Minggu, 01 April 2012

LOVE IS DESTINY (PART 2)


LOVE IS DESTINY (PART 2)

Type                : Multi-chapter
Author             : Istrinya Kyuhyun
Main Cast       : Cho Kyuhyun, Hong Hae Jin, Yoo Ae Jong
Supporting Cast : Tuan dan Nyonya Cho, Nari
Rating             : All Ages
Theme             : Romance


Ae Jong’s pov

Omma baru saja meninggalkan aku dan Kyuhyun di apartemen baru kami. Apartemen di lantai 10 itu hanya berisi satu kamar dan satu kamar mandi. Ada ruang keluarga dengan satu televisi LCD 32’ yang menyatu dengan dapur. Menurutku apartemen ini sangat bagus, sederhana, namun nyaman.

“Kau mau kemana Kyu?” kulihat Kyu memakai jaketnya dan mengambil kunci Hyundainya.

“Bukan urusanmu!” jawabnya

“Tapi kita baru sampai Kyu, paling tidak kau istirahatlah dulu”

“Ya! Aku bilang bukan urusanmu!! Jangan terlalu perhatian padaku! Aku bukan siapa-siapamu, setelah urusanku selesai, kau akan ku ceraikan!” katanya dengan nada kasar. Dia segera keluar dari rumah dan membanting pintu depan.

Dengan perasaan sedih aku masuk ke dalam kamar dan segera membereskan semua barang bawaan kami. Aku bongkar isi koper Kyuhyun, dan aku masukan semua bajunya ke dalam lemari. Di antara baju-baju Kyu, kutemukan selembar foto, foto kyu sedang memeluk seorang yeoja, sangat cantik menurutku. Pasti dia yang bernama Hae Jin, orang yang sangat Kyu sayangi. Kuletakan foto itu di dalam laci bersama dengan paspor dan semua surat-surat berharga Kyu.

Kulangkahkan kakiku ke arah dapur, sepertinya omma sudah memenuhi kulkas kami dengan berbagai bahan makanan, mungkin dia takut anak kesayangannya kelaparan. Kukeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas dan mulai memasak. Kasian Kyu kalau dia pulang pasti dia lapar.

***
Sudah jam 1 malam tapi Kyu belum pulang, kemana dia? Aku benar-benar khawatir. Meskipun dia hanya menganggapku sebagai istri sementaranya, tapi selama dia masih menjadi suamiku aku akan terus menjaganya. Aku sudah berkali-kali menghubungi ponselnya tapi ternyata tidak aktif.

Sedang apa dia? Apa dia sudah makan? Apa dia baik-baik saja? Aku tak bisa berhenti berpikir tentangnya.

Mataku mulai berat, tapi aku harus tetap tergaja sampai Kyuhyun pulang. Aku letakan kepalaku di atas sandaran sofa. Televisi di depanku menayangkan drama tengah malam, artis utamanya sedang menangis melihat kekasihnya meninggal. Melihat itu aku jadi semakin khawatir pada Kyuhyun.

Aku menyerah sekarang, mataku sudah tidak dapat bekerja sama denganku. Aku berbaring di atas sofa dan memejamkan mataku.

***


Kyuhyun’s pov

Kupacu Hyunday hitamku menuju sebuah café tempat aku dan Na Ri berjanji untuk bertemu. Tadi pagi sebelum aku pindah ke apartemen Na Ri menghubungiku dan mengatakan bahwa dia mempunyai informasi tentang keberadaan Hae Jin. Dia memintaku bertemu dengannya di sebuah café tempat aku dan Hae Jin biasa bertemu.

Tiba-tiba aku teringat pada Ae Jong, tadi aku membentaknya, mungkin tadi aku terlalu kejam padanya. Sudahlah, salah dia juga ingin mencampuri urusanku, dia hanya akan bertahan menjadi istriku sampai aku bisa kembali mendapatkan Hae Jin, setelah itu posisinya akan digantikan Hae Jin.

Kulihat Na Ri sudah menungguku. Dia duduk di kursi paling pojok di café itu, tempat yang cocok untuk membicarakan sebuah rahasia.

“Annyeonghaseo Na Ri-ya, kamu sudah lama menungguku?” ucapku sambil membungkukan badan.

“Annyeonghaseo Kyuhyun-ah, tidak baru sekitar 5 menit yang lalu, silahkan duduk”

Aku duduk di kursi di depannya.

“Informasi apa yang bisa kau bagi kepadaku?” tanyaku padanya.

“Tadi pagi aku baru ingat kalau sebelum Hae Jin pergi, dia pernah bilang bahwa dia akan menginap di rumah sepupunya di daerah Busan. Dia tahu cepat atau lambat kau pasti akan mencarinya ke apartemennya, maka dari itu dia berpikir semakin cepat dia meninggalkan apartemennya semakin baik untukmu.”

Mendengar cerita Na Ri, hatiku terasa pilu, dia selalu bisa menebak apa yang akan aku lakukan.

“Kenapa dia tidak menginap dirumahmu?”

“Aku pun menawarkan hal yang sama padanya, tapi dia bilang kau pasti juga akan menghubungiku, dan saat aku melihat keadaannya aku pasti tidak akan tahan untuk tidak memberitahumu”

“Dia selalu bisa menebak apa yang akan kita lakukan”

“Ya, karena dia sangat tahu kebiasaan kita”

“Kau mau menemaniku ke Busan besok?”

“Ne, aku akan membantumu sebisaku, aku juga ingin sahabatku bahagia. Ku dengar dari suaranya di telepon kemarin dia pasti sangat terluka Kyu, suaranya bergetar menahan tangis dan dingin, dia bilang dia berjalan di tengah guyuran hujan sampai ke apartemennya”

“Aku yang menyebabkan dia menderita Na Ri” kataku sambil memukul pelan meja didepanku.

“Kau tidak sepenuhnya bersalah Kyu, aku tau kau juga sangat mencintainya. Lebih baik kita pesan makanan dulu, kau pasti belum makan, aku juga lapar” katanya sambil memanggil pelayan.

Aku memesan jajamyun dan teh hangat.

“Bagaimana kehidupanmu dengan istrimu?”

“Aku belum pernah mengobrol dengannya, dia bertanya padaku tapi tak pernah aku jawab. Aku malas berbicara dengan orang yang membuat aku berpisah dengan Hae Jin”

“Lalu apa yang akan kamu lakukan padanya jika kau sudah berhasil menemukan Hae Jin?” katanya sambil melahap ramyeon pesanannya.

“Tentu saja akan aku ceraikan dia”

“Lalu kedua orang tuamu?”

“Aku tak peduli lagi Na Ri, aku akan tetap menikahi Hae Jin walau mereka tidak setuju. Hae Jin yeoja yang baik, tidak ada lagi alasan kedua orang tuaku untuk menolaknya, walaupun ayahnya masih di dalam penjara. Tapi aku yakin sebentar lagi dia akan keluar, aku yakin pengusaha Hong tidak bersalah” ucapku lalu aku lanjutkan kembali memakan jajamyun ku, aku sangat lapar.

“Ne, aku juga berpikiran sama denganmu Kyu, pengusaha Hong itu orang yang baik, dia memiliki sifat yang sama dengan Hae Jin.”

“Taukah kau Kyu, terkadang aku iri dengan kalian berdua”

“Iri bagaimana?”

“Kalian saling mencintai satu sama lain, cinta kalian begitu dalam, sampai saat kalian berpisah bisa kulihat betapa sakitnya hati kalian berdua. Kalian sudah memiliki impian bersama, menikah, punya anak, punya keluarga yang bahagia, sedangkan aku? Kau tau sendiri kekasihku seperti apa”

“Hahahaha, suatu saat aku yakin kau akan merasakan hal yang sama seperti yang aku dan Hae Jin rasakan. Percayalah pada takdir”

“Boleh ku tahu nama istrimu?”

“Yoo Ae Jong”

“Yoo? Dia putri pengusaha Yoo? Pengusaha real estat itu?”

“He eh” kuanggukan kepalaku dengan Jajamyun menggantung di mulutku dan bergoyang-goyang karena gerakanku.

“Harusnya kau bersyukur mendapatkan istri sepertinya, dia cantik, baik hati, dan anak orang kaya”

Mendengar kata-katanya itu reflek aku melotot padanya.

“Hahahaha, aku cuma bercanda Kyu. aku tahu cintamu pada Hae Jin terlalu dalam, tidak ada yang bisa menghapusnya”

“Kau mau menemaniku main game setelah ini?”

“Game? Untuk apa?”

“Aku ingin menghilangkan kesedihanku”

“Game dimana?”

“Dimobilku, kau tahu kan mobilku sudah aku modifikasi?”

“Ne, Hae Jin bercerita kalian sering bermain game di mobil bersama-sama”

“Kau habiskan dulu makananmu” kataku sambil mengambil sedikit ramyoennya dengan sumpitku.

“Ya! Kau! Itu punyaku!”

“Aku masih lapar Na Ri-ya”

“Pesan lagi saja” katanya sambil memeluk erat mangkok ramyeonnya.

“Ani, nanti aku kekenyangan”

“Kau ini banyak maunya, tidak bisa aku bayangkan Hae Jin bisa hidup denganmu” katanya dengan muka prihatin.

“Hahahaha. Ayo cepat aku sudah tidak sabar ingin main game”

***
“Ya!! Aku menang!!” teriakku keras-keras. Entah sudah yang keberapa kali aku menang dari Na Ri.

“Ne, Ne, Kau memang jagonya bermain game. Tidak ada yang bisa mengalahkanmu.” Katanya dengan muka cemberut.

“Kau tau, Hae Jin juga selalu mengatakan hal yang sama setiap kali kalah bermain game denganku” ucapku sambil menerawang memandang langit malam dari jendela mobilku.

“Aku merindukan Hae Jin. Hae Jin yang selalu perhatian padaku, sahabatnya”

“Aku lebih merindukannya darimu Na Ri. Dia jiwaku, dia hidupku.”

“Aku mau pulang Kyu”

“Mwo? Aku sendirian lagi?”

“Ya! Kau lihat ini sudah jam berapa! Sudah  lewat tengah malam. Appaku bisa membunuhku kalau aku pulang pagi”

“Ne, ne, ne, pulanglah dan aku akan kembali ke apartemenku dengan apa yang mereka sebut istriku”

“Kau hormatilah dia, bagaimanapun juga dia sama-sama korban sepertimu. Dia pasti juga tidak menginginkanmu sebagai suaminya”

“Tapi kenapa dia selalu baik padaku?”

“Itu karena dia menghormatimu yang bernasib sama dengannya. Sudah, aku pulang dulu” Katanya sambil menepuk bahuku dan keluar dari mobilku.

“Besok ku jemput kau dirumah jam 10” teriakku padanya

“Ne! Jaljjayo”

Aku kembali ke bangku kemudi mobilku. Rasanya malas sekali aku harus kembali ke rumah, bertemu dengan yeoja itu. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu perlahan membelah jalan di seoul. Sesekali aku lirik bangku disebelah kemudi, lama sudah tak kulihat dia duduk disana dan tertawa setiap kali aku menjailinya.

Waktu tempuh dari café menuju apartemenku yang normalnya 15 menit berubah menjadi 1 jam. Aku memang sengaja mengulur waktu agar aku bisa berlama-lama menikmati segala kenanganku dengan Hae Jin di dalam mobil itu.

Kubuka pintu apartemenku yang ternyata tidak dikunci. Kulihat televisi masih menyala menayangkan drama tengah malam. Kulirik jam yang menggantung di dinding, jam 2 pagi. Kulihat juga sosok Ae Jong yang tidur di atas sofa.

Dia menungguku sampai tertidur disini? Kasian sekali dia. Sebenarnya aku merasa sedikit iba dengannya. Tapi biarkan saja toh salah dia sendiri menungguku sampai tertidur disini. Aku tidak di tunggu juga tidak apa-apa.

Aku langsung melangkah masuk ke dalam kamar. Ku lihat koperku sudah rapi berada di atas lemari. Apa dia yang merapikan koperku? Jangan-jangan dia melihat fotoku dan Hae Jin! Dengan tergesa-gesa ku buka lemari dan ku acak-acak isi lemariku, tapi tidak ku temukan fotoku dan Hae Jin. Jangan-jangan dia membuangnya! Lalu ku buka laci dalam lemari itu. Aku ambil semua surat dan pasportku. Diantara lembaran-lembaran surat itu aku temukan foto yang aku cari. Haaah lega rasanya. Tapi kurang ajar sekali dia berani-beraninya menyentuh barang-barangku.  

Kujatuhkan tubuhku ke ranjang, lalu kupandangi foto itu.

“Jaljjayo Hae Jin, bogoshipoyo” ucapku sambil mengecup kening Hae Jin di foto itu.

Kuletakan foto itu dibawah bantal, dan akupun terlelap tidur.

***

Ae Jong’s pov

Kubuka mataku dan kurasakan silaunya cahaya matahari pagi. Jam berapa ini? Aku melirik jam di dinding, jam 8 pagi. Apa Kyu tidak pulang semalam? Aku bangkit dari sofa dan melangkah ke kamar. Kulihat sosok Kyu sedang tertidur lelap di atas ranjang. Ternyata dia pulang, syukurlah kalau begitu. Lebih sekarang aku mandi dan membuatkannya sarapan.

***
Aku sibuk memotong sayur-sayuran dan daging, aku akan membuatkannya bibimbap pagi ini. Aku berusaha memasak makanan terbaik untuk Kyu, aku ingin menujukan padanya bahwa aku bisa menjadi istri yang baik.

Saat aku sedang mengaduk nasi dan sayuran di atas mangkuk, aku lihat Kyuhyun keluar dari kamar dengan pakaian rapi, jaket tebal dan menggendong tas ranselnya. Mau kemana dia?

“Kau mau kemana Kyu?”

“Ada urusan” jawabnya ketus.

“Kenapa membawa ransel? Kau tidak akan pulang”

“Ne”

“Kau mau kemana sampai harus menginap?”

Dia memandangku dengan pandangan “jangan ikut campur”nya.

***
Kyuhyun’s pov

Yeoja ini benar-benar cerewet sekali. Selalu saja dia ingin tahu kemana aku mau pergi. Kesabaranku bisa habis kalau dia terus begitu.

“Paling tidak kau sarapan dulu sebelum pergi” katanya. Ku lihat di meja kecil di dapur sudah ada bibimbap yang masih mengepulkan uap panas, dari wanginya pun kelihatannya enak. Kebetulan aku memang lapar, jajamyun semalam tidak bisa membuatku kenyang.

Ani, apa yang aku pikirkan! Masa aku harus memakan masakannya? Ani ani, lebih baik aku makan di bandara saja bersama Na ri. Mengingat Na Ri, membuatku merasa mendengar sebuah suara.

Kau hormatilah dia, bagaimanapun juga dia sama-sama korban sepertimu. Dia pasti juga tidak menginginkanmu sebagai suaminya.

Haah. Ku hembuskan nafas kuat-kuat. Baiklah Na Ri, karena ucapanmu itu aku akan memakan sarapan buatannya. Kataku dalam hati.

Kupasang muka sebal sambil berjalan mendekat ke dapur. Aku duduk di kursi kecil di depan semangkuk bibimbap hangat. Ku ambil sendok dan mulai memakan bibimbap itu. Lumayan enak, walau masih kalah enak dengan bibimbap buatan Hae Jin. Tapi paling tidak masih bisa dimakan. Cepat- cepat ku habiskan bibimbap itu dan ku minum segelas susu yang dia letakan disamping mangkok bibimbap.

“Gomawo sudah membuatkanku sarapan. Kau tak usah menungguku pulang, aku tidak akan pulang dalam beberapa hari ini. Jangan tanya kemana aku pergi, dan jangan bilang ke orang tuaku bahwa aku tidak ada dirumah, arraseo!”

“Ara, kau hati-hati dijalan” katanya dengan raut wajah sedih. Dia pikir dengan memasang tampang seperti itu aku bisa suka padanya? Tidak akan!

Kusambar kunci hyundaiku diatas buffet telepon rumah. Dengan terburu-buru aku turun ke lantai dasar dan segera masuk ke mobil. Kupacu cepat mobilku menuju rumah Na Ri. Sekarang sudah jam 9, dan aku harus sampai di bandara sebelum jam 10.

Semoga Na Ri tidak membuatku menunggunya berdandan. Sekitar 500 meter dari rumah Na Ri, kulihat dia sudah berdiri di pinggir jalan. Segera dia masuk ke mobil dan duduk di bangku sebelahku.

“Kau tidak keberatankan aku duduk disini?” tanyanya. Sepertinya dia tahu bahwa kursi itu adalah kursi special untuk Hae Jin.

“Ani, mianhae aku terlambat, syukurlah kau sudah menunggu di pinggir jalan, sehingga kita tidak membuang waktu lagi.”

“Kenapa kau membawa ransel seperti itu? Perjalanan dari Seoul ke Busan kan hanya membutuhkan waktu 1,5 jam.”

“Aku akan langsung pergi ke tempat Hae Jin berada setelah sepupunya itu memberitahuku. Kau juga harus ikut”

“Mwo? Aku tidak membawa pakaian ganti”

“Nanti aku belikan disana”

“Kau sudah gila Kyu”

“Aku gila karena cintaku pada Hae Jin”

“Apa istrimu tahu kau pergi ke Busan?”

“Ani, aku sudah mengancamnya untuk tidak bertanya kemana aku pergi dan tidak member tahu orang tuaku.”

“Kau kejam”

“Menurutku tidak, itu wajar saja”

Ku lihat dia hanya menggelengkan kepalanya sepertinya benar-benar menganggapku pria yang tidak punya perasaan.

***
Kulihat Na Ri tertidur di sebelahku. Kutatap awan putih yang melayang-layang di sekitar sayap pesawat yang aku tumpangi.

Seorang pramugari mendekatiku dan menawarkan segelas kopi dan makanan kecil. Ku ambil segelas kopi dan sepotong strawberry short cake.

Sebentar lagi aku bisa bertemu Hae Jin. Aku benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk bisa memeluk tubuhnya dan menium keningnya. Aku benar-benar merindukannya.

Kudengar suara pramugari yang mengumumkan sebentar lagi kita akan mendarat di Busan, dan harap segera menggunakan sabuk pengaman. Ingin ku bangunkan Na Ri, tapi aku tidak tega melihatnya. Aku yang menyebabkannya pulang pagi dan kurang tidur. Jadi kupuskan untuk memakaikannya sabuk pengaman saja.

Dia tidak bergerak sedikitpun, walau aku sedang memakaikannya sabuk pengaman. Kubangunkan dia saat pesawat sudah benar-benar mendarat.

“Na Ri-ya, bangunlah. Kita sudah sampai” kataku sambil mengguncang tubuhnya.

“Hmm… apa? Aku masih mengantuk”

“Kita sudah sampai”

“Hah? Oh, mian mian, aku benar-benar mengantuk” katanya sambil bangkit dari kursi dan mengambilkan ranselku di bagasi diatas kepalanya.

Kami turun dari pesawat dan keluar dari bandara. Di depan bandara Na Ri sebuah mobil hyunday putih sudah menunggu kami.
“Kau menyewa mobil itu?” Kata Na Ri padaku

“Ne, semalam aku menghubungi penyewaan mobil di Busan. Kau masih hapal jalannya?” tanyaku pada Na Ri yang duduk disebelahku.

“Kurasa masih. Aku pernah beberapa kali diajak Hae Jin kesana. Tidak jauh dari sini, sekitar 15 menit”

Na Ri memberitahu supir mobil sewaan itu kemana arah tujuan kami.

15 menit perjalanan terasa lama bagiku yang sudah tidak sabar ingin tahu dimana Hae Jin berada.

“Ini rumahnya” ucap Na Ri.

Sebuah rumah mungil dengan halaman kecil yang rapi. Kulihat sebuah sepeda beroda 4 tergeletak di halaman itu.

Na Ri mengetuk pintu rumah yang berwarna coklat itu.

Seorang wanita muda, mungkin hanya lebih tua 3 tahun dariku dan berwajah mirip dengan Hae Jin membukakan pintu.

“Na Ri?” katanya dengan wajah bingung.

“Annyeonghaseo  Eun Ju eonni. Apa kabarmu?” ucap Na Ri sambil membungkukan badan.

“Baik, ayo masuk dulu, cuaca diluar sangat buruk, sepertinya sebentar lagi hujan turun”

Kami masuk ke dalam ruang tamu yang hangat dan sangat nyaman.

“Omma” tiba tiba seorang anak laki-laki berumur 6 tahun mendekati Eun Ju.

“Annyeonghaseo Jun Su” sapa Na Ri padanya.

“Na Ri nuna!” kata anak laki-laki itu lalu memeluk Na Ri

“Kau masih ingat padaku?”

“Ne, tentu saja. 2 hari yang lalu Hae Jin nuna juga menginap disini” katanya. Hatiku mencelos mendengar kata-kata anak itu. Benar kata Na Ri kalau dia menginap disini dulu.

“Lalu dimana dia sekarang?” kataku dengan nada sedikit keras.

Anak itu tampaknya kaget mendengar aku bertanya dengan nada yang keras. Dia hanya memandangku denga wajah takut lalu lari ke dalam rumah.

“Jun Su” panggil Na Ri

“Sebenarnya ada perlu apa kau kemari Na ri? Dan siapa dia?” Tanya Eun Ju sambil memandangku.

“Hmm, eonni, aku kesini mencari Hae Jin,. Dia.. hm.. dia.. “ Na Ri tampak ragu menyebutkan namaku.

“Kyuhyun, Cho Kyuhyun imnida”

Setelah mendengar namaku, raut wajah Eun Ju langsung berubah. Wajahnya menyiratkan kebencian yang amat sangat padaku.

“Mau apa kau kesini? Untuk apa kau mencari Hae Jin? Belum cukupkah kau membuatnya sakit hati? Belum cukupkah kau membuatnya menderita seperti sekarang ini?” katanya dengan penuh amarah padaku.

Sudah kuduga dia akan berkata seperti itu.

“Itu semua bisa aku jelaskan nuna”

“Kau tahu, ingin rasanya aku membunuhmu saat kulihat keadaan Hae Jin saat itu. Wajahnya sangat kurus, aku yakin dia tidak makan seharian, matanya bengkak dan kantung mata hitam menggantung disekitar matanya, dia pasti menangis semalaman dan tidak tidur. Apa kau merasakan penderitaan yang sama dengannya? Ani, kau pasti tidak merasakan itu, kau mendapatkan istri yang cantik juga baik kau pasti berbahagia. Tega sekali kau berbahagia di atas tangisan Hae Jin”

“Aku tidak bahagia nuna! Aku merasakan hal yang sama dengan Hae Jin. Kalau aku bahagia, aku tidak akan mencarinya sampai kesini. Sekarang tolong beritahu kami dimana Hae Jin berada.”

“Kau pikir aku akan memberitahumu? Kau pikir aku akan rela adikku yang paling aku sayangi itu kau sakiti lagi? Tidak Tuan Cho yang terhormat, kau salah datang ke tempat ini. Sekarang lebih baik kau keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi! Dan kau Na Ri, bawa dia pergi dari hadapanku, dan kalau kau kembali lagi kesini, jangan pernah sekalipun bersamanya. Aku masih menghargaimu sebagai sahabat Hae Jin yang khawatir akan keadaannya.”

“Aku mohon nuna, beritahu aku dimana Hae Jin berada.”

“Ani! Keluar kau dari sini! Keluar!” bentak Eun Ju sambil menggeret tanganku. Aku tak kuasa untuk melawannya. Sebenarnya tenagaku jauh lebih besar, namun jika aku memberontak aku takut akan melukainya.

Blaam. Dia banting pintu tepat didepan mukaku dan Na Ri

“Nuna! Tolong beritahu aku dimana dia. Nuna! Aku mohon!” teriakku sambil menggetuk lagi pintunya.

“Sampai kapanpun aku takan pernah memberitahumu.” Teriak Eun Ju dari dalam rumah.

“Kalau begitu aku akan terus berlutut disini, sampai kau mau memberitahukan padaku” kataku sambil berlutut tepat ditengah halaman rumahnya.

“Ya! Berlututlah kau disitu sampai mati!” teriaknya.

“Kyuhyun-ah, sudahlah, ayo kita pulang” kata Na Ri sambil memegang kedua bahuku dan membantuku berdiri.

“Kau masuk ke mobil!” kataku sambil menepis tangannya

“Sebentar lagi hujan Kyu, nanti kau sakit”

“Kubilang masuk ke mobil!” bentakku

Kudengar langkah kakinya menjauh dan suara pintu mobil yang ditutup dengan keras. Sepertinya dia marah aku membentaknya tadi.

Kurasakan tetesan air mulai membasahi tubuhku. Hujan turun dengan derasnya. Udara dingin mulai membuat badanku menggigil, tapi aku harus kuat, aku harus berjuang, rasa dinginku ini belum seberapa dengan rasa dingin dan sakit hati yang Hae Jin alami.

“Kyu. masuklah ke mobil! Kau bisa sakit!” teriak Na Ri padaku dari dalam mobil.

Aku tetap tak bergeming. Kurasakan hembusan nafasku semakin panas.

Tiba-tiba kulihat pintu rumah Eun Ju terbuka. Jun Su kecil keluar dan melambaikan tangannya padaku memintaku mendekat. Aku bangkit dan mendekatinya. Lalu berjongkok tepat dihadapan Jun Su, sehingga tinggi kami setara.

“Ada apa Jun Su, ada yang ingin kau katakana pada Oppa?”

Dia tidak menjawab hanya memberikan sebuah kertas yang sudah dilipat lalu memelukku.

“Jangan berisik, Omma sedang tidur” bisiknya tepat ditelingaku.

Dia lepaskan pelukannya padaku dan berlari masuk ke dalam rumah. Pintu rumahnya dia tutup dengan sangat hati-hati.

“Ada apa Kyu?” Tanya Na Ri yang sudah berada di belakangku.

“Jun Su memberiku surat ini”

Kubuka kertas yang sudah dilipat-lipat menjadi kecil itu dengan hati-hati. Tanganku yang basah bisa merusaknya. Pada kertas itu tertulis 3 baris kalimat dengan tulisan tangan khas anak kecil yang tidak rapi.

Hae Jin nuna ada di Paris. Menilmontant no 203.
Suatu saat aku pasti akan kesana.
Oppa tolong bawa pulang Hae Jin nuna, aku merindukannya.

“Dia ada di Paris. Ayo kita kesana”

“Ani, lebih baik sekarang kau istirahat dulu. Besok baru kita berangkat ke paris”

“Tapi aku sudah tidak sabar ingin bertemu Hae Jin”

“Kau basah kuyup Kyu. Sekali ini saja aku mohon dengarkan kata-kataku” kata Na Ri sambil memandangku dengan galak.

“Ne, aku turuti perintahmu. Sekarang kita ke hotel”

***
“Penerbangan dari Korea menuju Perancis dengan maskapai Air France, akan Take Off pada pukul 08.00. untuk para penumpang harap segera bersiap”

Kudengar pengumuman menggema di seluruh sudut ruang tunggu bandara. Pagi ini aku bersiap untuk terbang ke Perancis bersama Na Ri. Semalam aku belikan dia beberapa potong baju untuk bekal ke Perancis.

“Aku pasti sudah gila mau menemanimu mencari jejak Hae Jin!! Kalau tidak karena aku merindukan Hae Jin, aku pasti sudah menolaknya mentah-mentah” Kata Na Ri, dengan muka cemberut.

“Hahahaha. Nanti akan aku berikan semua yang kau mau.”

“Chongmal? Kebetulan aku sedang ingin beli Ipad Apple terbaru”

“Ya! Kau mau merampokku?” kataku sambil melotot padanya.

“Kau kan anak orang kaya, pasti tidak masalah kan buatmu?”

“Dasar!”

Tiba-tiba ponselku berbunyi nyaring, menandakan ada telepon masuk. Kulihat di layar, tertera nama Ae Jong. Cih! Buat apa dia meneleponku sepagi ini. Kubiarkan saja telepon itu terus berdering.

“Kenapa tidak kau angkat?”

“Malas”

“Ae Jong?”

“He eh” kataku sambil menunduk dan menggoyang-goyangkan kakiku ke lantai.

“Angkat saja, mungkin penting”

Aku menggeleng “Dia hanya akan bertanya apa aku sudah makan? Apa aku baik-baik saja? Aku sedang apa? Aku dimana?”

“Hahahahaha,dia istri yang baik dan penuh perhatian”

“Tapi membuatku muak”

“Karena kau dari awal tidak menyukainya. Aku rasa dia tidak hanya akan menanyakan keadaanmu, aku rasa itu penting, dia tidak berhenti menghubungimu. Angkat saja”

“Ani”

“Kyu, siapa tahu itu penting.”

Karena ucapannya itu aku angkat teleponnya.

“Ada apa?” kataku dengan ketus

“Kau dimana” kata Ae Jong dari seberang telepon.

Aku memandang Na Ri dengan pandangan “betul-kan-kataku”. Dia hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tidak bersalah.

“Tak perlu kau tau aku dimana”

“Kau bisa pulang sekarang?”

“Ada apa lagi? Bukankah kemarin pagi sudah aku katakan jangan pernah ikut campur urusanku!!”

“Omma masuk rumah sakit”

 “Siapa?”

“Ommamu! Nyonya Cho! Dia masuk rumah sakit”

“Mwo? Wae? Bagaimana keadaannya?”

“Dia terserempet mobil di tempat parker sewaktu berbelanja di supermarket. Dia harus menjalani operasi tulang punggung. Kau harus pulang sekarang Kyu”

Aku tertegun mendengar kata-katanya.

“Ayo kita pulang, Ommamu lebih membutuhkanmu daripada Hae Jin, aku yakin dia baik-baik saja di Perancis” kata Na Ri yang ternyata dari tadi menguping pembicaraanku dengan Ae Jong.

Aku segera bangkit dari ruang tunggu dan membeli tiket pesawat menuju Seoul. Semoga keputusan yang aku ambil benar. Tunggu aku sebentar lagi Hae Jin, aku pasti akan menjemputmu.

***
“Kyuhyun, jangan tinggalkan omma, tetaplah disebelah omma” kata omma dengan suara parau, berbagai alat bantu tertempel di tubuhnya membantunya bertahan hidup.

“Ne Omma, aku akan tetap disini”

Omma tampak pucat dan lemah, operasi tulang punggungnya dibatalkan, karena tekanan darah omma yang sangat tinggi, membuat dokter tidak berani mengambil tindakan.

“Omma mau kamu membahagiakan Ae Jong, lupakanlah dia Kyu, Omma mohon.”

Kuhembuskan nafas berat. Aku takut kalau aku berjanji aku tidak akan bisa menepatinya.

“Omma mohon Kyu”

“Ne Omma, aku berjanji”

“Omma ingin segera menimang cucu, anakmu dan Ae Jong.”

“Itu perlu waktu omma.”

“Ne omma tahu. Omma hanya takut waktu omma sudah tidak banyak lagi”

“Omma jangan berbicara seperti itu”

“Melihat kau bahagia bersama Ae Jong saja omma sudah senang”

Kalau kau ingin melihatku bahagia, harusnya kau menikahkanku dengan Hae Jin omma. Kataku dalam hati.

“Omma mengantuk Kyu, Omma mau tidur, peganglah tangan omma” kata omma, kugenggam tangan omma yang terasa dingin.

***
Aku berdiri di tepi sungai sambil memegang guci abu omma. Setelah koma selama 3 bulan dan menjalani operasi tulang punggung, omma meninggalkan kami semua.

Dengan penuh kesedihan aku tuang abu omma ke dalam sungai suci ini. semoga kau tenang di alam sana omma.

***
Satu minggu setelah omma meninggal, aku kembali menghubungi Na Ri dan mengajaknya kembali untuk berpetualang ke Prancis.

“Mianhae Kyu, aku tidak bisa menemanimu, aku benar-benar sedang sibuk sekarang. Bukannya aku tidak mau menolongmu atau mengacuhkan Hae Jin, tapi aku benar-benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku”

“Kalau begitu ipadnya batal” kataku mengancamnya.

“Kau mau mencoba mengancamku ya?” katanya di seberang telepon

“Hahahaha. Sedikit “

“Tapi sayangnya aku benar-benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku itu. Aku bantu doa saja ya. Mianhae Kyuhyun-ah”

“Hmm.. Besok pagi aku berangkat”

“Ne, hati-hati dijalan” katanya lalu mematikan teleponnya.

Aku harus berpetualang sendiri kali ini.

***
“Kau mau pergi lagi Kyu” Tanya Ae Jong padaku.

“Ne”

“Kemana? Omma baru seminggu yang lalu meninggal”

Aku tidak menjawabnya. Setelah kematian Omma aku kembali ke rumah Appa dan Omma, namun kemarin Appa meminta kami untuk kembali ke apartemen kami. Dan hari ini aku memutuskan untuk berangkat ke Perancis.

Aku keluar dari apartemen dengan sedikit membanting pintu. Aku masih kesal dengan sifatnya yang selalu mau turut campur.

***

Setelah 10 jam duduk di pesawat, akhirnya sampailah aku di bandara Charles de Gaulle. Aku putuskan untuk check in ke salah satu hotel terdekat, karena jam di bandara menunjukan pukul 2 dini hari.

Sesampainya di kamar hotel, aku kembali menghubungi Na Ri.

“Yeoboseo Na Ri-ya”

“Yeoboseo”

“Aku sudah sampai di Paris”

“Baguslah kalau begitu. Kau sudah memberitahu istrimu?”

“Ani”

“Wae?”

“Untuk apa aku memberitahunya?”

“Dia istrimu Kyu! Astaga! Kau ini benar-benar laki-laki yang tidak punya perasaan ya”

“Aku punya perasaan untuk Hae Jin”

“Terserah apa katamu. Jadi kau sudah bertemu Hae jin?”

“Belum.”

“Kenapa begitu? Dia tidak ada dirumah?”

“Aku belum kerumahnya. Kau tau jam berapa sekarang disini? Jam 2 pagi! Apa pantas aku bertamu ke rumah orang pagi-pagi buta?” kataku dengan nada kesal.

“Ooh. Kalau begitu kau tidurlah dulu. Untuk apa menghubungiku?”

“Kau tidak ingin mengetahui perkembangan petualanganku mencari sahabatmu itu?”

“Anya, aku pikir kau menghubungiku saat benar-benar telah bertemu denganya”

“Yasudah kalau begitu aku tidur saja. Jaljjayo “

Aku matikan ponselku dengan kesal dan langsung terlelap tidur.

***

“Annyeonghaseo” sapaku pada seorang ahjuma yang membukakan pintu. Sekarang aku berdiri di depan pintu rumah Hae Jin. Setelah menaiki kereta satu kali dari stasiun di dekat hotelku diteruskan dengan berjalan sekitar 500 meter dari stasiun di daerah Menilmontant, sampailah aku disini.

“Annyeonghaseo, anda mencari siapa?”

“Saya mencari Hae Jin, saya temannya dari Korea.”

“Ah, mari silahkan masuk, silahkan duduk” aku duduk di sofa berwarna coklat yang hangat. Ruangan ini semakin hangat dengan adanya tungku pemanas khas rumah-rumah eropa pada umumnya.

“Kau teman kuliah atau kerja Hae jin?” Tanyanya dengan pandangan menyelidik.

“Jo neun, Cho kyuhyun imnida”

Mendengar namaku wajahnya berubah menjadi dingin. Aku sudah siap mendengar semua cacian dan makiannya untukku.

Dia menghela nafas berat “Jadi kau yang bernama Cho Kyuhyun? Kau masih mencari Hae Jin? Apa kau masih mencintainya?”

Aku benar-benar heran dengan reaksinya. Tidak marah? Tidak ada makian? Wae? Apa dia akan langsung melaporkanku ke polisi? Bayangan mengerikan sudah tergantung di depan mataku.

“Ne, Ahjumma. Saya masih sangat mencintainya, makanya saya mencarinya sampai kemari”

“Hae jin sudah menceritakan semuanya padaku. Dan aku bisa mengerti keadaanmu.”

Kuhembuskan nafas lega mendengar kata-katanya. “Gamsahamnida sudah mau mengerti posisi saya”

“Apa istrimu tahu kau disini?” katanya dengan nada yang makin lembut.

Aku menggeleng.

“Orang tuamu?”

“Satu minggu yang lalu Omma baru saja meninggal”

“Aku turut berduka cita”

“Ne, gamsahamnida. Apa Hae jin ada dirumah?”

“Sayangnya kau terlambat Kyuhyun. Satu minggu yang lalu Hae Jin pergi. Dia bilang dia ingin berlibur untuk menghilangkan semua kenangannya tentangmu. Sayangnya aku tidak tahu kemana dia pergi. Semua barangnya masih disini. Dia hanya membawa koper kecil, mungkin dia pergi untuk satu sampai 2 bulan. Kau pasti tahu kebiasaanya, saat dia marah, kecewa, sedih dia memilih untuk berlibur dan pergi sendiri.”

Mendengar kata-katanya aku kembali teringat saat kami bertengkar dan dia memilih pergi dari apartemennya dan pergi ke Jepang. Aku sampai kebingungan membujuknya pulang.

“Sebaiknya sekarang kau pulang ke rumah. Kalau aku mendapatkan kabar dia ada dimana, aku berjanji akan memberitahumu” katanya sambil membelai kepalaku. “Percayalah pada takdir, kalau kalian memang berjodoh, kalian pasti akan bertemu kembali.

“Ne, gamsahamnida sudah membantu saya”

“Aku akan sangat senang memiliki menantu sepertimu. Kau sangat mencintai Hae Jin, aku jadi tenang jika melepasnya untukmu”
“Saya mohon doanya saja” kataku padanya.

***

Hari ini aku kembali ke Korea, dan langsung bertemu dengan Na Ri di café tempat kami bertemu dulu.

“Kau terlambat lagi?” katanya padaku. Aku hanya mengangguk lemah.

“Ya Tuhan!! Takdir benar-benar mempermainkan kalian berdua. Aku benci kejadian seperti ini!”

“hm..” gumamku sambil memakan bibimbap pesananku.

“Ibunya bilang dia mau membantumu mencarinya?”

“Hm”

“Baik sekali dia padamu. Tapi dia memang baik. Sekarang aku tahu darimana Hae Jin mendapatkan sifatnya itu. Dimana Hae Jin berada sekarang ya? Enak sekali dia bisa berlibur ke berbagai negara tanpa mengkhawatirkan uang saku” Ceracaunya. Aku hanya diam mendengarkan dan melahap mangkuk ke dua bibimbapku.

“Ya! Kenapa kau diam saja?” bentaknya.

“Aku lapar!”

“Sudah berapa mangkuk bibimbap kau makan?”

Tidak ku jawab pertanyaannya. Aku hanya mengacungkan 2 jariku, karena mulutku penuh dengan bibimbap.

“2? Dan kau belum kenyang?”

Aku menggelang.

“Astaga! Kau itu kalau makan seberapa banyak?”

“Kau tahu sendiri, dari kemarin aku hanya makan mie cup disana. Dan mie cup di perancis tidak seenak disini. Sudah kau diam saja aku lapar. Mengertilah sedikit.”

Dia hanya memandangku dengan pandangan aneh. Aku jadi ingin tertawa melihatnya.

***
Sudah 9 bulan sejak aku pergi ke Perancis, dan selama itu sudah berkali-kali Ibu Hae Jin memberitahuku dimana Hae Jin berada setiap Hae Jin menghubunginya, dan selalu saja aku terlambat menemuinya. Na Ri terus saja memarahiku setiap kali tahu aku gagal menemui Hae Jin, dia selalu mengataiku pabo, karena mau dipermainkan oleh takdir.

Ae jong selalu menatapku dengan sedih setiap kali aku pergi membawa ransel dan pulang beberapa hari kemudian. Aku masih tidak tidur satu ranjang dengannya. Aku masih pulang tengah malam disaat dia sudah tidur. Aku pun masih tidak banyak berbicara dengannya. Bahkan saat kemarin dia menyiapkan cake dan makan malam untuk merayakan ulang tahun pernikahan kita yang pertama. Aku sengaja pulang jam 3 pagi, tentu saja dia sudah tidur di sofa dengan cake tergeletak di atas meja. Lilinnya sudah meleleh semuanya di atas cake itu. Dia pikir aku mau merayakannya. Tidak akan pernah!

***
Ponselku berbunyi nyaring sekali. Membuatku terbangun. Kulirik jam di atas meja disebelahku. Pukul 4 pagi. Brengsek! Siapa pabo yang meneleponku pagi-pagi buta begini?

“Yeoboseo” kataku dengan suara serak.

“Kyu! cepat kemari! Ada Hae Jin!” suara nyaring Na Ri membuatku benar-benar bangun dari tidurku.

“Mwo? Apa maksudmu?”

“Cepat ke bandara Incheon! Aku bertemu dengan Hae Jin disini! Cepatlah!”

“Tunggu! Kau tahan dia disitu, ajak ngobrol atau apalah. Aku segera kesana! Araseo!”

“Ara!”

Aku segera melompat dari ranjang, dan menyambar jaketku. Dengan terburu-buru aku turun ke lantai dasar dan masuk ke dalam mobil.

Kupacu kencang Hyundayku. Pikiranku kosong sekarang, yang ada dibenakku hanya bisa segera bertemu dengan Hae Jin. Hingga aku tidak sadar ada sebuah sinar yang sangat terang dan menyilaukan mataku datang mendekat.

***
Ae Jong’s pov

Kemana Kyuhyun? Kenapa tadi dia tampak terburu-buru pergi di pagi buta seperti itu? Kenapa perasaanku tidak enak. Ya Tuhan semoga dia baik-baik saja.

Ponselku berbunyi nyaring sekali dari bawah bantal sofa. Ternyata aku meninggalkannya disana. Pantas dari tadi aku cari tidak ada.

“Yeoboseo”

“Yeoboseo, apakah ini Nyonya Yoo Ae Jong, istri dari tuan Cho Kyuhyun?”

“Ne, maaf dengan siapa saya berbicara?”

“Kami dari Wooridul Spine Hospital”

Hatiku mencelos saat kudengar bahwa sebuah rumah sakit menghubungiku. Ada apa dengan Kyuhyun?

Aku lebih syok saat kudengar ucapan mereka selanjutnya. Badanku lemas. Ponselku jatuh kelantai bersamaan dengan tubuhku. Lututku seakan tak mampu lagi menopang tubuhku.

Kyuhyun, Kyuhyun,Kyuhun, hanya kata-kata itu yang terlintas di pikiranku dan terlontar dari bibirku.

---TBC---


Tidak ada komentar: