan, dia selalu mendonorkan darahnya dirumah sakit ini setiap 3 bulan sekali, dia juga menandatangi perjanjian dengan rumah sakit ini, apabila dia meninggal rumah sakit boleh mengambil salah satu organ tubuhnya untuk didonorkan. Aku tidak menyangka dia akan meninggal secepat itu.”

“Siapa namanya?” tanyaku.

“Kau bisa melihatnya didokumen ini.” perawat itu mengambil sebuah map tebal di rak yang penuh berbagai map arsip di ruangan arsip rumah sakit.

Aku membuka map itu dan melihat sebuah foto terlampir diantara kertas-kertas. Foto seorang yeoja cantik. Yeoja yang sama dengan yang aku lihat di dashboard mobil Kyuhyun. Di kertas berlambangkan rumah sakit itu tertulis sebuah perjanjian.

Nama: Kang Haneul
Usia: 22 tahun
Alamat: Dogok, Seoul, Korea Selatan.

Bersedia mendonorkan salah satu organ tubuhnya saat meninggal nanti untuk orang yang membutuhkan donor organ.

Lalu dilembar berikutnya aku melihat dataku sebagai resipien dari donor jantung Haneul. pikiranku kosong saat itu. Tubuhku lemas, dan aku jatuh tertunduk ke lantai. Air mataku mengalir deras. Sekarang aku tahu kenapa aku menangis saat melihat Kyuhyun, kenapa aku merasa familiar dengan Kona Beans, kenapa jantungku selalu berdebar saat aku berdekatan dengan Kyuhyun. Itu semua karena jantung yang berada didalam tubuhku ini jantung Haneul. Haneul yang masih sangat mencintai Kyuhyun.

“Jira gwenchana?” kata perawat yang bersamaku. “Kenapa kau menangis? Kau kenal orang ini?”

Aku tidak menjawabnya, aku hanya memeluknya dan menangis keras-keras dibahunya. Salah satu bagian tubuh orang yang paling Kyuhyun cintai ada padaku. Apakah dia akan membenciku saat dia tahu semua ini? aku takut, aku takut Kyuhyun membenciku, aku takut Kyuhyun meninggalkanku.

***
Kyuhyun’s pov

Flashback 6 bulan yang lalu pada hari pertama Jira bekerja.

“Wookie-ya, hari ini aku akan datang terlambat, hari ini Jira juga akan datang untuk bekerja di Kona Beans, kau bisa menolongku? Ajari dia menjadi kasir, seragamnya ada di tempat biasa, lokkernya bersebelahan denganku. Ne, ne, kau mengerti kan? Ne gomawo.” Aku mematikan ponselku. Sekarang aku berada didepan rumah sakit tempat Haneul meninggal dulu.

“Annyeonghaseo.” Sapaku pada seorang perawat di meja resepsionis rumah sakit.

“Annyeonghaseo, ada yang bisa saya bantu.” Kata perawat itu.

“Saya Kang Kyuhyun, saya kakak kandung dari Kang Haneul, saya mau mencari tahu kepada siapa dulu Kang Haneul mendonorkan jantungnya.”

“Apakah anda benar-benar keluarganya?”

“Ne, saya satu-satunya kakak kandungnya.”

“Baiklah kalau begitu anda bisa ikut saya ke ruang arsip.”

Aku mengikuti setiap langkah perawat itu menuju ruang arsip.

“Anda bisa menemukannya disini. Kalau tidak salah file tentang Kang Haneul ada di.. ini dia, anda bisa membacanya disini.” Perawat itu menyerahkan map berwarna putih itu ke tanganku

Aku membuka map itu dan menemukan surat perjanjian pendonor antara Haneul dan rumah sakit, ada foto Haneul juga terselip disitu. Lalu dilembar kedua aku menemukan data pasien penerima donor jantung dari Haneul.

Nama: Kim Jira
Usia: 22 tahun
Alamat: Daechi, Seoul, Korea Selatan.
Riwayat penyakit: Gagal jantung.

Map itu meluncur jatuh dari tanganku saat aku membaca lembar kedua itu. Jadi benar dugaanku kalau Jira yang menerima donor jantung Haneul. itulah kenapa aku merasa seperti sedang berada disamping Haneul saat Jira didepanku. Jantungku yang berdegup kencang saat berdekatan dengan Jira, itu semua karena jantung yang berdetak di tubuh Jira dalah jantung Haneul. aku bersandar pada rak di belakangku. Badanku terasa lemas.

Apa yang harus aku lakukan sekarang. Apakah Jira sudah tahu semua ini? apa yang akan dia lakukan saat tau jantungnya sama dengan jantung Haneul. Apa dia akan menghindariku? Aku tidak ingin berpisah dengan satu-satunya bagian tubuh Haneul yang masih hidup. Aku harus menjaga Jira seperti aku menjaga Haneul. aku harus menjaga jantung mereka, yang juga menjadi jantungku.

***

Tidak ada komentar: