LOVE
IS DESTINY (PART 4)
Type
: Multi-chapter
Author
: Istrinya Kyuhyun
Main
Cast : Cho Kyuhyun, Hong Hae Jin, Yoo Ae
Jong
Supporting Cast : Choi Siwon, Tuan
Cho, Tuan Hong, Nari
Rating
: All Ages
Theme
: Romance
Revie last chapter
Seorang yeoja berjalan keluar dari
bandara Incheon bersama seorang namja tampan dan tinggi yang mendorong troli
berisi koper mereka. Semua orang yang mereka lewati memandang kearah namja itu
dengan pandangan takjub.
“Hentikan Siwon! Kau benar-benar
membuatku malu” Kata yeoja itu sambil memukul pelan lengan namja bernama Siwon.
“Mwo? Aku hanya tersenyum kepada
mereka”
“Dan senyummu itu bisa membuat
mereka mati seketika” ucap yeoja berjaket kulit hitam itu.
“Begitukah? Kenapa kau tidak mati
padahal aku selalu tersenyum padamu setiap saat.”
“Karena aku adikmu! Aku kebal dengan
senyummu”
“Kita hanya saudara tiri” ucap Siwon
dengan muka cemberut.
“Lalu kenapa? Yang penting ayahmu
dan ibuku sudah menikah. Kita bersaudara.”
Mendengar ucapan adiknya itu Siwon
hanya mencibir kesal.
“Ah, kota yang aku rindukan, tidak
berubah sejak kutinggalkan setahun yang lalu.”
“Yang kau rindukan kota ini atau dia
yang ada di kota ini, Hae Jin?” ucap Siwon sambil sedikit menyikut adiknya dan
tersenyum menggoda.
Hae Jin hanya melotot pada kakak
tirinya itu.
***
Hae Jin’s
pov
“Jadi ini apartemenmu. Lumayan
nyaman” Ucap Siwon sambil menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
“Ya! Jangan langsung duduk seperti
itu! Bawa dulu kopermu ke kamarmu. Kamarmu yang ada di ujung.”
“Kau ini menyuruh aku terus. Kau
saja yang angkat kopernya.”
“Kau kan Oppa” kataku sambil melemparkan
senyum manja ke Siwon.
“Aish! Kau ini. Hentikan senyum
manjamu itu. Selalu saja begitu, membuatku tidak bisa berkata tidak”
“Hahahahah. Aku akan memasak
sedangkan kau beres-beres. Arraso”
“Ne, Agashi” ucap Siwon dengan muka
cemberut dan mulai menarik koper-koper kami satu - persatu.
“Aigo! Bagaimana bisa aku memasak.
Kulkasnya saja kosong.”
“Hae Jin-ah pabo! hahahahah” teriak
Siwon dari dalam kamarnya.
“Ish! Aku pergi berbelanja dulu
oppa”
“Jangan lupa belikan aku Espreso
kaleng”
“Ne. Aku berangkat Oppa. Jaga rumah
ya”
Aku bergegas masuk ke dalam lift dan
turun ke parkiran, hyunday putihku sudah menunggu disana.
***
“Aku butuh ramen, mana ya ramen?”
gumamku sambil menelusuri deretan makanan instan di rak swalayan.
Bruuk. Kudengar suara seperti benda
jatuh di belakangku. Kulihat seorang wanita hamil mejatuhkan beberapa bungkus
makanan instan dari rak.
“Biar saya bantu” kataku sambil
tersenyum.
“Gamsahamnida” katanya sambil
sedikit membungkukan badan.
“Apa yang ingin anda ambil, mungkin bisa
saya ambilkan”
“Ah, ani, sudah saya ambil, tadi
tidak sengaja saya menjatuhkan yang lain” katanya sambil menunjukan beberapa
bungkus makanan instan di troli belanjanya. Sejenak dia tampak menatap dan
mengamatiku.
“Kenapa anda menatap saya seperti itu?”
tanyaku heran padanya.
“Ah, mianhae, saya seperti pernah
melihat anda sebelumnya”
“Mungkin sebelumnya kita pernah
bertemu, tapi saya tidak ingat dengan anda. Mianhae, saya harus pergi, oppa
saya sudah menunggu. Permisi.” Kataku sambil tersenyum lalu membungkukan badan
sedikit.
“Gomawo sudah membantu saya” katanya
sambil tersenyum. Aku balas senyumnya dan melangkah pergi.
***
Ae Jong’s
pov
“Dimana ya aku pernah melihatnya.
Wajah itu tidak asing bagiku” gumamku.
“Kenapa Ae Jong? Apa ada sesuatu yang
salah?” tiba-tiba Kyuhyun sudah berada disampingku.
“Ah, ani. Tadi aku menjatuhkan
barang dirak ini dan ada seorang yeoja membantuku merapikannya. Tapi anehnya
aku seperti pernah melihatnya disuatu tempat tapi aku lupa dimana.”
“Seperti apa rupanya? Mungkin dia
temanku?”
“Tinggi, sedikit lebih tinggi
dariku. Rambut panjang melebihi bahu berwarna kecoklatan, dan matanya indah.
Hidungnya juga mancung. Cantik sekali kalau menurutku”
“Aku tidak bisa membayangkan sosok
yang kau gambarkan itu.” Katanya sambil menggaruk kepalanya.
“Aku benar-benar seperti pernah
melihatnya sebelumnya, tapi katanya dia tidak ingat pernah bertemu denganku.”
“Mungkin hanya perasaanmu saja.
Sudah ayo kita pulang. Ini susumu sudah aku ambilkan.” Ucapnya sambil mendorong
troli belanja kami.
“Ne, mungkin seperti itu.”
Entah kenapa hati kecilku berkata
lain. Hatiku berkata dia akan menjadi seseorang yang penting bagiku. Dan entah
kenapa saat melihatnya tadi, aku teringat wajah Kyuhyun. Siapa dia sebenarnya?
***
Hae Jin’s
pov
“Oppa aku pulang.” Teriakku dari
depan pintu.
“Mana Espreso ku?” Siwon
menghampiriku dan membantu membawakan beberapa kantong belanja.
“Ada didalam kantong yang kau
pegang.”
Segera terdengar suara krasak
krusuk. Siwon sibuk mengaduk-nagaduk kantong belanjaan mencari espresonya.
“Kenapa Cuma 2?” tanyanya sambil
mengacungkan 2 kaleng espreso
“Lalu aku harus beli berapa?”
“Ish! Lebih dari 2. Kalau 2 Cuma
untuk sekali minum”
“Kalau begitu beli saja sendiri”
“Kau sungguh menyebalkan” ucapnya
dengan muka cemberut. Aku hanya menjulurkan lidah padanya.
“Kau mau makan apa?”
“Hm, apa ya? Aku ingin pajeon dan
beef bulgogi.”
“Kau rakus sekali”
“Hukuman untukmu karena cuma
membelikanku dua kaleng espresso.”
“Jadi kau mau membalasku?” kataku
keki.
“Sudah, cepat masak, aku sudah
lapar” katanya tanpa dengan pandangan terus tertuju pada televisi.
Siwon adalah anak dari ayah tiriku.
Ibunya sudah meninggal sejak kecil. 5 tahun yang lalu ayah siwon menikah dengan
ibuku setelah ibuku bercerai dengan ayahku. Siwon dan aku yang sama-sama anak
tunggal, membuat kami cepat akrab. Aku sudah menganggapnya seperti kakak
kandungku. Saat aku terpuruk karena Kyuhyun, dia yang selalu menemani dan
menghiburku.
***
“Kenyang. Masakanmu selalu enak.
Persis sama dengan buatan Omma.” Kata Siwon sambil mengusap-usap perutnya.
“Omma yang mengajariku memasak. Kau
tahu sendiri bagaimana cerewetnya Omma kalau di dapur.”
“Iya, aku pernah dimarahi karena
mengambil makanan yang belum selesai dibuat. Hahahaha. Aku mau jalan-jalan Hae
Jin. Sudah lama aku tidak melihat yeoja-yeoja Korea yang cantik, setiap hari
yang kulihat hanya bule-bule perancis yang mukanya berbintik-bintik.”
“Besok saja. Malam ini aku mau
menemui pengacara ayahku, dan menjenguk ayah di penjara. Apa kau mau ikut.”
“hm.. Shiro, nanti aku mengganggu
kalian. Kau pasti sangat merindukan ayahmu”
“Ne, aku sangat merindukannya. Kalau
begitu kau saja yang cuci piring, aku berangkat sekarang.”
“Ya! Memangnya aku pembantu!”
“Kau kan Oppa. Aku buru-buru
sekarang. Aku pergi dulu Oppa.” Kataku sambil berlari, sebelum Siwon bisa
menangkapku.
“Ya! Tunggu dulu Hae Jin. Ya! Hong
Hae Jin” kudengar teriakan kesalnya dari dalam rumah.
Kami selalu saja seperti ini. Sifat
jailku bisa kambuh sewaktu-waktu, dan hasilnya selalu Siwon yang kena getahnya.
***
“Kami sudah memiliki bukti yang bisa
menguatkan bahwa ayahmu tidak bersalah” ucap Tuan Kim pengacara ayahku.
“Tolong tuan, percepat persidangan
Appa. Saya sudah tidak tega melihat Appa menderita seperti ini.” Kataku sambil
menggenggam tangan Appa. Kami sedang berada di ruang besuk penjara. Kulihat
tubuh Appa semakin kurus, walaupun senyum tetap tersungging di wajahnya.
“Saya usahakan siding akan
dilaksanakan minggu depan, saya optimis Tuan Hong bisa dibebaskan.”
“Bagaimana keadaan ibumu?” Tanya
Appa sambil membelai kepalaku.
“Baik.”
“Kau sendiri? Sudah bisa
melupakannya?”
“Mungkin.”
“Mianhae Hae Jin, karena Appa semua
jadi begini.”
“Tidak Appa, Appa tidak bersalah.
Mungkin memang aku dan Kyuhyun tidak berjodoh.”
“Appa berdoa semoga kau menemukan
yang lebih baik.”
“Ne, Appa.”
“Kau tinggal bersama Siwon?”
Aku hanya mengangguk lemah sambil
bersandar pada bahu Appa. Aku merindukannya, sudah lebih dari satu tahun aku
tidak bertemu dengannya.
“Kapan-kapan ajak dia kesini. Appa ingin
bertemu dengannya.”
“Ne, Appa.”
***
Ae Jong’s
pov
Pagiku berjalan seperti biasa.
Membangunkan Kyu, menyiapkan sarapan untuk Kyu. Tapi entah kenapa sejak
pertemuanku dengan yeoja yang menolongku di swalayan seminggu yang lalu, aku
tidak bisa melupakannya. Wajahnya selalu terbayang di benakku. Aku yakin,
sangat yakin pernah melihatnya di suatu tempat, tapi dimana? Apa dia teman
sekolahku? Atau teman Kyuhyun, tapi kurasa tidak, hanya Na Ri yang aku kenal
sebagai temannya. Hatiku berkata aku akan kembali bertemu dengannya. Mungkin
aku harus menunggu sampai saat itu tiba.
“Selamat Pagi Ae Jong.” Kata Kyu
yang sudah berdiri tepat disampingku. Rambutnya masih tampak basah. Wangi sabun
bercampur sedikit parfum juga menguar dari tubuhnya.
“Selamat pagi. Kau mau sarapan apa?”
“Ehm, seperti biasa saja. Appa
mana?”
“Didepan televisi, sambil sarapan.”
“Kalau begitu aku juga sarapan di
depan televisi saja bersama Appa.”
“Ne, nanti aku bawakan kesana.”
Aku berjalan di belakang Kyu sambil
membawa nampan berisi sarapan kami berdua.
“Ae Jong, bisa tolong ambilkan koran
Appa yang baru. Mungkin baru diantar jadi masih didepan gerbang.”
“Ne Appa, tunggu sebentar” kataku
sambil meletakan nampan di meja di depan televisi dan melangkah keluar rumah.
Udara pagi begitu sejuk, langit juga
cerah tanpa ada awan sedikitpun. Kuhirup udara segar sebanyak mungkin. Seakan
aku tidak akan pernah lagi bisa merasakan udara sesegar ini. kulihat koran Appa
tergeletak di dekat pintu gerbang. Pasti pengantar koran melemparnya dari luar.
Sambil berjalan kembali ke rumah
kulihat berita utama di koran itu adalah bebasnya seorang pengusaha kaya raya
di korea dari tuduhan korupsi. Judulnya yang besar tampak mencolok dibandingkan
dengan berita yang lain
Pengusaha
Hong akhirnya terbebas dari penjara. Itulah judul yang tertera disana.
“Appa ini korannya. Ternyata
pengusaha Hong yang dipenjara itu sudah dibebaskan semalam.” Kataku pada Appa.
“Mwo?” Appa tampak kaget sekali
mendengar ucapanku.
“Uhuk uhuk” kudengar juga suara
batuk Kyuhyun yang duduk disebelah Appa.
“Kyu, gwenchanayo?” tanyaku sambil
menepuk punggungnya.
“Ne, gwenchana.”
“Pengusaha Hong, salah satu
pengusaha paling terkemuka di Korea, semalam akhirnya dibebaskan. Setelah
mendekam selama lebih dari 3 tahun dipenjara, akhirnya dia dibebaskan dari
segala tuduhan. Bukti-bukti menunjukan bahwa pengusaha Hong hanya dijadikan
kambing hitam oleh rekannya.” Kudengar suara pembaca berita di TV.
Kulihat tampang Appa dan Kyuhyun
tampak tercekat. Mereka sama sekali tidak memalingkan wajah dari layar TV. Apa
yang sebenarnya terjadi pada mereka? Begitu pentingkah berita terbebasnya
pengusaha itu bagi mereka.
“Tuan Hong, apa yang akan anda
lakukan setelah bebas?” kembali terdengar suara seorang wartawan dari TV.
“Aku akan mengembalikan semua
kebahagian orang-orang disekitarku yang sempat terenggut. Terutama putriku
tercinta, karena aku dia menderita. Karena aku dia harus kehilangan pria yang
paling dicintainya.” Kudengar suara berat pengusaha Hong menjawab pertanyaan
para wartawan.
“Sudah. Tidak perlu dilihat lagi.”
Kata Appa sambil mematikan TV. “Appa pergi dulu. Kau hati-hati dirumah Ae Jong”
ucap Appa sambil beranjak dari sofa dan melangkah pergi.
“Aku juga harus pergi, ada sesuatu
yang harus aku urus.” Kata Kyu sambil mencium keningku lalu pergi.
Ada apa dengan mereka? Kenapa sikap
mereka mendadak berubah? Bahkan Appa yang selalu menghabiskan sarapannya pergi
tanpa menghabiskan sarapannya lebih dulu. Kyu juga tidak pernah pergi sepagi
ini. Apa ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku?
***
Hae Jin’s
pov
“Kau tidak pergi ke rumah Appamu?”
Tanya Siwon padaku sambil sibuk mengunyah roti bakarnya.
“Ani, mungkin besok. Aku sudah
berjanji membawamu berkeliling Seoul hari ini.”
“Jadi hari ini kita jalan-jalan?”
Aku hanya mengangguk sambil meminum
susu.
“Asiik!”
“Makanya cepat kau habiskan sarapan
dan bersiaplah.”
“Kau ini cerewet sekali.”
“Cepat mandi! Atau mau aku pukul?”
ucapku sambil mengacungkan kepalan tanganku pada Siwon.
Siwon hanya berlari ke kamar mandi
sambil tertawa terbahak-bahak.
***
Kami sedang berada di puncak
tertinggi Seoul Tower. Siwon tampak kegirangan. Dia berjalan kesana-kemari
mencari posisi terbaik untuk berfoto. Aku hanya berdiri di pojokan melihat
tingkah laku Siwon. Banyak gadis-gadis yang terpesona dengan Siwon, mereka
mulai berkerumun disekitar Siwon memeperhatikan tingkah lakunya.
Satu-persatu yeoja itu mulai berani
meminta foto bersama Siwon. Memang aku akui wajah Siwon sangat tampan untuk
ukuran orang Korea, walaupun menurutku masih lebih tampan Kyuhyun. Aigo, kenapa
aku kembali teringat pada Kyuhyun.
Kudekati Siwon yang sedang
dikerumuni yeoja-yeoja centil. Kutarik lengan jaketnya, dan kubawa dia menjauh
dari kerumunan itu.
“Apa-apaan kau Hae Jin?” tanyanya
dengan kesal.
“Cukup tebar pesonanya.”
“Tebar pesona? Aku hanya melayani
para fansku.”
“Fans? Memangnya kau artis?”
“Sebentar lagi pasti ada produser
yang mau mengorbitkanku.”
“Ish! Aku ingin muntah mendengarnya.
Ayo cepat kita pergi, aku mau mengajakmu ke sungai Cheonggyecheon.”
“Tunggu,
paling tidak kita berfoto berdua dulu sebentar.” Katanya sambil menarik tangaku
lalu merangkul bahuku. “Senyum.” Katanya sambil mengarahkan lensa kamera ke
arah kami berdua.
“Angkat
tanganmu. Kita buat tanda cinta dengan tangan.”
“Mwo?
Shiro.”
“Wae?
Lihat banyak orang yang melakukannya. Ayolah. Kau kan adikku.” Katanya merajuk.
“Ahhh, Ne,
ne.” kataku kesal, sambil mengangkat tanganku ke atas kepala.
Kulihat banyak orang yang melirik ke
arah kami. Terutama para yeoja yang tampak iri melihatku berfoto bersama Siwon.
Sepertinya aku salah membawa dia kesini.
***
Kami berkeliling ke berbagai tempat
wisata di dalam kota Seoul. Di pinggiran sungai Cheonggyecheon, kami sempat
membuat lukisan wajah kami berdua, lebih tepatnya Siwon yang memaksa untuk
membuatnya.
Disetiap tempat wisata, Siwon selalu
kalap memakan berbagai makanan khas dipinggir jalan, mulai dari odeng sampai
toppoki. Aku saja sudah kenyang karena sarapan tadi. Siwon memang terbiasa
dengan kehidupan di Eropa. Dia sangat jarang kembali ke Korea, paling hanya
sekali setahun, itupun hanya untuk berlibur selama satu sampai 2 minggu. Maka
dari itu saat aku mengajaknya berkeliling dia benar-benar seperti anak kecil
yang kegirangan.
***
Kami sudah berada di apartemen.
Siwon tampak tergeletak kelelahan di sofa, tapi sebuah senyum tersungging di
wajahnya.
“Oppa, mau tidak besok menemaniku
menemui temanku?” kataku sambil menggoyang-goyangkan kaki siwon.
“Temanmu yang mana? Teman atau
teman? Cho Kyuhyun?”
Plaaak. Kupukul kepalanya
keras-keras.
“Ya! Appayo”
“Makanya jangan asal bicara.”
“Kau mau bertemu siapa?”
“Teman perempuanku di kampus. Kau
ingatkan tujuan aku mengajakmu kesini?”
“Ne. Besok aku temani. Sekarang aku
mau tidur” ucapnya lalu menutup matanya.
Aku bangkit dari sofa dan mengambil
ponsel yang tergeletak di meja.
“Yeoboseo” ucap seorang yeoja dari
seberang telepon
“Yeoboseo Na Ri-ya. Ini aku Hae
Jin.” Kataku sambil memandangi pemandanga kota seoul di malam hari dari
jendela apartemen.
“Jin-ah! Bagaimana kabarmu? Bogoshipo”
ucap Na Ai bersemangat seperti biasanya.
“Baik, kau sendiri? Aku sudah
kembali ke Korea sekarang.”
“Jjinja? Kapan?”
“Kemarin lusa. Bisa tidak besok kita
bertemu? Ada seseorang yang ingin aku kenalkan padamu.”
“Besok? Ne, bisa, ditempat biasa
kan?”
“Ne, kalau begitu sampai bertemu
besok, jjaljayo”
Sudah lama aku tidak melihat wajah
sahabatku itu. Eun Ju sepupuku pernah bercerita dia dan Kyuhyun mencariku
sampai Busan. Aku sudah banyak merepotkan dia.
***
“Mana temanmu?” Tanya Siwon
sambil sesekali melirik jam tangannya.
“Sabar, sebentar lagi dia datang.
Jaga sikapmu Oppa. Kau tau kan kau disini sebagai apa?”
“Ne, cerewet sekali kau ini”
Kuedarkan mataku berkeliling
memandang setiap pelosok café mencari sosok Na Ri. Mataku tertuju pada pintu
saat kudengar bunyi gemerincing bel pintu kecil yang bergoyang. Sosok Na Ri
yang berambut pendek membuatku refleks melambaikan tangan tinggi-tinggi.
“Jin-ah” teriaknya. Dia segera
menghampiriku dan langsung memelukku saat aku berdiri menyambutnya.
“Jeongmal Bogoshipo. Kau kemana
saja? Aku sudah benar-benar cemas dengan keadaanmu saat ini. Kau tampak lebih
kurus. Pasti sulit sekali melewati hari-harimu.” Ucapnya tanpa memberiku
kesempatan menjawab.
Aku hanya tersenyum dan
mempersilahkannya duduk. Saat dia duduk baru dia mengetahui keberadaan Siwon
yang duduk disebelahku dengan gaya khasnya. Na Ri memandangku dengan pandangan siapa
dia? Nya.
“Ah, Na Ri-ya kenalkan dia Siwon,
kekasihku yang baru.” Kataku sambil menunjuk Siwon. Berat rasanya menyebut
Siwon sebagai kekasihku, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku.
“Annyeonghaseo, Choi Siwon imnida”
ucap Siwon sambil menulurkan tangannya pada Na Ri sambil tersenyum. Melihat
ekspresi wajah Na Ri, aku yakin sekarang pasti jantungnya sedang berdebar keras,
efek dari mendapatkan senyum siwon. Na Ri menjabat tangan Siwon sambil menatap
wajahnya tanpa sedikitpun berkedip.
“Siwon ini lahir di Korea tapi besar
di Paris.” Kataku menjelaskan.
“Bisa berbahasa Korea?” Tanya Na Ri
“Bisa, kebetulan ayahku selalu
membiasakanku berbahasa Korea di rumah.” Jelas Siwon tetap sambil tersenyum.
Aku yakin Siwon pasti sudah merusakan sendi wajahnya hingga tidak bisa berhenti
tersenyum kepada semua wanita.
“Sudah berapa lama kalian pacaran?”
Tanya Na Ri.
“3 bulan”
“6 bulan” ucap Siwon bersamaan
dengan ucapanku. Kontan saja muka Na Ri langsung berkerut heran.
“Kok kalian tidak kompak
menjawabnya? Kalian benar-benar pacaran kan?”
“Tentu saja” kataku sambil menginjak
kaki Siwon sebagai hukuman atas kebodohannya. Siwon hanya meringis menahan
sakit dan sedikit melotot ke arahku.
“Aku mendekati dia selama 3 bulan
sebelum kami akhirnya memutuskan untuk berkomitmen. Dan bagiku perhitungan lama
pacaran dimulai dari masa pendekatan.” Jelas Siwon.
Muka Na Ri semakin memperlihatkan
raut bingung dan aneh.
Pabo!
Alasan konyol apa itu! Seharusnya bukan dia yang aku ajak bekerja sama. Umpatku dalam hati. Aku hanya bisa
tersenyum kecut dan menjelaskan pada Na Ri bahwa yang dikatakan Siwon itu
benar.
Setelah Na Ri bisa menerima alasan
konyol Siwon, suasana sedikit demi sedikit mulai mencair. Na Ri bisa langsung
akrab dengan Siwon. Sepertinya misiku membuat Na Ri melihat keadaanku yang
bahagia bersama Siwon berhasil, walaupun sebenarnya itu hanya pura-pura
saja.
“Permisi, saya ke toilet sebentar”
Ucap Siwon tiba-tiba.
“Kau sepertinya sudah bisa melupakan
Kyuhyun sekarang.” Kata Na Ri padaku.
Aku hanya tersenyum, walau pahit
masih terasa dihatiku. “Eun Ju bilang kau dan dia mencariku sampai ke Busan.
Bahkan kata Jun Su, dia.. hmm.. dia sampai berlutut di depan rumah saat hujan
besar, benarkah?” ucapku sambil menahan perih yang kembali aku rasakan di
relung hatiku.
“Ne, dia meminta alamat ibumu di
Paris. Tapi Eun Ju menolak dan bahkan memakinya.”
“Dia mendapatkan alamat itu dari Jun
Su?”
Na Ri hanya mengangguk lemah sambil
meminum Jus kesukaannya.
“Omma juga sudah menceritakan
semuanya padaku. Bagaimana keadaan dia sekarang? Apa dia juga bahagia
sepertiku?” tanyaku sambil memandang wajah Na Ri.
Kulihat Na Ri tampak kebingungan
menjawab pertanyaanku. Aku tau ada sedikit perasaan tidak enak jika dia
menjawab bahwa Kyu sudah bahagia, dia takut menyakitiku.
“Kau tidak perlu menjawab Na Ri-ya,
aku sudah bisa menduganya. Aku senang jika dia sudah bahagia sekarang.”
“Ikatan mereka sudah semakin kuat
Jin-ah, mereka sudah memiliki sebuah tanggung jawab bersama”
Sekarang aku yang tercengang
memandang Na Ri. Tanggung jawab bersama, apa itu berarti mereka sudah
memiliki..
“Aku senang mendengarnya Na Ri.
Sampaikan salamku padanya jika kau bertemu dengannya. Salam sebagai teman
tentunya.” Kataku sambil tersenyum dengan sedikit terpaksa, aku harap Na Ri
tidak menyadarinya.
“Aku kembali nona-nona” Kata Siwon
tiba-tiba sudah berdiri disampingku.
“Kau ketoilet lama sekali” Protes Na
Ri.
“Banyak yang harus aku kerjakan,
hahaha” Katanya sambil tertawa.
“Mianhae Jin-ah aku harus pergi
menemui Sungmin. Kau tahu sendiri seperti apa marahnya dia jika aku terlambat.”
Kata Na Ri sambil bangkit dari kursinya.
“Ne, hati-hati dijalan” kataku sambil
memeluknya.
Kupandangi punggung Na Ri yang terus
menjauh dan akhirnya menghilang dibalik pintu.
“Untuk apa kau melakukan semua ini?”
Tanya Siwon tiba-tiba. Dia sedang memandangku dengan pandangan yang sangat
tajam.
“Maksudmu? Aku tidak mengerti apa
yang kau katakan.”
“Berpura-pura terlihat bahagia,
berpura-pura bisa tersenyum dengan wajar, padahal didalam sana hatimu sedang
menjerit, menangis menahan perih yang kembali tergores di luka yang bahkan
belum mengering dari setahun yang lalu. Kau kira dari tadi aku tidak mendengar
semua pembicaraanmu dengannya?”
Aku tidak menjawab pertanyaan Siwon
hanya menatap lurus kedepan.
“Untuk apa kau berpura-pura tegar
didepan Na Ri, padahal setelah dia pergi kau menangis. Untuk apa? Kenapa tidak
kau ungkapkan saja semua yang kau rasakan dihadapannya? Kenapa kau tidak
berteriak sambil menangis mengatakan bahwa sampai dunia kiamatpun kau akan
tetap mencintai seorang Cho Kyuhyun.”
“Cukup”
“Wae Hae Jin? Wae?”
“Cukup!” teriakku padanya. Aku tahu
beberapa orang di café itu mulai memandang ke arah kami. Air mataku sudah tidak
bisa dibendung lagi.
“Aku ingin kau disini untuk
menemaniku, bukan untuk menasehatiku.”
“Haah. Terserah padamu saja” ucapnya
sambil menghela nafas panjang.
Aku juga
tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini Siwon. Aku hanya ingin Kyu tidak tau
bahwa diluar sini aku masih mencintainya dan belum bisa menyembuhkan luka
hatiku.. Aku hanya ingin dia bahagia.
***
Hari ini aku kembali berbelanja di
Swalayan. Tidak terasa sudah hampir satu bulan aku kembali ke Korea. Appa
sebenarnya mengajakku tinggal kembali ke rumah bersamanya. Tapi aku menolak,
Siwon masih ada disini, dan aku tidak tega meninggalkannya sendiri di
apartemen. Jadi aku mengalah satu minggu empat kali aku mengunjungi Appa.
Aku lihat catatan daftar belanja
ditanganku. Aku menghela nafas panajng. Dari daftar yang panjang itu 80% adalah
barang-barang kebutuhan Siwon. Aku sebenarnya sedikit kesal padanya. Dia tidak
pernah mau mengantarku belanja tetapi barang titipannya pasti lebih banyak dari
barang kebutuhanku.
“Aish! Siwon-ah Pabo! Dia itu
laki-laki atau perempuan, barang-barang belanjanya banyak sekali!” Keluhku.
“Annyeonghaseo” sapa seseorang
tiba-tiba dari belakangku.
Kubalikkan badan, dan kulihat
perempuan hamil yang sebulan yang lalu aku tolong di swalayan ini juga telah
berdiri di depanku sambil tersenyum.
“Kita bertemu lagi” katanya
“Ne, tidak menyangka kita bisa
bertemu lagi.” kataku sambil tersenyum.
“Ae Jong imnida” katanya sambil
mengulurkan tangannya.
“Hae Jin imnida” kujabat tangannya
sambil tersenyum. Kulihat wajah Ae Jong tampak sedikit terkejut mendengar
namaku. “Wae? Ada yang salah dengan namaku?”
“Ah, ani. cuma sepertinya aku pernah
mendengar namamu sebelumnya.” Katanya.
“Tapi bukankah kita baru pernah
bertemu dua kali, dan baru kali ini aku mengatakan namaku padamu?”
“Ne, mungkin cuma perasaanku saja.
Kamu sendirian?”
“Ne, kamu juga?” Kataku sambil
mengarahkan pandangan ke sekeliling kami mencari sosok yang mungkin
menemaninya.
“Ne, biasanya suamiku selalu menemani,
tetapi dia sibuk hari ini jadi aku terpaksa pergi sendiri. Mau berbelanja
bersama? Mungkin akan lebih seru jika berbelanja bersama.”
“Ide yang bagus.”
Kami akhirnya berbelanja bersama.
Selama 2 jam lebih kami berkeliling di swalayan itu. Tapi anehnya tak pernah
sekalipun Ae Jong menyebutkan nama suaminya, dan entah kenapa hati kecilku
berkata jangan bertanya.
Setelah semua barang kebutuhan kami
berdua didapat, dia mengajakku makan di sebuah restaurant eropa yang yang
berada tepat di lantai atas swalayan. Sebenarnya aku tidak terlalu suka masuk
kedalam restaurant eropa, aku lebih suka makanan khas korea yang berada
dipinggir jalan, lebih terasa natural. Tapi sepertinya dia benar-benar ingin
makan makanan eropa, mungkin nyidam, jadi aku ikuti saja kemauannya.
“Kau mau pesan apa?” tanyanya padaku
saat pelayan datang membawa buku menu dan catatan pesanan.
Aku menelusuri daftar makanan di
buku menu itu dan tidak menemukan satu jenis makanan yang menarik untuk
dimakan. Maka kuputuskan untuk memesan makanan Perancis yang sudah lebih
terbiasa di lidahku. Aku memesan cabape bacon sebagai appetizer, foie
gras dan Quiche et au Saumon Crevettes sebagai main course, dan Mousse
au Chocolat sebagai dessert. Untuk minumannya aku hanya memesan segelas air
putih, karena aku tidak terlalu suka makan didampingi minuman yang berasa
berat. Kulihat Ae Jong hanya memesan salad untuk appetizer, T-bone steak
untuk main course, dan banana split untuk dessertnya.
“Kau sepertinya tahu banyak tentang
masakan Perancis?” katanya padaku.
“Aku lama tinggal disana. Sebetulnya
baru sekitar satu bulan yang lalu aku kembali ke Korea.”
“Jjinja? Di Perancis kuliah?”
“Ani, sebetulnya aku melarikan diri”
Ae Jong menatapku dengan raut wajah
bertanya-tanya. Mungkin didalam pikirannya sekarang terlintas bahwa aku ini
seorang penjahat.
“Melarikan diri?” tanyanya heran
“Aku melarikan diri dari kekasihku.”
Raut heran pada muka Ae Jong semakin
jelas terlihat.
“Dia menikah dengan gadis lain.”
Kataku. Entah mengapa hatiku berkata agar aku menceritakan segalanya pada Ae
Jong. Sebenarnya siapa dia, sampai aku harus bercerita seperti ini.
“Dia laki-laki brengsek” kata Ae
Jong.
“Sebenarnya bukan sepenuhnya salah
dia. Dia hanya menuruti keinginan kedua orang tuanya, dia dijodohkan.”
“Aku juga menikah dengan suamiku
karena dijodohkan.” Ucapnya. “Awalnya suamiku tidak menyukaiku, namun lama
kelamaan dia bisa mengakuiku sebagai istrinya.”
“Kau sangat beruntung Ae Jong.”
“Kau masih mencintainya?”
“Hm..” aku hanya bisa menggigit
bibir bawahku dan mengangguk lesu.
“Kau pasti sangat tertekan.”
“Entahlah. Sebetulnya setelah dia
menikah dia masih sering menghubungiku walaupun aku selalu mengacuhkannya,
bahkan dia mencariku sampai ke Paris. Tapi entah kenapa sejak satu tahun yang
lalu dia mendadak seperti menghilang. Kemarin aku bertemu dengan temanku dan
dia mengatakan bahwa mantan kekasihku itu sudah memiliki anak.” Satu tetes
airmata jatuh ke atas meja didepanku.
“Kau pasti akan mendapatkan
penggantinya yang lebih baik.”
Aku hanya tersenyum kecil
mendengarnya memberiku semangat. Setelah itu makanan pesanan kami datang. Aku
makan dengan perasaan berkecamuk. Heran dengan diriku, yang bisa begitu terbuka
dengan Ae Jong, sedangkan aku tahu bahwa aku adalah tipe orang yang tertutup,
yang tidak bisa dengan mudah menceritakan segala kesedihanku pada orang yang
baru aku kenal.
Sebelum berpisah dengannya, kita
bertukar nomor ponsel. Ae Jong bilang dia ingin aku menjadi sahabatnya, dia
merasa nyaman berada disisiku. Dia berkata selama ini dia selalu kesepian
karena tidak pernah mempunyai sahabat yang bisa menemaninya. Aku bersedia
menjadi sahabatnya karena akupun merasa nyaman berada disisinya, aku merasa
nyaman menceritakan segala keluh kesah dan kesedihanku selama ini padanya.
***
“Hae Jin –ah bangun!” kudengar Siwon
berteriak-teriak dari luar kamarku.
Aku hanya menggeliat di atas tempat
tidur. Aku merasa lemas dan tidak enak badan.
“Ya! Bangun kau pemalas! Bagaimana
bisa orang tua Kyuhyun menerimamu sebagai menantu jika kau malas seperti ini”
ucapnya tepat ditelingaku. Rupanya dia sudah masuk ke dalam kamarku.
Buuukk. Aku hantam wajahnya dengan
bantal tidurku keras-keras.
“Ya! Appayo!” teriaknya kesakitan,
lalu menarik selimutku untuk membuatku bangun.
“Aish! Apa-apaan kau Oppa!” kataku
sambil menarik kembali selimut menutupi tubuhku.
“Bangun! Kau tahu sudah jam berapa
ini? Aku lapar! Cepat buatkan aku makanan.”
“Aku pusing Oppa. Aku lemas, tidak
enak badan.”
“Jangan berpura-pura dengan Oppa,
atau hidungmu mau jadi panjang seperti pinokio?” katanya sambil mencubit
hidungku. “Eh?” raut wajahnya tiba-tiba berubah dan langsung memegang dahiku.
“Kau demam Hae Jin.”
“Kan sudah aku bilang aku pusing,
tidak enak badan.” Kataku dengan cemberut.
“Ayo cepat bangun. Kita kerumah
sakit.”
“Shiro!”
“Wae? Agar kau cepat sembuh.”
“Shiro. Gwenchanayo. Aku hanya butuh
istirahat.” Kataku sambil kembali menggulung badanku di bawah hangatnya
selimut.
Tiba-tiba Siwon menyibakkan
selimutku dan langsung mengangkatku dari tempat tidur lalu berjalan keluar
apartemen.
“Ya! Oppa! Turunkan aku! Kau mau
membawaku kemana? Oppa!” aku meronta didalam gendongan Siwon. Aku memukuli
tubuhnya membabi buta. Tapi badannya yang jauh lebih besar dari tubuhku
membuatku tidak berdaya.
“Kau itu kalau tidak dipaksa, tidak
akan pernah mau ke rumah sakit.”
“Gwenchanayo Oppa”
“Sekarang kau diam dan turuti semua
perintahku.” Ucapnya sambil memasang sabuk pengaman ke tubuhku.
Aku hanya bisa melipat tanganku di
depan dada dan dengan kesal meniup poni rambutku.
***
“Sudah aku bilang aku hanya butuh
istirahat seperti kata dokter tadi. Kalau kau mau percaya padaku kita tidak
usah sampai ke rumah sakit seperti ini.” kataku dengan kesal sambil memandang
Siwon yang sedang berjalan di sebelahku dengan pandangan sebal.
“Paling tidak sekarang aku sudah
bisa sedikit merasa tenang. Aku bisa dimarahi omma kalau dia tahu kau disini
sakit.” Katanya sambil merangkul bahuku.
“Lepaskan aku. Aku bukan anak kecil
lagi.” aku mencoba menepis tangannya.
“Tapi bagiku kau seperti adik kecil
yang manis.” Katanya sambil mempererat rangkulannya.
“Oppa lepas… eh? Ae Jong?” ucapanku
terhenti saat kulihat Ae Jong duduk sendirian di ruang tunggu rumah sakit.
“Hae Jin? Kebetulan sekali kita
bertemu disini. Aku tadi menghubungimu, tapi tidak kau angkat.”
“Aigo! Ponselku tertinggal dirumah.
Aish! Ini semua gara-gara kau.” Ucapku sambil mencubit lengan Siwon pelan.
“Kau sedang apa disini?” Tanya Ae
Jong.
“Aku sedikit demam, tapi Oppaku ini
terlalu berlebihan sampai membawaku ke rumah sakit.”
“Gwenchanayo?” katanya sambil
menyentuh dahiku. “Benar kau demam.”
“Gwenchanayo. Kau sedang apa
disini.”
“Hari ini aku ada jadwal
memeriksakan kehamilanku.”
“Kau sendirian? Dimana suamimu?
Biasanya ibu hamil yang ke rumah sakit selalu ditemani suaminya.”
Tiba-tiba Siwon membuka mulutnya.
“Suamiku sedang pergi ke luar
negeri, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini.” kata Ae Jong
dengan raut muka sedih.
Aku tatap Siwon dengan pandangan jaga
bicaramu baik-baik. Siwon hanya tersenyum tanpa sedikitpun merasa bersalah.
“Kalau begitu aku akan menemanimu.”
Kataku.
“Ani ani, kau lebih baik pulang
sekarang. Kau sedang demam.”
“Bukankah kau memintaku sebagai
sahabatmu yang bisa menemanimu disetiap kau membutuhkan?”
“Tapi kau sedang sakit.”
“Aku kuat Ae Jong. Ini hanya demam.
Aku pernah merasakan sakit yang lebih dari ini.”
“Gamsahamnida sudah mau menemaniku.”
“Kau urutan nomer berapa?”
“56.”
“Sekarang 53. Tinggal 3 orang lagi.”
***
Ae Jong’s
pov
“Bagaimana keadaan anak saya
dokter?” tanyaku. Aku sangat khawatir melihat raut wajah dokter yang sepertinya
menunjukan tanda yang tidak baik.
“Tidak ada kemajuan yang berarti
nyonya. Saran saya masih seperti yang lalu. Gugurkan saja, atau nyawa nyonya
dalam bahaya.”
Aku memandang wajah Hae Jin yang
tampak tercengang. Aku memang memintanya menemaniku masuk ke dalam ruang
prakter dokter, sedangkan kakaknya lebih memilih menunggu diluar.
“Apa tidak ada kemungkinan lain
dok?” Tanya Hae Jin.
“Kemungkinan masih tetap ada nona,
tapi sangat kecil. Kandungan Nyonya Ae Jong sangat lemah, resikonya terlalu
besar. Dia bisa saja berhasil melewati 9 bulan kehamilan, tapi saya khawatir
akan terjadi pendarahan yang parah saat melahirkan.”
“Saya akan tetap melajutkannya
dokter. Suami dan ayah mertua saya sangat menginginkan anak ini, saya tidak
ingin mengecewakan mereka. Lagipula seperti kata dokter ini adalah satu-satunya
kesempatan saya bisa hamil. Setelah saya menggugurkan anak ini, tidak ada
jaminan saya bisa hamil lagi kan? Saya tidak mau menggugurkannya.” Air mataku
mulai berlinang. Aku teringat Kyuhyun dan Appa yang sangat menginginkan anak
ini.
“Tapi Ae Jong nyawamu terancam.”
Kata Hae Jin sambil membelai punggungku.
“Aku mohon Hae Jin, jangan paksa aku
menyerahkan anakku. Aku tidak mau kehilangan dia.” Aku memeluknya dan menangis
lebih keras di pelukannya.
***
Hae Jin’s
pov
Sudah empat bulan aku berteman
dengan Ae Jong. Tapi selama ini tidak pernah sekalipun aku melihatnya bersama
suaminya. Bahkan sejak aku menemaninya di rumah sakit dulu, dia selalu
memintaku menemaninya ke rumah sakit. Kemana sebenarnya suaminya?
Seperti pagi ini, Ae Jong
menghubungiku dan memintaku menemaninya membeli peralatan bayi.
“Sekarang kau sering pergi
meninggalkanku.” Ucap Siwon yang duduk didepanku sambil mengunyah serealnya.
“Bukankah sudah pernah aku ceritakan
keadaan Ae Jong. Aku hanya ingin dia senang dan tidak merasa tertekan.”
“Tapi aku bosan sendirian disini.”
“Kau mau ikut hari ini?”
“Berbelanja baju bayi? No thanks.”
“Lalu kau maunya bagaimana?”
“Jangan pergi.”
“Aish andwe. Aku harus pergi. Aku
janji aku pulang cepat. Kau mau aku belikan makanan?”
“Ani, aku mau kau disini.”
“Aish, Oppa kenapa kau jadi merajuk
seperti ini? Kau kan sudah tahu jalan-jalan di Korea, kenapa kau tidak pergi
sendiri saja?”
Siwon tidak menjawab hanya wajahnya
tampak murung dan cemberut.
***
“Yang ini bagus, warna coklat. Kau
kan belum tahu bayimu laki-laki atau perempuan, jadi warna ini bisa dipakai
semua jenis kelamin.” Kataku sambil mengacungkan sebuah baju bayi lucu berwarna
coklat dengan gambar kepala beruang di beberapa bagian bajunya.
“Kau memiliki selera fashion yang
bagus.” Kata Ae Jong sambil tertawa dan mengambil baju itu dari tanganku lalu
memasukannya ke dalam troli belanja.
“Kita belum membeli kereta dorong.”
Kataku sambil melihat-lihat mencari dimana kereta dorong bayi berada.
“Kau semangat sekali Hae Jin.
Seperti kau berbelanja untuk anakmu sendiri.” kata Ae Jong sambil terkikik
geli.
“Iyakah? Mollaso, aku memang merasa
sedikit lebih bersemangat. Kau sudah memikirkan nama untuk anakmu?”
“Ajig-yo. Kamu ada ide?”
“Dulu waktu aku masih bersama
kekasihku, kita pernah merencanakan nama anak-anak kita. Kalau anak kita
laki-laki akan kita beri nama Gi Hyeon, artinya laki-laki tampan yang berani
dan bijaksana. Dan kalau perempuan Hye Min artinya perempuan cantik yang anggun
dan cerdas.”
“Nama yang bagus.”
“Ne, sayangnya itu semua hanya
menjadi impian sekarang. Bagaimana kalau kita membeli kereta dorong berwarna
merah dan hitam ini?” kataku sambil menunjuk sebuah kereta bayi dengan ukuran
lumayan besar.
“Bagus, setelah ini temani aku makan
ya? Aku lapar.”
Aku hanya tersenyum sambil tetap
melihat-lihat berbagai bentuk kereta dorong disitu.
***
“Sebentar lagi suamiku sampai
disini.” Kata Ae Jong tiba-tiba.
“Bukankah dia masih ada di luar
negeri?”
“Hari ini dia pulang. Tadi aku sudah
menyuruh supirku untuk menjemputnya di bandara dan membawanya kesini.”
“Syukurlah kalau dia sudah pulang.”
Tiba - tiba hatiku
berdebar-debar mendengar suami Ae Jong akan datang. Hatiku seperti menolak
untuk bertemu dengan suaminya.
Kudengar ponsel Ae Jong bergetar di
atas meja, menandakan ada panggilan masuk.
“Yeoboseo.” Ucap Ae Jong.
“Ah kau sudah ada di basement?
Naiklah ke lantai 6. Aku ada di café. Ne, sampai jumpa, saranghaeyo.”
“Dari suamimu?”
“Ne, dia sudah sampai disini, ada di
basement.”
“Aku permisi ke toilet sebentar.”
Kataku, dan kulihat Ae Jong hanya mengangguk.
Mendengar suami Ae Jong sudah ada di
basement pertokoan ini debaran jantungku semakin menjadi kencang.
Toilet wanita tampak sepi, tidak ada
satu orangpun di dalamnya. Kutatap bayangan wajahku didalam cermin.
“Ada apa denganku? Kenapa hatiku
berdebar begitu kencang? Nafasku sesak, dan mukaku memerah.” Kutepuk-tepuk
wajahku sambil menarik nafas dalam-dalam.
“Perasaan ini sama seperti yang
selalu aku rasakan saat aku akan bertemu Kyuhyun. Apa aku akan bertemu dia
disini? Ottokhe.” Kugelengkan kepalaku keras-keras, membuat rambut panjang
coklatku berantakan.
“Kenapa aku tiba-tiba menjadi gila
seperti ini?” kembali kuhela nafas panjang dan dalam.
Kuambil peralatan makeup di dalam
tasku. Aku sisir rambutku menjadi rapi kembali dan ku perbaiki lipstick yang
sudah agak memudar akibat aku makan tadi.
Kuberjalan keluar toilet sambil
terus menghela nafas dalam-dalam mencoba menenangkan hatiku. Kuarahkan mataku
berkeliling café itu mencari sosok Kyuhyun. Aku yakin sekali aku akan bertemu
dengannya. Aku sangat hafal dengan perasaan yang aku rasakan saat ini. hanya
ketika akan bertemu Kyuhyun aku merasakan sesak nafas dan jantung berdebar
seperti ini.
Tapi tidak kutemukan sosok seperti
Kyuhyun disini. Yang aku lihat hanya seorang laki-laki sudah duduk dihadapan Ae
Jong. Kulihat Ae Jong sedang menyuapinya makanan. Dia pasti suaminya. Kudekati
mereka berdua dengan perlahan, langkah kakiku benar-benar berat. Ada apa dengan
diriku ini?
Laki-laki itu tampak memakai jaket
kulit hitam dengan capuchon berbulu. Dia duduk bersandar ke punggung
kursi. Tangannya tampak dimasukan ke dalam saku jaket. Laki-laki itu berambut
pendek berwarna coklat emas. Seperti sosok yang sudah sangat aku kenal.
“Ah kau sudah kembali. Kenalkan ini
suamiku.” Ucap Ae Jong saat aku sampai dihadapan mereka berdua.
Laki-laki itu membalikan badannya
dan membelalakan mata, terkejut melihat wajahku. Sama sepertinya aku pun hanya
bisa menatapnya dengan pandangan terkejut. Berbagai perasaan berkecamuk.
Kyuhyun? Jeritku dalam hati. Pria yang sangat aku cintai, ternyata suami
sahabatku. Sejenak berbagai kenanganku dan Ae Jong, dan semua kenanganku dengan
Kyuhyun berkelebat di dalam ingatanku.
***
Author’s
pov
Pada saat sama dengan pertemua
Kyuhyun dan Hae Jin.
“Tuan, hari ini anda akan bertemu
dengan pengusaha pemenang tender kita di ruang rapat.” Ucap sekretaris Tuan
Cho.
“Baiklah, suruh semua orang keruang
rapat sekarang.”
“Baik tuan.”
Tuan Cho berjalan sendirian ke ruang
rapat. Saat dia masuk ruangan itu masih kosong.
Setelah lima menit menunggu, satu
persatu karyawannya masuk ke dalam ruang rapat.
“Pengusaha itu sudah datang?” Tanya
Tuan Cho kepada sekretarisnya.
“Sudah tuan, dia tadi minta ijin ke
toilet dulu. Mungkin sebentar lagi,, eh itu dia orangnya tuan.” Bisik sang
sekretaris sambil menunjuk ke arah pintu.
Seorang laki-laki tinggi agak gemuk
dan berpenampilan rapi masuk ke dalam ruangan. Penampilannya sungguh berbeda
dengan saat dia diwawancarai di televisi sesaat setelah keluar dari penjara.
“Selamat siang Tuan Cho, perkenalkan
saya Hong Tae Hae, perusahaan saya memenangkan tender anda. Saya harap kita
bisa bekerjasama dengan baik.” Kata Tuan Hong sambil mengulurkan tangan ke arah
Tuan Cho.
Wajah Tuan Cho tampak tercekat. Di
kepalanya kembali berkelebat ingatan saat Kyuhyun membawa Hae Jin kerumah untuk
meminta menikahinya dan mereka malah menghinanya.
---TBC---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar