Minggu, 01 April 2012

LOVE IS DESTINY (PART 4)


LOVE IS DESTINY (PART 4)


Type                : Multi-chapter
Author             : Istrinya Kyuhyun
Main Cast       : Cho Kyuhyun, Hong Hae Jin, Yoo Ae Jong
Supporting Cast : Choi Siwon, Tuan Cho, Tuan Hong, Nari
Rating             : All Ages
Theme             : Romance


Revie last chapter

Seorang yeoja berjalan keluar dari bandara Incheon bersama seorang namja tampan dan tinggi yang mendorong troli berisi koper mereka. Semua orang yang mereka lewati memandang kearah namja itu dengan pandangan takjub.

“Hentikan Siwon! Kau benar-benar membuatku malu” Kata yeoja itu sambil memukul pelan lengan namja bernama Siwon.

“Mwo? Aku hanya tersenyum kepada mereka”

“Dan senyummu itu bisa membuat mereka mati seketika” ucap yeoja berjaket kulit hitam itu.

“Begitukah? Kenapa kau tidak mati padahal aku selalu tersenyum padamu setiap saat.”

“Karena aku adikmu! Aku kebal dengan senyummu”

“Kita hanya saudara tiri” ucap Siwon dengan muka cemberut.

“Lalu kenapa? Yang penting ayahmu dan ibuku sudah menikah. Kita bersaudara.”

Mendengar ucapan adiknya itu Siwon hanya mencibir kesal.

“Ah, kota yang aku rindukan, tidak berubah sejak kutinggalkan setahun yang lalu.”

“Yang kau rindukan kota ini atau dia yang ada di kota ini, Hae Jin?” ucap Siwon sambil sedikit menyikut adiknya dan tersenyum menggoda.

Hae Jin hanya melotot pada kakak tirinya itu.

***
Hae Jin’s pov

“Jadi ini apartemenmu. Lumayan nyaman” Ucap Siwon sambil menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.

“Ya! Jangan langsung duduk seperti itu! Bawa dulu kopermu ke kamarmu. Kamarmu yang ada di ujung.”

“Kau ini menyuruh aku terus. Kau saja yang angkat kopernya.”

“Kau kan Oppa” kataku sambil melemparkan senyum manja ke Siwon.

“Aish! Kau ini. Hentikan senyum manjamu itu. Selalu saja begitu, membuatku tidak bisa berkata tidak”

“Hahahahah. Aku akan memasak sedangkan kau beres-beres. Arraso”

“Ne, Agashi” ucap Siwon dengan muka cemberut dan mulai menarik koper-koper kami satu - persatu.

“Aigo! Bagaimana bisa aku memasak. Kulkasnya saja kosong.”

“Hae Jin-ah pabo! hahahahah” teriak Siwon dari dalam kamarnya.

“Ish! Aku pergi berbelanja dulu oppa”

“Jangan lupa belikan aku Espreso kaleng”

“Ne. Aku berangkat Oppa. Jaga rumah ya”

Aku bergegas masuk ke dalam lift dan turun ke parkiran, hyunday putihku sudah menunggu disana.

***
“Aku butuh ramen, mana ya ramen?” gumamku sambil menelusuri deretan makanan instan di rak swalayan.

Bruuk. Kudengar suara seperti benda jatuh di belakangku. Kulihat seorang wanita hamil mejatuhkan beberapa bungkus makanan instan dari rak.

“Biar saya bantu” kataku sambil tersenyum.

“Gamsahamnida” katanya sambil sedikit membungkukan badan.

“Apa yang ingin anda ambil, mungkin bisa saya ambilkan”

“Ah, ani, sudah saya ambil, tadi tidak sengaja saya menjatuhkan yang lain” katanya sambil menunjukan beberapa bungkus makanan instan di troli belanjanya. Sejenak dia tampak menatap dan mengamatiku.

“Kenapa anda menatap saya seperti itu?” tanyaku heran padanya.

“Ah, mianhae, saya seperti pernah melihat anda sebelumnya”

“Mungkin sebelumnya kita pernah bertemu, tapi saya tidak ingat dengan anda. Mianhae, saya harus pergi, oppa saya sudah menunggu. Permisi.” Kataku sambil tersenyum lalu membungkukan badan sedikit.

“Gomawo sudah membantu saya” katanya sambil tersenyum. Aku balas senyumnya dan melangkah pergi.

***
Ae Jong’s pov

“Dimana ya aku pernah melihatnya. Wajah itu tidak asing bagiku” gumamku.

“Kenapa Ae Jong? Apa ada sesuatu yang salah?” tiba-tiba Kyuhyun sudah berada disampingku.

“Ah, ani. Tadi aku menjatuhkan barang dirak ini dan ada seorang yeoja membantuku merapikannya. Tapi anehnya aku seperti pernah melihatnya disuatu tempat tapi aku lupa dimana.”

“Seperti apa rupanya? Mungkin dia temanku?”

“Tinggi, sedikit lebih tinggi dariku. Rambut panjang melebihi bahu berwarna kecoklatan, dan matanya indah. Hidungnya juga mancung. Cantik sekali kalau menurutku”
“Aku tidak bisa membayangkan sosok yang kau gambarkan itu.” Katanya sambil menggaruk kepalanya.

“Aku benar-benar seperti pernah melihatnya sebelumnya, tapi katanya dia tidak ingat pernah bertemu denganku.”

“Mungkin hanya perasaanmu saja. Sudah ayo kita pulang. Ini susumu sudah aku ambilkan.” Ucapnya sambil mendorong troli belanja kami.

“Ne, mungkin seperti itu.”

Entah kenapa hati kecilku berkata lain. Hatiku berkata dia akan menjadi seseorang yang penting bagiku. Dan entah kenapa saat melihatnya tadi, aku teringat wajah Kyuhyun. Siapa dia sebenarnya?

***
Hae Jin’s pov

“Oppa aku pulang.” Teriakku dari depan pintu.

“Mana Espreso ku?” Siwon menghampiriku dan membantu membawakan beberapa kantong belanja.

“Ada didalam kantong yang kau pegang.”

Segera terdengar suara krasak krusuk. Siwon sibuk mengaduk-nagaduk kantong belanjaan mencari espresonya.

“Kenapa Cuma 2?” tanyanya sambil mengacungkan 2 kaleng espreso

“Lalu aku harus beli berapa?”

“Ish! Lebih dari 2. Kalau 2 Cuma untuk sekali minum”

“Kalau begitu beli saja sendiri”

“Kau sungguh menyebalkan” ucapnya dengan muka cemberut. Aku hanya menjulurkan lidah padanya.

“Kau mau makan apa?”

“Hm, apa ya? Aku ingin pajeon dan beef bulgogi.”

“Kau rakus sekali”

“Hukuman untukmu karena cuma membelikanku dua kaleng espresso.”

“Jadi kau mau membalasku?” kataku keki.

“Sudah, cepat masak, aku sudah lapar” katanya tanpa dengan pandangan terus tertuju pada televisi.

Siwon adalah anak dari ayah tiriku. Ibunya sudah meninggal sejak kecil. 5 tahun yang lalu ayah siwon menikah dengan ibuku setelah ibuku bercerai dengan ayahku. Siwon dan aku yang sama-sama anak tunggal, membuat kami cepat akrab. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandungku. Saat aku terpuruk karena Kyuhyun, dia yang selalu menemani dan menghiburku.

***

“Kenyang. Masakanmu selalu enak. Persis sama dengan buatan Omma.” Kata Siwon sambil mengusap-usap perutnya.

“Omma yang mengajariku memasak. Kau tahu sendiri bagaimana cerewetnya Omma kalau di dapur.”

“Iya, aku pernah dimarahi karena mengambil makanan yang belum selesai dibuat. Hahahaha. Aku mau jalan-jalan Hae Jin. Sudah lama aku tidak melihat yeoja-yeoja Korea yang cantik, setiap hari yang kulihat hanya bule-bule perancis yang mukanya berbintik-bintik.”

“Besok saja. Malam ini aku mau menemui pengacara ayahku, dan menjenguk ayah di penjara. Apa kau mau ikut.”

“hm.. Shiro, nanti aku mengganggu kalian. Kau pasti sangat merindukan ayahmu”

“Ne, aku sangat merindukannya. Kalau begitu kau saja yang cuci piring, aku berangkat sekarang.”

“Ya! Memangnya aku pembantu!”

“Kau kan Oppa. Aku buru-buru sekarang. Aku pergi dulu Oppa.” Kataku sambil berlari, sebelum Siwon bisa menangkapku.

“Ya! Tunggu dulu Hae Jin. Ya! Hong Hae Jin” kudengar teriakan kesalnya dari dalam rumah.

Kami selalu saja seperti ini. Sifat jailku bisa kambuh sewaktu-waktu, dan hasilnya selalu Siwon yang kena getahnya.

***

“Kami sudah memiliki bukti yang bisa menguatkan bahwa ayahmu tidak bersalah” ucap Tuan Kim pengacara ayahku.

“Tolong tuan, percepat persidangan Appa. Saya sudah tidak tega melihat Appa menderita seperti ini.” Kataku sambil menggenggam tangan Appa. Kami sedang berada di ruang besuk penjara. Kulihat tubuh Appa semakin kurus, walaupun senyum tetap tersungging di wajahnya.

“Saya usahakan siding akan dilaksanakan minggu depan, saya optimis Tuan Hong bisa dibebaskan.”

“Bagaimana keadaan ibumu?” Tanya Appa sambil membelai kepalaku.

“Baik.”

“Kau sendiri? Sudah bisa melupakannya?”

“Mungkin.”

“Mianhae Hae Jin, karena Appa semua jadi begini.”

“Tidak Appa, Appa tidak bersalah. Mungkin memang aku dan Kyuhyun tidak berjodoh.”

“Appa berdoa semoga kau menemukan yang lebih baik.”

“Ne, Appa.”

“Kau tinggal bersama Siwon?”

Aku hanya mengangguk lemah sambil bersandar pada bahu Appa. Aku merindukannya, sudah lebih dari satu tahun aku tidak bertemu dengannya.

“Kapan-kapan ajak dia kesini. Appa ingin bertemu dengannya.”

“Ne, Appa.”

***
Ae Jong’s pov

Pagiku berjalan seperti biasa. Membangunkan Kyu, menyiapkan sarapan untuk Kyu. Tapi entah kenapa sejak pertemuanku dengan yeoja yang menolongku di swalayan seminggu yang lalu, aku tidak bisa melupakannya. Wajahnya selalu terbayang di benakku. Aku yakin, sangat yakin pernah melihatnya di suatu tempat, tapi dimana? Apa dia teman sekolahku? Atau teman Kyuhyun, tapi kurasa tidak, hanya Na Ri yang aku kenal sebagai temannya. Hatiku berkata aku akan kembali bertemu dengannya. Mungkin aku harus menunggu sampai saat itu tiba.

“Selamat Pagi Ae Jong.” Kata Kyu yang sudah berdiri tepat disampingku. Rambutnya masih tampak basah. Wangi sabun bercampur sedikit parfum juga menguar dari tubuhnya.

“Selamat pagi. Kau mau sarapan apa?”

“Ehm, seperti biasa saja. Appa mana?”

“Didepan televisi, sambil sarapan.”

“Kalau begitu aku juga sarapan di depan televisi saja bersama Appa.”

“Ne, nanti aku bawakan kesana.”

Aku berjalan di belakang Kyu sambil membawa nampan berisi sarapan kami berdua.

“Ae Jong, bisa tolong ambilkan koran Appa yang baru. Mungkin baru diantar jadi masih didepan gerbang.”

“Ne Appa, tunggu sebentar” kataku sambil meletakan nampan di meja di depan televisi dan melangkah keluar rumah.

Udara pagi begitu sejuk, langit juga cerah tanpa ada awan sedikitpun. Kuhirup udara segar sebanyak mungkin. Seakan aku tidak akan pernah lagi bisa merasakan udara sesegar ini. kulihat koran Appa tergeletak di dekat pintu gerbang. Pasti pengantar koran melemparnya dari luar.

Sambil berjalan kembali ke rumah kulihat berita utama di koran itu adalah bebasnya seorang pengusaha kaya raya di korea dari tuduhan korupsi. Judulnya yang besar tampak mencolok dibandingkan dengan berita yang lain

Pengusaha Hong akhirnya terbebas dari penjara. Itulah judul yang tertera disana.

“Appa ini korannya. Ternyata pengusaha Hong yang dipenjara itu sudah dibebaskan semalam.” Kataku pada Appa.

“Mwo?” Appa tampak kaget sekali mendengar ucapanku.

“Uhuk uhuk” kudengar juga suara batuk Kyuhyun yang duduk disebelah Appa.

“Kyu, gwenchanayo?” tanyaku sambil menepuk punggungnya.

“Ne, gwenchana.”

“Pengusaha Hong, salah satu pengusaha paling terkemuka di Korea, semalam akhirnya dibebaskan. Setelah mendekam selama lebih dari 3 tahun dipenjara, akhirnya dia dibebaskan dari segala tuduhan. Bukti-bukti menunjukan bahwa pengusaha Hong hanya dijadikan kambing hitam oleh rekannya.” Kudengar suara pembaca berita di TV.

Kulihat tampang Appa dan Kyuhyun tampak tercekat. Mereka sama sekali tidak memalingkan wajah dari layar TV. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Begitu pentingkah berita terbebasnya pengusaha itu bagi mereka.

“Tuan Hong, apa yang akan anda lakukan setelah bebas?” kembali terdengar suara seorang wartawan dari TV.

“Aku akan mengembalikan semua kebahagian orang-orang disekitarku yang sempat terenggut. Terutama putriku tercinta, karena aku dia menderita. Karena aku dia harus kehilangan pria yang paling dicintainya.” Kudengar suara berat pengusaha Hong menjawab pertanyaan para wartawan.

“Sudah. Tidak perlu dilihat lagi.” Kata Appa sambil mematikan TV. “Appa pergi dulu. Kau hati-hati dirumah Ae Jong” ucap Appa sambil beranjak dari sofa dan melangkah pergi.

“Aku juga harus pergi, ada sesuatu yang harus aku urus.” Kata Kyu sambil mencium keningku lalu pergi.

Ada apa dengan mereka? Kenapa sikap mereka mendadak berubah? Bahkan Appa yang selalu menghabiskan sarapannya pergi tanpa menghabiskan sarapannya lebih dulu. Kyu juga tidak pernah pergi sepagi ini. Apa ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku?

***

Hae Jin’s pov

“Kau tidak pergi ke rumah Appamu?” Tanya Siwon padaku sambil sibuk mengunyah roti bakarnya.

“Ani, mungkin besok. Aku sudah berjanji membawamu berkeliling Seoul hari ini.”

“Jadi hari ini kita jalan-jalan?”

Aku hanya mengangguk sambil meminum susu.

“Asiik!”

“Makanya cepat kau habiskan sarapan dan bersiaplah.”

“Kau ini cerewet sekali.”

“Cepat mandi! Atau mau aku pukul?” ucapku sambil mengacungkan kepalan tanganku pada Siwon.

Siwon hanya berlari ke kamar mandi sambil tertawa terbahak-bahak.

***
Kami sedang berada di puncak tertinggi Seoul Tower. Siwon tampak kegirangan. Dia berjalan kesana-kemari mencari posisi terbaik untuk berfoto. Aku hanya berdiri di pojokan melihat tingkah laku Siwon. Banyak gadis-gadis yang terpesona dengan Siwon, mereka mulai berkerumun disekitar Siwon memeperhatikan tingkah lakunya.

Satu-persatu yeoja itu mulai berani meminta foto bersama Siwon. Memang aku akui wajah Siwon sangat tampan untuk ukuran orang Korea, walaupun menurutku masih lebih tampan Kyuhyun. Aigo, kenapa aku kembali teringat pada Kyuhyun.

Kudekati Siwon yang sedang dikerumuni yeoja-yeoja centil. Kutarik lengan jaketnya, dan kubawa dia menjauh dari kerumunan itu.

“Apa-apaan kau Hae Jin?” tanyanya dengan kesal.

“Cukup tebar pesonanya.”

“Tebar pesona? Aku hanya melayani para fansku.”

“Fans? Memangnya kau artis?”

“Sebentar lagi pasti ada produser yang mau mengorbitkanku.”

“Ish! Aku ingin muntah mendengarnya. Ayo cepat kita pergi, aku mau mengajakmu ke sungai Cheonggyecheon.”

“Tunggu, paling tidak kita berfoto berdua dulu sebentar.” Katanya sambil menarik tangaku lalu merangkul bahuku. “Senyum.” Katanya sambil mengarahkan lensa kamera ke arah kami berdua.

“Angkat tanganmu. Kita buat tanda cinta dengan tangan.”

“Mwo? Shiro.”

“Wae? Lihat banyak orang yang melakukannya. Ayolah. Kau kan adikku.” Katanya merajuk.

“Ahhh, Ne, ne.” kataku kesal, sambil mengangkat tanganku ke atas kepala.

Kulihat banyak orang yang melirik ke arah kami. Terutama para yeoja yang tampak iri melihatku berfoto bersama Siwon. Sepertinya aku salah membawa dia kesini.

***
Kami berkeliling ke berbagai tempat wisata di dalam kota Seoul. Di pinggiran sungai Cheonggyecheon, kami sempat membuat lukisan wajah kami berdua, lebih tepatnya Siwon yang memaksa untuk membuatnya.

Disetiap tempat wisata, Siwon selalu kalap memakan berbagai makanan khas dipinggir jalan, mulai dari odeng sampai toppoki. Aku saja sudah kenyang karena sarapan tadi. Siwon memang terbiasa dengan kehidupan di Eropa. Dia sangat jarang kembali ke Korea, paling hanya sekali setahun, itupun hanya untuk berlibur selama satu sampai 2 minggu. Maka dari itu saat aku mengajaknya berkeliling dia benar-benar seperti anak kecil yang kegirangan.

***

Kami sudah berada di apartemen. Siwon tampak tergeletak kelelahan di sofa, tapi sebuah senyum tersungging di wajahnya.

“Oppa, mau tidak besok menemaniku menemui temanku?” kataku sambil menggoyang-goyangkan kaki siwon.

“Temanmu yang mana? Teman atau teman? Cho Kyuhyun?”

Plaaak. Kupukul kepalanya keras-keras.

“Ya! Appayo”

“Makanya jangan asal bicara.”

“Kau mau bertemu siapa?”

“Teman perempuanku di kampus. Kau ingatkan tujuan aku mengajakmu kesini?”

“Ne. Besok aku temani. Sekarang aku mau tidur” ucapnya lalu menutup matanya.

Aku bangkit dari sofa dan mengambil ponsel yang tergeletak di meja.

“Yeoboseo” ucap seorang yeoja dari seberang telepon

“Yeoboseo Na Ri-ya. Ini aku Hae Jin.”  Kataku sambil memandangi pemandanga kota seoul di malam hari dari jendela apartemen.

“Jin-ah! Bagaimana kabarmu? Bogoshipo” ucap Na Ai bersemangat seperti biasanya.

“Baik, kau sendiri? Aku sudah kembali ke Korea sekarang.”

“Jjinja? Kapan?”

“Kemarin lusa. Bisa tidak besok kita bertemu? Ada seseorang yang ingin aku kenalkan padamu.”

“Besok? Ne, bisa, ditempat biasa kan?”

“Ne, kalau begitu sampai bertemu besok, jjaljayo”

Sudah lama aku tidak melihat wajah sahabatku itu. Eun Ju sepupuku pernah bercerita dia dan Kyuhyun mencariku sampai Busan. Aku sudah banyak merepotkan dia.

***
“Mana temanmu?” Tanya  Siwon sambil sesekali melirik jam tangannya.

“Sabar, sebentar lagi dia datang. Jaga sikapmu Oppa. Kau tau kan kau disini sebagai apa?”

“Ne, cerewet sekali kau ini”

Kuedarkan mataku berkeliling memandang setiap pelosok café mencari sosok Na Ri. Mataku tertuju pada pintu saat kudengar bunyi gemerincing bel pintu kecil yang bergoyang. Sosok Na Ri yang berambut pendek membuatku refleks melambaikan tangan tinggi-tinggi.

“Jin-ah” teriaknya. Dia segera menghampiriku dan langsung memelukku saat aku berdiri menyambutnya.

“Jeongmal Bogoshipo. Kau kemana saja? Aku sudah benar-benar cemas dengan keadaanmu saat ini. Kau tampak lebih kurus. Pasti sulit sekali melewati hari-harimu.” Ucapnya tanpa memberiku kesempatan menjawab.

Aku hanya tersenyum dan mempersilahkannya duduk. Saat dia duduk baru dia mengetahui keberadaan Siwon yang duduk disebelahku dengan gaya khasnya. Na Ri memandangku dengan pandangan siapa dia? Nya.

“Ah, Na Ri-ya kenalkan dia Siwon, kekasihku yang baru.” Kataku sambil menunjuk Siwon. Berat rasanya menyebut Siwon sebagai kekasihku, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku.

“Annyeonghaseo, Choi Siwon imnida” ucap Siwon sambil menulurkan tangannya pada Na Ri sambil tersenyum. Melihat ekspresi wajah Na Ri, aku yakin sekarang pasti jantungnya sedang berdebar keras, efek dari mendapatkan senyum siwon. Na Ri menjabat tangan Siwon sambil menatap wajahnya tanpa sedikitpun berkedip.

“Siwon ini lahir di Korea tapi besar di Paris.” Kataku menjelaskan.

“Bisa berbahasa Korea?” Tanya Na Ri

“Bisa, kebetulan ayahku selalu membiasakanku berbahasa Korea di rumah.” Jelas Siwon tetap sambil tersenyum. Aku yakin Siwon pasti sudah merusakan sendi wajahnya hingga tidak bisa berhenti tersenyum kepada semua wanita.

“Sudah berapa lama kalian pacaran?” Tanya Na Ri.

“3 bulan”

“6 bulan” ucap Siwon bersamaan dengan ucapanku. Kontan saja muka Na Ri langsung berkerut heran.

“Kok kalian tidak kompak menjawabnya? Kalian benar-benar pacaran kan?”

“Tentu saja” kataku sambil menginjak kaki Siwon sebagai hukuman atas kebodohannya. Siwon hanya meringis menahan sakit dan sedikit melotot ke arahku.

“Aku mendekati dia selama 3 bulan sebelum kami akhirnya memutuskan untuk berkomitmen. Dan bagiku perhitungan lama pacaran dimulai dari masa pendekatan.” Jelas Siwon.

Muka Na Ri semakin memperlihatkan raut bingung dan aneh.

Pabo! Alasan konyol apa itu! Seharusnya bukan dia yang aku ajak bekerja sama. Umpatku dalam hati. Aku hanya bisa tersenyum kecut dan menjelaskan pada Na Ri bahwa yang dikatakan Siwon itu benar.

Setelah Na Ri bisa menerima alasan konyol Siwon, suasana sedikit demi sedikit mulai mencair. Na Ri bisa langsung akrab dengan Siwon. Sepertinya misiku membuat Na Ri melihat keadaanku yang bahagia bersama Siwon berhasil,  walaupun sebenarnya itu hanya pura-pura saja.

“Permisi, saya ke toilet sebentar” Ucap Siwon tiba-tiba.

“Kau sepertinya sudah bisa melupakan Kyuhyun sekarang.” Kata Na Ri padaku.

Aku hanya tersenyum, walau pahit masih terasa dihatiku. “Eun Ju bilang kau dan dia mencariku sampai ke Busan. Bahkan kata Jun Su, dia.. hmm.. dia sampai berlutut di depan rumah saat hujan besar, benarkah?” ucapku sambil menahan perih yang kembali aku rasakan di relung hatiku.

“Ne, dia meminta alamat ibumu di Paris. Tapi Eun Ju menolak dan bahkan memakinya.”

“Dia mendapatkan alamat itu dari Jun Su?”

Na Ri hanya mengangguk lemah sambil meminum Jus kesukaannya.

“Omma juga sudah menceritakan semuanya padaku. Bagaimana keadaan dia sekarang? Apa dia juga bahagia sepertiku?” tanyaku sambil memandang wajah Na Ri.

Kulihat Na Ri tampak kebingungan menjawab pertanyaanku. Aku tau ada sedikit perasaan tidak enak jika dia menjawab bahwa Kyu sudah bahagia, dia takut menyakitiku.

“Kau tidak perlu menjawab Na Ri-ya, aku sudah bisa menduganya. Aku senang jika dia sudah bahagia sekarang.”

“Ikatan mereka sudah semakin kuat Jin-ah, mereka sudah memiliki sebuah tanggung jawab bersama”

Sekarang aku yang tercengang memandang Na Ri. Tanggung jawab bersama, apa itu berarti mereka sudah memiliki..

“Aku senang mendengarnya Na Ri. Sampaikan salamku padanya jika kau bertemu dengannya. Salam sebagai teman tentunya.” Kataku sambil tersenyum dengan sedikit terpaksa, aku harap Na Ri tidak menyadarinya.

“Aku kembali nona-nona” Kata Siwon tiba-tiba sudah berdiri disampingku.

“Kau ketoilet lama sekali” Protes Na Ri.

“Banyak yang harus aku kerjakan, hahaha” Katanya sambil tertawa.

“Mianhae Jin-ah aku harus pergi menemui Sungmin. Kau tahu sendiri seperti apa marahnya dia jika aku terlambat.” Kata Na Ri sambil bangkit dari kursinya.

“Ne, hati-hati dijalan” kataku sambil memeluknya.

Kupandangi punggung Na Ri yang terus menjauh dan akhirnya menghilang dibalik pintu.

“Untuk apa kau melakukan semua ini?” Tanya Siwon tiba-tiba. Dia sedang memandangku dengan pandangan yang sangat tajam.

“Maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.”

“Berpura-pura terlihat bahagia, berpura-pura bisa tersenyum dengan wajar, padahal didalam sana hatimu sedang menjerit, menangis menahan perih yang kembali tergores di luka yang bahkan belum mengering dari setahun yang lalu. Kau kira dari tadi aku tidak mendengar semua pembicaraanmu dengannya?”

Aku tidak menjawab pertanyaan Siwon hanya menatap lurus kedepan.

“Untuk apa kau berpura-pura tegar didepan Na Ri, padahal setelah dia pergi kau menangis. Untuk apa? Kenapa tidak kau ungkapkan saja semua yang kau rasakan dihadapannya? Kenapa kau tidak berteriak sambil menangis mengatakan bahwa sampai dunia kiamatpun kau akan tetap mencintai seorang Cho Kyuhyun.”

“Cukup”

“Wae Hae Jin? Wae?”

“Cukup!” teriakku padanya. Aku tahu beberapa orang di café itu mulai memandang ke arah kami. Air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi.

“Aku ingin kau disini untuk menemaniku, bukan untuk menasehatiku.”

“Haah. Terserah padamu saja” ucapnya sambil menghela nafas panjang.

Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini Siwon. Aku hanya ingin Kyu tidak tau bahwa diluar sini aku masih mencintainya dan belum bisa menyembuhkan luka hatiku.. Aku hanya ingin dia bahagia.

***
Hari ini aku kembali berbelanja di Swalayan. Tidak terasa sudah hampir satu bulan aku kembali ke Korea. Appa sebenarnya mengajakku tinggal kembali ke rumah bersamanya. Tapi aku menolak, Siwon masih ada disini, dan aku tidak tega meninggalkannya sendiri di apartemen. Jadi aku mengalah satu minggu empat kali aku mengunjungi Appa.

Aku lihat catatan daftar belanja ditanganku. Aku menghela nafas panajng. Dari daftar yang panjang itu 80% adalah barang-barang kebutuhan Siwon. Aku sebenarnya sedikit kesal padanya. Dia tidak pernah mau mengantarku belanja tetapi barang titipannya pasti lebih banyak dari barang kebutuhanku.

“Aish! Siwon-ah Pabo! Dia itu laki-laki atau perempuan, barang-barang belanjanya banyak sekali!” Keluhku.

“Annyeonghaseo” sapa seseorang tiba-tiba dari belakangku.

Kubalikkan badan, dan kulihat perempuan hamil yang sebulan yang lalu aku tolong di swalayan ini juga telah berdiri di depanku sambil tersenyum.

“Kita bertemu lagi” katanya

“Ne, tidak menyangka kita bisa bertemu lagi.” kataku sambil tersenyum.

“Ae Jong imnida” katanya sambil mengulurkan tangannya.

“Hae Jin imnida” kujabat tangannya sambil tersenyum. Kulihat wajah Ae Jong tampak sedikit terkejut mendengar namaku. “Wae? Ada yang salah dengan namaku?”

“Ah, ani. cuma sepertinya aku pernah mendengar namamu sebelumnya.” Katanya.

“Tapi bukankah kita baru pernah bertemu dua kali, dan baru kali ini aku mengatakan namaku padamu?”

“Ne, mungkin cuma perasaanku saja. Kamu sendirian?”

“Ne, kamu juga?” Kataku sambil mengarahkan pandangan ke sekeliling kami mencari sosok yang mungkin menemaninya.

“Ne, biasanya suamiku selalu menemani, tetapi dia sibuk hari ini jadi aku terpaksa pergi sendiri. Mau berbelanja bersama? Mungkin akan lebih seru jika berbelanja bersama.”

“Ide yang bagus.”

Kami akhirnya berbelanja bersama. Selama 2 jam lebih kami berkeliling di swalayan itu. Tapi anehnya tak pernah sekalipun Ae Jong menyebutkan nama suaminya, dan entah kenapa hati kecilku berkata jangan bertanya.

Setelah semua barang kebutuhan kami berdua didapat, dia mengajakku makan di sebuah restaurant eropa yang  yang berada tepat di lantai atas swalayan. Sebenarnya aku tidak terlalu suka masuk kedalam restaurant eropa, aku lebih suka makanan khas korea yang berada dipinggir jalan, lebih terasa natural. Tapi sepertinya dia benar-benar ingin makan makanan eropa, mungkin nyidam, jadi aku ikuti saja kemauannya.

“Kau mau pesan apa?” tanyanya padaku saat pelayan datang membawa buku menu dan catatan pesanan.

Aku menelusuri daftar makanan di buku menu itu dan tidak menemukan satu jenis makanan yang menarik untuk dimakan. Maka kuputuskan untuk memesan makanan Perancis yang sudah lebih terbiasa di lidahku. Aku memesan cabape bacon sebagai appetizer, foie gras dan Quiche et au Saumon Crevettes sebagai main course, dan Mousse au Chocolat sebagai dessert. Untuk minumannya aku hanya memesan segelas air putih, karena aku tidak terlalu suka makan didampingi minuman yang berasa berat. Kulihat Ae Jong hanya memesan salad untuk appetizer, T-bone steak untuk main course, dan banana split untuk dessertnya.

“Kau sepertinya tahu banyak tentang masakan Perancis?” katanya padaku.

“Aku lama tinggal disana. Sebetulnya baru sekitar satu bulan yang lalu aku kembali ke Korea.”

“Jjinja? Di Perancis kuliah?”

“Ani, sebetulnya aku melarikan diri”

Ae Jong menatapku dengan raut wajah bertanya-tanya. Mungkin didalam pikirannya sekarang terlintas bahwa aku ini seorang penjahat.

“Melarikan diri?” tanyanya heran

“Aku melarikan diri dari kekasihku.”

Raut heran pada muka Ae Jong semakin jelas terlihat.

“Dia menikah dengan gadis lain.” Kataku. Entah mengapa hatiku berkata agar aku menceritakan segalanya pada Ae Jong. Sebenarnya siapa dia, sampai aku harus bercerita seperti ini.

“Dia laki-laki brengsek” kata Ae Jong.

“Sebenarnya bukan sepenuhnya salah dia. Dia hanya menuruti keinginan kedua orang tuanya, dia dijodohkan.”

“Aku juga menikah dengan suamiku karena dijodohkan.” Ucapnya. “Awalnya suamiku tidak menyukaiku, namun lama kelamaan dia bisa mengakuiku sebagai istrinya.”

“Kau sangat beruntung Ae Jong.”

“Kau masih mencintainya?”

“Hm..” aku hanya bisa menggigit bibir bawahku dan mengangguk lesu.

“Kau pasti sangat tertekan.”

“Entahlah. Sebetulnya setelah dia menikah dia masih sering menghubungiku walaupun aku selalu mengacuhkannya, bahkan dia mencariku sampai ke Paris. Tapi entah kenapa sejak satu tahun yang lalu dia mendadak seperti menghilang. Kemarin aku bertemu dengan temanku dan dia mengatakan bahwa mantan kekasihku itu sudah memiliki anak.” Satu tetes airmata jatuh ke atas meja didepanku.

“Kau pasti akan mendapatkan penggantinya yang lebih baik.”

Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya memberiku semangat. Setelah itu makanan pesanan kami datang. Aku makan dengan perasaan berkecamuk. Heran dengan diriku, yang bisa begitu terbuka dengan Ae Jong, sedangkan aku tahu bahwa aku adalah tipe orang yang tertutup, yang tidak bisa dengan mudah menceritakan segala kesedihanku pada orang yang baru aku kenal.

Sebelum berpisah dengannya, kita bertukar nomor ponsel. Ae Jong bilang dia ingin aku menjadi sahabatnya, dia merasa nyaman berada disisiku. Dia berkata selama ini dia selalu kesepian karena tidak pernah mempunyai sahabat yang bisa menemaninya. Aku bersedia menjadi sahabatnya karena akupun merasa nyaman berada disisinya, aku merasa nyaman menceritakan segala keluh kesah dan kesedihanku selama ini padanya.

***
“Hae Jin –ah bangun!” kudengar Siwon berteriak-teriak dari luar kamarku.

Aku hanya menggeliat di atas tempat tidur. Aku merasa lemas dan tidak enak badan.

“Ya! Bangun kau pemalas! Bagaimana bisa orang tua Kyuhyun menerimamu sebagai menantu jika kau malas seperti ini” ucapnya tepat ditelingaku. Rupanya dia sudah masuk ke dalam kamarku.

Buuukk. Aku hantam wajahnya dengan bantal tidurku keras-keras.

“Ya! Appayo!” teriaknya kesakitan, lalu menarik selimutku untuk membuatku bangun.

“Aish! Apa-apaan kau Oppa!” kataku sambil menarik kembali selimut menutupi tubuhku.

“Bangun! Kau tahu sudah jam berapa ini? Aku lapar! Cepat buatkan aku makanan.”

“Aku pusing Oppa. Aku lemas, tidak enak badan.”

“Jangan berpura-pura dengan Oppa, atau hidungmu mau jadi panjang seperti pinokio?” katanya sambil mencubit hidungku. “Eh?” raut wajahnya tiba-tiba berubah dan langsung memegang dahiku.

“Kau demam Hae Jin.”

“Kan sudah aku bilang aku pusing, tidak enak badan.” Kataku dengan cemberut.

“Ayo cepat bangun. Kita kerumah sakit.”

“Shiro!”

“Wae? Agar kau cepat sembuh.”

“Shiro. Gwenchanayo. Aku hanya butuh istirahat.” Kataku sambil kembali menggulung badanku di bawah hangatnya selimut.

Tiba-tiba Siwon menyibakkan selimutku dan langsung mengangkatku dari tempat tidur lalu berjalan keluar apartemen.

“Ya! Oppa! Turunkan aku! Kau mau membawaku kemana? Oppa!” aku meronta didalam gendongan Siwon. Aku memukuli tubuhnya membabi buta. Tapi badannya yang jauh lebih besar dari tubuhku membuatku tidak berdaya.

“Kau itu kalau tidak dipaksa, tidak akan pernah mau ke rumah sakit.”

“Gwenchanayo Oppa”

“Sekarang kau diam dan turuti semua perintahku.” Ucapnya sambil memasang sabuk pengaman ke tubuhku.

Aku hanya bisa melipat tanganku di depan dada dan dengan kesal meniup poni rambutku.

***
“Sudah aku bilang aku hanya butuh istirahat seperti kata dokter tadi. Kalau kau mau percaya padaku kita tidak usah sampai ke rumah sakit seperti ini.” kataku dengan kesal sambil memandang Siwon yang sedang berjalan di sebelahku dengan pandangan sebal.

“Paling tidak sekarang aku sudah bisa sedikit merasa tenang. Aku bisa dimarahi omma kalau dia tahu kau disini sakit.” Katanya sambil merangkul bahuku.

“Lepaskan aku. Aku bukan anak kecil lagi.” aku mencoba menepis tangannya.

“Tapi bagiku kau seperti adik kecil yang manis.” Katanya sambil mempererat rangkulannya.

“Oppa lepas… eh? Ae Jong?” ucapanku terhenti saat kulihat Ae Jong duduk sendirian di ruang tunggu rumah sakit.

“Hae Jin? Kebetulan sekali kita bertemu disini. Aku tadi menghubungimu, tapi tidak kau angkat.”

“Aigo! Ponselku tertinggal dirumah. Aish! Ini semua gara-gara kau.” Ucapku sambil mencubit lengan Siwon pelan.

“Kau sedang apa disini?” Tanya Ae Jong.

“Aku sedikit demam, tapi Oppaku ini terlalu berlebihan sampai membawaku ke rumah sakit.”

“Gwenchanayo?” katanya sambil menyentuh dahiku. “Benar kau demam.”

“Gwenchanayo. Kau sedang apa disini.”

“Hari ini aku ada jadwal memeriksakan kehamilanku.”

“Kau sendirian? Dimana suamimu? Biasanya ibu hamil yang ke rumah sakit selalu  ditemani suaminya.” Tiba-tiba Siwon membuka mulutnya.

“Suamiku sedang pergi ke luar negeri, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini.” kata Ae Jong dengan raut muka sedih.

Aku tatap Siwon dengan pandangan jaga bicaramu baik-baik. Siwon hanya tersenyum tanpa sedikitpun merasa bersalah.

“Kalau begitu aku akan menemanimu.” Kataku.

“Ani ani, kau lebih baik pulang sekarang. Kau sedang demam.”

“Bukankah kau memintaku sebagai sahabatmu yang bisa menemanimu disetiap kau membutuhkan?”

“Tapi kau sedang sakit.”

“Aku kuat Ae Jong. Ini hanya demam. Aku pernah merasakan sakit yang lebih dari ini.”

“Gamsahamnida sudah mau menemaniku.”

“Kau urutan nomer berapa?”

“56.”

“Sekarang 53. Tinggal 3 orang lagi.”

***
Ae Jong’s pov

“Bagaimana keadaan anak saya dokter?” tanyaku. Aku sangat khawatir melihat raut wajah dokter yang sepertinya menunjukan tanda yang tidak baik.

“Tidak ada kemajuan yang berarti nyonya. Saran saya masih seperti yang lalu. Gugurkan saja, atau nyawa nyonya dalam bahaya.”

Aku memandang wajah Hae Jin yang tampak tercengang. Aku memang memintanya menemaniku masuk ke dalam ruang prakter dokter, sedangkan kakaknya lebih memilih menunggu diluar.

“Apa tidak ada kemungkinan lain dok?” Tanya Hae Jin.

“Kemungkinan masih tetap ada nona, tapi sangat kecil. Kandungan Nyonya Ae Jong sangat lemah, resikonya terlalu besar. Dia bisa saja berhasil melewati 9 bulan kehamilan, tapi saya khawatir akan terjadi pendarahan yang parah saat melahirkan.”

“Saya akan tetap melajutkannya dokter. Suami dan ayah mertua saya sangat menginginkan anak ini, saya tidak ingin mengecewakan mereka. Lagipula seperti kata dokter ini adalah satu-satunya kesempatan saya bisa hamil. Setelah saya menggugurkan anak ini, tidak ada jaminan saya bisa hamil lagi kan? Saya tidak mau menggugurkannya.” Air mataku mulai berlinang. Aku teringat Kyuhyun dan Appa yang sangat menginginkan anak ini.

“Tapi Ae Jong nyawamu terancam.” Kata Hae Jin sambil membelai punggungku.

“Aku mohon Hae Jin, jangan paksa aku menyerahkan anakku. Aku tidak mau kehilangan dia.” Aku memeluknya dan menangis lebih keras di pelukannya.

***
Hae Jin’s pov

Sudah empat bulan aku berteman dengan Ae Jong. Tapi selama ini tidak pernah sekalipun aku melihatnya bersama suaminya. Bahkan sejak aku menemaninya di rumah sakit dulu, dia selalu memintaku menemaninya ke rumah sakit. Kemana sebenarnya suaminya?

Seperti pagi ini, Ae Jong menghubungiku dan memintaku menemaninya membeli peralatan bayi.

“Sekarang kau sering pergi meninggalkanku.” Ucap Siwon yang duduk didepanku sambil mengunyah serealnya.

“Bukankah sudah pernah aku ceritakan keadaan Ae Jong. Aku hanya ingin dia senang dan tidak merasa tertekan.”

“Tapi aku bosan sendirian disini.”

“Kau mau ikut hari ini?”

“Berbelanja baju bayi? No thanks.”

“Lalu kau maunya bagaimana?”

“Jangan pergi.”

“Aish andwe. Aku harus pergi. Aku janji aku pulang cepat. Kau mau aku belikan makanan?”

“Ani, aku mau kau disini.”

“Aish, Oppa kenapa kau jadi merajuk seperti ini? Kau kan sudah tahu jalan-jalan di Korea, kenapa kau tidak pergi sendiri saja?”

Siwon tidak menjawab hanya wajahnya tampak murung dan cemberut.
***

“Yang ini bagus, warna coklat. Kau kan belum tahu bayimu laki-laki atau perempuan, jadi warna ini bisa dipakai semua jenis kelamin.” Kataku sambil mengacungkan sebuah baju bayi lucu berwarna coklat dengan gambar kepala beruang di beberapa bagian bajunya.

“Kau memiliki selera fashion yang bagus.” Kata Ae Jong sambil tertawa dan mengambil baju itu dari tanganku lalu memasukannya ke dalam troli belanja.

“Kita belum membeli kereta dorong.” Kataku sambil melihat-lihat mencari dimana kereta dorong bayi berada.

“Kau semangat sekali Hae Jin. Seperti kau berbelanja untuk anakmu sendiri.” kata Ae Jong sambil terkikik geli.

“Iyakah? Mollaso, aku memang merasa sedikit lebih bersemangat. Kau sudah memikirkan nama untuk anakmu?”

“Ajig-yo. Kamu ada ide?”

“Dulu waktu aku masih bersama kekasihku, kita pernah merencanakan nama anak-anak kita. Kalau anak kita laki-laki akan kita beri nama Gi Hyeon, artinya laki-laki tampan yang berani dan bijaksana. Dan kalau perempuan Hye Min artinya perempuan cantik yang anggun dan cerdas.”

“Nama yang bagus.”

“Ne, sayangnya itu semua hanya menjadi impian sekarang. Bagaimana kalau kita membeli kereta dorong berwarna merah dan hitam ini?” kataku sambil menunjuk sebuah kereta bayi dengan ukuran lumayan besar.

“Bagus, setelah ini temani aku makan ya? Aku lapar.”

Aku hanya tersenyum sambil tetap melihat-lihat berbagai bentuk kereta dorong disitu.

***
“Sebentar lagi suamiku sampai disini.” Kata Ae Jong tiba-tiba.

“Bukankah dia masih ada di luar negeri?”

“Hari ini dia pulang. Tadi aku sudah menyuruh supirku untuk menjemputnya di bandara dan membawanya kesini.”

“Syukurlah kalau dia sudah pulang.”

Tiba -  tiba hatiku berdebar-debar mendengar suami Ae Jong akan datang. Hatiku seperti menolak untuk bertemu dengan suaminya.

Kudengar ponsel Ae Jong bergetar di atas meja, menandakan ada panggilan masuk.

“Yeoboseo.” Ucap Ae Jong.

“Ah kau sudah ada di basement? Naiklah ke lantai 6. Aku ada di café. Ne, sampai jumpa, saranghaeyo.”

“Dari suamimu?”

“Ne, dia sudah sampai disini, ada di basement.”

“Aku permisi ke toilet sebentar.” Kataku, dan kulihat Ae Jong hanya mengangguk.

Mendengar suami Ae Jong sudah ada di basement pertokoan ini debaran jantungku semakin menjadi kencang.

Toilet wanita tampak sepi, tidak ada satu orangpun di dalamnya. Kutatap bayangan wajahku didalam cermin.

“Ada apa denganku? Kenapa hatiku berdebar begitu kencang? Nafasku sesak, dan mukaku memerah.” Kutepuk-tepuk wajahku sambil menarik nafas dalam-dalam.

“Perasaan ini sama seperti yang selalu aku rasakan saat aku akan bertemu Kyuhyun. Apa aku akan bertemu dia disini? Ottokhe.” Kugelengkan kepalaku keras-keras, membuat rambut panjang coklatku berantakan.

“Kenapa aku tiba-tiba menjadi gila seperti ini?” kembali kuhela nafas panjang dan dalam.

Kuambil peralatan makeup di dalam tasku. Aku sisir rambutku menjadi rapi kembali dan ku perbaiki lipstick yang sudah agak memudar akibat aku makan tadi.

Kuberjalan keluar toilet sambil terus menghela nafas dalam-dalam mencoba menenangkan hatiku. Kuarahkan mataku berkeliling café itu mencari sosok Kyuhyun. Aku yakin sekali aku akan bertemu dengannya. Aku sangat hafal dengan perasaan yang aku rasakan saat ini. hanya ketika akan bertemu Kyuhyun aku merasakan sesak nafas dan jantung berdebar seperti ini.

Tapi tidak kutemukan sosok seperti Kyuhyun disini. Yang aku lihat hanya seorang laki-laki sudah duduk dihadapan Ae Jong. Kulihat Ae Jong sedang menyuapinya makanan. Dia pasti suaminya. Kudekati mereka berdua dengan perlahan, langkah kakiku benar-benar berat. Ada apa dengan diriku ini?

Laki-laki itu tampak memakai jaket kulit hitam dengan capuchon berbulu. Dia duduk bersandar ke punggung kursi. Tangannya tampak dimasukan ke dalam saku jaket. Laki-laki itu berambut pendek berwarna coklat emas. Seperti sosok yang sudah sangat aku kenal.

“Ah kau sudah kembali. Kenalkan ini suamiku.” Ucap Ae Jong saat aku sampai dihadapan mereka berdua.

Laki-laki itu membalikan badannya dan membelalakan mata, terkejut melihat wajahku. Sama sepertinya aku pun hanya bisa menatapnya dengan pandangan terkejut. Berbagai perasaan berkecamuk. Kyuhyun? Jeritku dalam hati. Pria yang sangat aku cintai, ternyata suami sahabatku. Sejenak berbagai kenanganku dan Ae Jong, dan semua kenanganku dengan Kyuhyun berkelebat di dalam ingatanku.

***
Author’s pov

Pada saat sama dengan pertemua Kyuhyun dan Hae Jin.

“Tuan, hari ini anda akan bertemu dengan pengusaha pemenang tender kita di ruang rapat.” Ucap sekretaris Tuan Cho.

“Baiklah, suruh semua orang keruang rapat sekarang.”

“Baik tuan.”

Tuan Cho berjalan sendirian ke ruang rapat. Saat dia masuk ruangan itu masih kosong.

Setelah lima menit menunggu, satu persatu karyawannya masuk ke dalam ruang rapat.

“Pengusaha itu sudah datang?” Tanya Tuan Cho kepada sekretarisnya.

“Sudah tuan, dia tadi minta ijin ke toilet dulu. Mungkin sebentar lagi,, eh itu dia orangnya tuan.” Bisik sang sekretaris sambil menunjuk ke arah pintu.

Seorang laki-laki tinggi agak gemuk dan berpenampilan rapi masuk ke dalam ruangan. Penampilannya sungguh berbeda dengan saat dia diwawancarai di televisi sesaat setelah keluar dari penjara.

“Selamat siang Tuan Cho, perkenalkan saya Hong Tae Hae, perusahaan saya memenangkan tender anda. Saya harap kita bisa bekerjasama dengan baik.” Kata Tuan Hong sambil mengulurkan tangan ke arah Tuan Cho.

Wajah Tuan Cho tampak tercekat. Di kepalanya kembali berkelebat ingatan saat Kyuhyun membawa Hae Jin kerumah untuk meminta menikahinya dan mereka malah menghinanya.

---TBC---

Tidak ada komentar: