LOVE
IS DESTINY (PART 2)
Type
: Multi-chapter
Author
: Istrinya Kyuhyun
Main
Cast : Cho Kyuhyun, Hong Hae Jin, Yoo Ae
Jong
Supporting Cast : Tuan dan Nyonya Cho,
Nari
Rating
: All Ages
Theme
: Romance
Ae Jong’s
pov
Omma baru saja meninggalkan aku dan
Kyuhyun di apartemen baru kami. Apartemen di lantai 10 itu hanya berisi satu
kamar dan satu kamar mandi. Ada ruang keluarga dengan satu televisi LCD 32’
yang menyatu dengan dapur. Menurutku apartemen ini sangat bagus, sederhana,
namun nyaman.
“Kau mau kemana Kyu?” kulihat Kyu
memakai jaketnya dan mengambil kunci Hyundainya.
“Bukan urusanmu!” jawabnya
“Tapi kita baru sampai Kyu, paling
tidak kau istirahatlah dulu”
“Ya! Aku bilang bukan urusanmu!!
Jangan terlalu perhatian padaku! Aku bukan siapa-siapamu, setelah urusanku
selesai, kau akan ku ceraikan!” katanya dengan nada kasar. Dia segera keluar
dari rumah dan membanting pintu depan.
Dengan perasaan sedih aku masuk ke
dalam kamar dan segera membereskan semua barang bawaan kami. Aku bongkar isi
koper Kyuhyun, dan aku masukan semua bajunya ke dalam lemari. Di antara
baju-baju Kyu, kutemukan selembar foto, foto kyu sedang memeluk seorang yeoja,
sangat cantik menurutku. Pasti dia yang bernama Hae Jin, orang yang sangat Kyu
sayangi. Kuletakan foto itu di dalam laci bersama dengan paspor dan semua
surat-surat berharga Kyu.
Kulangkahkan kakiku ke arah dapur,
sepertinya omma sudah memenuhi kulkas kami dengan berbagai bahan makanan,
mungkin dia takut anak kesayangannya kelaparan. Kukeluarkan beberapa bahan
makanan dari kulkas dan mulai memasak. Kasian Kyu kalau dia pulang pasti dia
lapar.
***
Sudah jam 1 malam tapi Kyu belum
pulang, kemana dia? Aku benar-benar khawatir. Meskipun dia hanya menganggapku
sebagai istri sementaranya, tapi selama dia masih menjadi suamiku aku akan
terus menjaganya. Aku sudah berkali-kali menghubungi ponselnya tapi ternyata
tidak aktif.
Sedang apa dia? Apa dia sudah makan?
Apa dia baik-baik saja? Aku tak bisa berhenti berpikir tentangnya.
Mataku mulai berat, tapi aku harus
tetap tergaja sampai Kyuhyun pulang. Aku letakan kepalaku di atas sandaran
sofa. Televisi di depanku menayangkan drama tengah malam, artis utamanya sedang
menangis melihat kekasihnya meninggal. Melihat itu aku jadi semakin khawatir
pada Kyuhyun.
Aku menyerah sekarang, mataku sudah
tidak dapat bekerja sama denganku. Aku berbaring di atas sofa dan memejamkan
mataku.
***
Kyuhyun’s
pov
Kupacu Hyunday hitamku menuju sebuah
café tempat aku dan Na Ri berjanji untuk bertemu. Tadi pagi sebelum aku pindah
ke apartemen Na Ri menghubungiku dan mengatakan bahwa dia mempunyai informasi
tentang keberadaan Hae Jin. Dia memintaku bertemu dengannya di sebuah café
tempat aku dan Hae Jin biasa bertemu.
Tiba-tiba aku teringat pada Ae Jong,
tadi aku membentaknya, mungkin tadi aku terlalu kejam padanya. Sudahlah, salah
dia juga ingin mencampuri urusanku, dia hanya akan bertahan menjadi istriku
sampai aku bisa kembali mendapatkan Hae Jin, setelah itu posisinya akan
digantikan Hae Jin.
Kulihat Na Ri sudah menungguku. Dia
duduk di kursi paling pojok di café itu, tempat yang cocok untuk membicarakan
sebuah rahasia.
“Annyeonghaseo Na Ri-ya, kamu sudah
lama menungguku?” ucapku sambil membungkukan badan.
“Annyeonghaseo Kyuhyun-ah, tidak
baru sekitar 5 menit yang lalu, silahkan duduk”
Aku duduk di kursi di depannya.
“Informasi apa yang bisa kau bagi
kepadaku?” tanyaku padanya.
“Tadi pagi aku baru ingat kalau
sebelum Hae Jin pergi, dia pernah bilang bahwa dia akan menginap di rumah
sepupunya di daerah Busan. Dia tahu cepat atau lambat kau pasti akan mencarinya
ke apartemennya, maka dari itu dia berpikir semakin cepat dia meninggalkan
apartemennya semakin baik untukmu.”
Mendengar cerita Na Ri, hatiku
terasa pilu, dia selalu bisa menebak apa yang akan aku lakukan.
“Kenapa dia tidak menginap
dirumahmu?”
“Aku pun menawarkan hal yang sama
padanya, tapi dia bilang kau pasti juga akan menghubungiku, dan saat aku
melihat keadaannya aku pasti tidak akan tahan untuk tidak memberitahumu”
“Dia selalu bisa menebak apa yang
akan kita lakukan”
“Ya, karena dia sangat tahu
kebiasaan kita”
“Kau mau menemaniku ke Busan besok?”
“Ne, aku akan membantumu sebisaku,
aku juga ingin sahabatku bahagia. Ku dengar dari suaranya di telepon kemarin
dia pasti sangat terluka Kyu, suaranya bergetar menahan tangis dan dingin, dia
bilang dia berjalan di tengah guyuran hujan sampai ke apartemennya”
“Aku yang menyebabkan dia menderita
Na Ri” kataku sambil memukul pelan meja didepanku.
“Kau tidak sepenuhnya bersalah Kyu,
aku tau kau juga sangat mencintainya. Lebih baik kita pesan makanan dulu, kau
pasti belum makan, aku juga lapar” katanya sambil memanggil pelayan.
Aku memesan jajamyun dan teh hangat.
“Bagaimana kehidupanmu dengan
istrimu?”
“Aku belum pernah mengobrol
dengannya, dia bertanya padaku tapi tak pernah aku jawab. Aku malas berbicara
dengan orang yang membuat aku berpisah dengan Hae Jin”
“Lalu apa yang akan kamu lakukan
padanya jika kau sudah berhasil menemukan Hae Jin?” katanya sambil melahap
ramyeon pesanannya.
“Tentu saja akan aku ceraikan dia”
“Lalu kedua orang tuamu?”
“Aku tak peduli lagi Na Ri, aku akan
tetap menikahi Hae Jin walau mereka tidak setuju. Hae Jin yeoja yang baik,
tidak ada lagi alasan kedua orang tuaku untuk menolaknya, walaupun ayahnya
masih di dalam penjara. Tapi aku yakin sebentar lagi dia akan keluar, aku yakin
pengusaha Hong tidak bersalah” ucapku lalu aku lanjutkan kembali memakan
jajamyun ku, aku sangat lapar.
“Ne, aku juga berpikiran sama
denganmu Kyu, pengusaha Hong itu orang yang baik, dia memiliki sifat yang sama
dengan Hae Jin.”
“Taukah kau Kyu, terkadang aku iri
dengan kalian berdua”
“Iri bagaimana?”
“Kalian saling mencintai satu sama
lain, cinta kalian begitu dalam, sampai saat kalian berpisah bisa kulihat
betapa sakitnya hati kalian berdua. Kalian sudah memiliki impian bersama,
menikah, punya anak, punya keluarga yang bahagia, sedangkan aku? Kau tau
sendiri kekasihku seperti apa”
“Hahahaha, suatu saat aku yakin kau
akan merasakan hal yang sama seperti yang aku dan Hae Jin rasakan. Percayalah
pada takdir”
“Boleh ku tahu nama istrimu?”
“Yoo Ae Jong”
“Yoo? Dia putri pengusaha Yoo?
Pengusaha real estat itu?”
“He eh” kuanggukan kepalaku dengan
Jajamyun menggantung di mulutku dan bergoyang-goyang karena gerakanku.
“Harusnya kau bersyukur mendapatkan
istri sepertinya, dia cantik, baik hati, dan anak orang kaya”
Mendengar kata-katanya itu reflek
aku melotot padanya.
“Hahahaha, aku cuma bercanda Kyu.
aku tahu cintamu pada Hae Jin terlalu dalam, tidak ada yang bisa menghapusnya”
“Kau mau menemaniku main game
setelah ini?”
“Game? Untuk apa?”
“Aku ingin menghilangkan
kesedihanku”
“Game dimana?”
“Dimobilku, kau tahu kan mobilku
sudah aku modifikasi?”
“Ne, Hae Jin bercerita kalian sering
bermain game di mobil bersama-sama”
“Kau habiskan dulu makananmu” kataku
sambil mengambil sedikit ramyoennya dengan sumpitku.
“Ya! Kau! Itu punyaku!”
“Aku masih lapar Na Ri-ya”
“Pesan lagi saja” katanya sambil
memeluk erat mangkok ramyeonnya.
“Ani, nanti aku kekenyangan”
“Kau ini banyak maunya, tidak bisa
aku bayangkan Hae Jin bisa hidup denganmu” katanya dengan muka prihatin.
“Hahahaha. Ayo cepat aku sudah tidak
sabar ingin main game”
***
“Ya!! Aku menang!!” teriakku
keras-keras. Entah sudah yang keberapa kali aku menang dari Na Ri.
“Ne, Ne, Kau memang jagonya bermain
game. Tidak ada yang bisa mengalahkanmu.” Katanya dengan muka cemberut.
“Kau tau, Hae Jin juga selalu
mengatakan hal yang sama setiap kali kalah bermain game denganku” ucapku sambil
menerawang memandang langit malam dari jendela mobilku.
“Aku merindukan Hae Jin. Hae Jin
yang selalu perhatian padaku, sahabatnya”
“Aku lebih merindukannya darimu Na
Ri. Dia jiwaku, dia hidupku.”
“Aku mau pulang Kyu”
“Mwo? Aku sendirian lagi?”
“Ya! Kau lihat ini sudah jam berapa!
Sudah lewat tengah malam. Appaku bisa membunuhku kalau aku pulang pagi”
“Ne, ne, ne, pulanglah dan aku akan
kembali ke apartemenku dengan apa yang mereka sebut istriku”
“Kau hormatilah dia, bagaimanapun
juga dia sama-sama korban sepertimu. Dia pasti juga tidak menginginkanmu
sebagai suaminya”
“Tapi kenapa dia selalu baik
padaku?”
“Itu karena dia menghormatimu yang
bernasib sama dengannya. Sudah, aku pulang dulu” Katanya sambil menepuk bahuku
dan keluar dari mobilku.
“Besok ku jemput kau dirumah jam 10”
teriakku padanya
“Ne! Jaljjayo”
Aku kembali ke bangku kemudi
mobilku. Rasanya malas sekali aku harus kembali ke rumah, bertemu dengan yeoja
itu. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu perlahan membelah jalan di seoul.
Sesekali aku lirik bangku disebelah kemudi, lama sudah tak kulihat dia duduk
disana dan tertawa setiap kali aku menjailinya.
Waktu tempuh dari café menuju
apartemenku yang normalnya 15 menit berubah menjadi 1 jam. Aku memang sengaja
mengulur waktu agar aku bisa berlama-lama menikmati segala kenanganku dengan
Hae Jin di dalam mobil itu.
Kubuka pintu apartemenku yang
ternyata tidak dikunci. Kulihat televisi masih menyala menayangkan drama tengah
malam. Kulirik jam yang menggantung di dinding, jam 2 pagi. Kulihat juga sosok
Ae Jong yang tidur di atas sofa.
Dia menungguku sampai tertidur
disini? Kasian sekali dia. Sebenarnya aku merasa sedikit iba dengannya. Tapi
biarkan saja toh salah dia sendiri menungguku sampai tertidur disini. Aku tidak
di tunggu juga tidak apa-apa.
Aku langsung melangkah masuk ke
dalam kamar. Ku lihat koperku sudah rapi berada di atas lemari. Apa dia yang
merapikan koperku? Jangan-jangan dia melihat fotoku dan Hae Jin! Dengan
tergesa-gesa ku buka lemari dan ku acak-acak isi lemariku, tapi tidak ku
temukan fotoku dan Hae Jin. Jangan-jangan dia membuangnya! Lalu ku buka laci
dalam lemari itu. Aku ambil semua surat dan pasportku. Diantara
lembaran-lembaran surat itu aku temukan foto yang aku cari. Haaah lega rasanya.
Tapi kurang ajar sekali dia berani-beraninya menyentuh barang-barangku.
Kujatuhkan tubuhku ke ranjang, lalu
kupandangi foto itu.
“Jaljjayo Hae Jin, bogoshipoyo”
ucapku sambil mengecup kening Hae Jin di foto itu.
Kuletakan foto itu dibawah bantal,
dan akupun terlelap tidur.
***
Ae Jong’s
pov
Kubuka mataku dan kurasakan silaunya
cahaya matahari pagi. Jam berapa ini? Aku melirik jam di dinding, jam 8 pagi.
Apa Kyu tidak pulang semalam? Aku bangkit dari sofa dan melangkah ke kamar.
Kulihat sosok Kyu sedang tertidur lelap di atas ranjang. Ternyata dia pulang,
syukurlah kalau begitu. Lebih sekarang aku mandi dan membuatkannya sarapan.
***
Aku sibuk memotong sayur-sayuran dan
daging, aku akan membuatkannya bibimbap pagi ini. Aku berusaha memasak makanan
terbaik untuk Kyu, aku ingin menujukan padanya bahwa aku bisa menjadi istri
yang baik.
Saat aku sedang mengaduk nasi dan
sayuran di atas mangkuk, aku lihat Kyuhyun keluar dari kamar dengan pakaian
rapi, jaket tebal dan menggendong tas ranselnya. Mau kemana dia?
“Kau mau kemana Kyu?”
“Ada urusan” jawabnya ketus.
“Kenapa membawa ransel? Kau tidak
akan pulang”
“Ne”
“Kau mau kemana sampai harus menginap?”
Dia memandangku dengan pandangan
“jangan ikut campur”nya.
***
Kyuhyun’s
pov
Yeoja ini benar-benar cerewet
sekali. Selalu saja dia ingin tahu kemana aku mau pergi. Kesabaranku bisa habis
kalau dia terus begitu.
“Paling tidak kau sarapan dulu
sebelum pergi” katanya. Ku lihat di meja kecil di dapur sudah ada bibimbap yang
masih mengepulkan uap panas, dari wanginya pun kelihatannya enak. Kebetulan aku
memang lapar, jajamyun semalam tidak bisa membuatku kenyang.
Ani, apa yang aku pikirkan! Masa aku
harus memakan masakannya? Ani ani, lebih baik aku makan di bandara saja bersama
Na ri. Mengingat Na Ri, membuatku merasa mendengar sebuah suara.
Kau
hormatilah dia, bagaimanapun juga dia sama-sama korban sepertimu. Dia pasti
juga tidak menginginkanmu sebagai suaminya.
Haah. Ku hembuskan nafas kuat-kuat.
Baiklah Na Ri, karena ucapanmu itu aku akan memakan sarapan buatannya. Kataku
dalam hati.
Kupasang muka sebal sambil berjalan
mendekat ke dapur. Aku duduk di kursi kecil di depan semangkuk bibimbap hangat.
Ku ambil sendok dan mulai memakan bibimbap itu. Lumayan enak, walau masih kalah
enak dengan bibimbap buatan Hae Jin. Tapi paling tidak masih bisa dimakan.
Cepat- cepat ku habiskan bibimbap itu dan ku minum segelas susu yang dia
letakan disamping mangkok bibimbap.
“Gomawo sudah membuatkanku sarapan.
Kau tak usah menungguku pulang, aku tidak akan pulang dalam beberapa hari ini.
Jangan tanya kemana aku pergi, dan jangan bilang ke orang tuaku bahwa aku tidak
ada dirumah, arraseo!”
“Ara, kau hati-hati dijalan” katanya
dengan raut wajah sedih. Dia pikir dengan memasang tampang seperti itu aku bisa
suka padanya? Tidak akan!
Kusambar kunci hyundaiku diatas
buffet telepon rumah. Dengan terburu-buru aku turun ke lantai dasar dan segera
masuk ke mobil. Kupacu cepat mobilku menuju rumah Na Ri. Sekarang sudah jam 9,
dan aku harus sampai di bandara sebelum jam 10.
Semoga Na Ri tidak membuatku
menunggunya berdandan. Sekitar 500 meter dari rumah Na Ri, kulihat dia sudah
berdiri di pinggir jalan. Segera dia masuk ke mobil dan duduk di bangku
sebelahku.
“Kau tidak keberatankan aku duduk
disini?” tanyanya. Sepertinya dia tahu bahwa kursi itu adalah kursi special
untuk Hae Jin.
“Ani, mianhae aku terlambat,
syukurlah kau sudah menunggu di pinggir jalan, sehingga kita tidak membuang
waktu lagi.”
“Kenapa kau membawa ransel seperti
itu? Perjalanan dari Seoul ke Busan kan hanya membutuhkan waktu 1,5 jam.”
“Aku akan langsung pergi ke tempat
Hae Jin berada setelah sepupunya itu memberitahuku. Kau juga harus ikut”
“Mwo? Aku tidak membawa pakaian
ganti”
“Nanti aku belikan disana”
“Kau sudah gila Kyu”
“Aku gila karena cintaku pada Hae
Jin”
“Apa istrimu tahu kau pergi ke
Busan?”
“Ani, aku sudah mengancamnya untuk
tidak bertanya kemana aku pergi dan tidak member tahu orang tuaku.”
“Kau kejam”
“Menurutku tidak, itu wajar saja”
Ku lihat dia hanya menggelengkan
kepalanya sepertinya benar-benar menganggapku pria yang tidak punya perasaan.
***
Kulihat Na Ri tertidur di sebelahku.
Kutatap awan putih yang melayang-layang di sekitar sayap pesawat yang aku
tumpangi.
Seorang pramugari mendekatiku dan
menawarkan segelas kopi dan makanan kecil. Ku ambil segelas kopi dan sepotong
strawberry short cake.
Sebentar lagi aku bisa bertemu Hae
Jin. Aku benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk bisa memeluk tubuhnya dan
menium keningnya. Aku benar-benar merindukannya.
Kudengar suara pramugari yang
mengumumkan sebentar lagi kita akan mendarat di Busan, dan harap segera
menggunakan sabuk pengaman. Ingin ku bangunkan Na Ri, tapi aku tidak tega
melihatnya. Aku yang menyebabkannya pulang pagi dan kurang tidur. Jadi kupuskan
untuk memakaikannya sabuk pengaman saja.
Dia tidak bergerak sedikitpun, walau
aku sedang memakaikannya sabuk pengaman. Kubangunkan dia saat pesawat sudah
benar-benar mendarat.
“Na Ri-ya, bangunlah. Kita sudah
sampai” kataku sambil mengguncang tubuhnya.
“Hmm… apa? Aku masih mengantuk”
“Kita sudah sampai”
“Hah? Oh, mian mian, aku benar-benar
mengantuk” katanya sambil bangkit dari kursi dan mengambilkan ranselku di
bagasi diatas kepalanya.
Kami turun dari pesawat dan keluar
dari bandara. Di depan bandara Na Ri sebuah mobil hyunday putih sudah menunggu
kami.
“Kau menyewa mobil itu?” Kata Na Ri
padaku
“Ne, semalam aku menghubungi penyewaan
mobil di Busan. Kau masih hapal jalannya?” tanyaku pada Na Ri yang duduk
disebelahku.
“Kurasa masih. Aku pernah beberapa
kali diajak Hae Jin kesana. Tidak jauh dari sini, sekitar 15 menit”
Na Ri memberitahu supir mobil sewaan
itu kemana arah tujuan kami.
15 menit perjalanan terasa lama
bagiku yang sudah tidak sabar ingin tahu dimana Hae Jin berada.
“Ini rumahnya” ucap Na Ri.
Sebuah rumah mungil dengan halaman
kecil yang rapi. Kulihat sebuah sepeda beroda 4 tergeletak di halaman itu.
Na Ri mengetuk pintu rumah yang
berwarna coklat itu.
Seorang wanita muda, mungkin hanya
lebih tua 3 tahun dariku dan berwajah mirip dengan Hae Jin membukakan pintu.
“Na Ri?” katanya dengan wajah
bingung.
“Annyeonghaseo Eun Ju eonni.
Apa kabarmu?” ucap Na Ri sambil membungkukan badan.
“Baik, ayo masuk dulu, cuaca diluar
sangat buruk, sepertinya sebentar lagi hujan turun”
Kami masuk ke dalam ruang tamu yang
hangat dan sangat nyaman.
“Omma” tiba tiba seorang anak
laki-laki berumur 6 tahun mendekati Eun Ju.
“Annyeonghaseo Jun Su” sapa Na Ri
padanya.
“Na Ri nuna!” kata anak laki-laki
itu lalu memeluk Na Ri
“Kau masih ingat padaku?”
“Ne, tentu saja. 2 hari yang lalu
Hae Jin nuna juga menginap disini” katanya. Hatiku mencelos mendengar kata-kata
anak itu. Benar kata Na Ri kalau dia menginap disini dulu.
“Lalu dimana dia sekarang?” kataku
dengan nada sedikit keras.
Anak itu tampaknya kaget mendengar
aku bertanya dengan nada yang keras. Dia hanya memandangku denga wajah takut
lalu lari ke dalam rumah.
“Jun Su” panggil Na Ri
“Sebenarnya ada perlu apa kau kemari
Na ri? Dan siapa dia?” Tanya Eun Ju sambil memandangku.
“Hmm, eonni, aku kesini mencari Hae
Jin,. Dia.. hm.. dia.. “ Na Ri tampak ragu menyebutkan namaku.
“Kyuhyun, Cho Kyuhyun imnida”
Setelah mendengar namaku, raut wajah
Eun Ju langsung berubah. Wajahnya menyiratkan kebencian yang amat sangat
padaku.
“Mau apa kau kesini? Untuk apa kau
mencari Hae Jin? Belum cukupkah kau membuatnya sakit hati? Belum cukupkah kau
membuatnya menderita seperti sekarang ini?” katanya dengan penuh amarah padaku.
Sudah kuduga dia akan berkata
seperti itu.
“Itu semua bisa aku jelaskan nuna”
“Kau tahu, ingin rasanya aku
membunuhmu saat kulihat keadaan Hae Jin saat itu. Wajahnya sangat kurus, aku
yakin dia tidak makan seharian, matanya bengkak dan kantung mata hitam
menggantung disekitar matanya, dia pasti menangis semalaman dan tidak tidur.
Apa kau merasakan penderitaan yang sama dengannya? Ani, kau pasti tidak
merasakan itu, kau mendapatkan istri yang cantik juga baik kau pasti
berbahagia. Tega sekali kau berbahagia di atas tangisan Hae Jin”
“Aku tidak bahagia nuna! Aku
merasakan hal yang sama dengan Hae Jin. Kalau aku bahagia, aku tidak akan
mencarinya sampai kesini. Sekarang tolong beritahu kami dimana Hae Jin berada.”
“Kau pikir aku akan memberitahumu?
Kau pikir aku akan rela adikku yang paling aku sayangi itu kau sakiti lagi?
Tidak Tuan Cho yang terhormat, kau salah datang ke tempat ini. Sekarang lebih
baik kau keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi! Dan kau Na Ri,
bawa dia pergi dari hadapanku, dan kalau kau kembali lagi kesini, jangan pernah
sekalipun bersamanya. Aku masih menghargaimu sebagai sahabat Hae Jin yang
khawatir akan keadaannya.”
“Aku mohon nuna, beritahu aku dimana
Hae Jin berada.”
“Ani! Keluar kau dari sini! Keluar!”
bentak Eun Ju sambil menggeret tanganku. Aku tak kuasa untuk melawannya.
Sebenarnya tenagaku jauh lebih besar, namun jika aku memberontak aku takut akan
melukainya.
Blaam. Dia banting pintu tepat didepan
mukaku dan Na Ri
“Nuna! Tolong beritahu aku dimana
dia. Nuna! Aku mohon!” teriakku sambil menggetuk lagi pintunya.
“Sampai kapanpun aku takan pernah
memberitahumu.” Teriak Eun Ju dari dalam rumah.
“Kalau begitu aku akan terus
berlutut disini, sampai kau mau memberitahukan padaku” kataku sambil berlutut
tepat ditengah halaman rumahnya.
“Ya! Berlututlah kau disitu sampai
mati!” teriaknya.
“Kyuhyun-ah, sudahlah, ayo kita
pulang” kata Na Ri sambil memegang kedua bahuku dan membantuku berdiri.
“Kau masuk ke mobil!” kataku sambil
menepis tangannya
“Sebentar lagi hujan Kyu, nanti kau
sakit”
“Kubilang masuk ke mobil!” bentakku
Kudengar langkah kakinya menjauh dan
suara pintu mobil yang ditutup dengan keras. Sepertinya dia marah aku membentaknya
tadi.
Kurasakan tetesan air mulai
membasahi tubuhku. Hujan turun dengan derasnya. Udara dingin mulai membuat
badanku menggigil, tapi aku harus kuat, aku harus berjuang, rasa dinginku ini
belum seberapa dengan rasa dingin dan sakit hati yang Hae Jin alami.
“Kyu. masuklah ke mobil! Kau bisa
sakit!” teriak Na Ri padaku dari dalam mobil.
Aku tetap tak bergeming. Kurasakan
hembusan nafasku semakin panas.
Tiba-tiba kulihat pintu rumah Eun Ju
terbuka. Jun Su kecil keluar dan melambaikan tangannya padaku memintaku
mendekat. Aku bangkit dan mendekatinya. Lalu berjongkok tepat dihadapan Jun Su,
sehingga tinggi kami setara.
“Ada apa Jun Su, ada yang ingin kau
katakana pada Oppa?”
Dia tidak menjawab hanya memberikan
sebuah kertas yang sudah dilipat lalu memelukku.
“Jangan berisik, Omma sedang tidur”
bisiknya tepat ditelingaku.
Dia lepaskan pelukannya padaku dan
berlari masuk ke dalam rumah. Pintu rumahnya dia tutup dengan sangat hati-hati.
“Ada apa Kyu?” Tanya Na Ri yang
sudah berada di belakangku.
“Jun Su memberiku surat ini”
Kubuka kertas yang sudah
dilipat-lipat menjadi kecil itu dengan hati-hati. Tanganku yang basah bisa
merusaknya. Pada kertas itu tertulis 3 baris kalimat dengan tulisan tangan khas
anak kecil yang tidak rapi.
Hae Jin nuna
ada di Paris. Menilmontant no 203.
Suatu saat
aku pasti akan kesana.
Oppa
tolong bawa pulang Hae Jin nuna, aku merindukannya.
“Dia ada di Paris. Ayo kita kesana”
“Ani, lebih baik sekarang kau
istirahat dulu. Besok baru kita berangkat ke paris”
“Tapi aku sudah tidak sabar ingin
bertemu Hae Jin”
“Kau basah kuyup Kyu. Sekali ini
saja aku mohon dengarkan kata-kataku” kata Na Ri sambil memandangku dengan
galak.
“Ne, aku turuti perintahmu. Sekarang
kita ke hotel”
***
“Penerbangan dari Korea menuju
Perancis dengan maskapai Air France, akan Take Off pada pukul 08.00. untuk para
penumpang harap segera bersiap”
Kudengar pengumuman menggema di
seluruh sudut ruang tunggu bandara. Pagi ini aku bersiap untuk terbang ke
Perancis bersama Na Ri. Semalam aku belikan dia beberapa potong baju untuk
bekal ke Perancis.
“Aku pasti sudah gila mau menemanimu
mencari jejak Hae Jin!! Kalau tidak karena aku merindukan Hae Jin, aku pasti
sudah menolaknya mentah-mentah” Kata Na Ri, dengan muka cemberut.
“Hahahaha. Nanti akan aku berikan
semua yang kau mau.”
“Chongmal? Kebetulan aku sedang
ingin beli Ipad Apple terbaru”
“Ya! Kau mau merampokku?” kataku
sambil melotot padanya.
“Kau kan anak orang kaya, pasti
tidak masalah kan buatmu?”
“Dasar!”
Tiba-tiba ponselku berbunyi nyaring,
menandakan ada telepon masuk. Kulihat di layar, tertera nama Ae Jong. Cih! Buat
apa dia meneleponku sepagi ini. Kubiarkan saja telepon itu terus berdering.
“Kenapa tidak kau angkat?”
“Malas”
“Ae Jong?”
“He eh” kataku sambil menunduk dan
menggoyang-goyangkan kakiku ke lantai.
“Angkat saja, mungkin penting”
Aku menggeleng “Dia hanya akan
bertanya apa aku sudah makan? Apa aku baik-baik saja? Aku sedang apa? Aku
dimana?”
“Hahahahaha,dia istri yang baik dan
penuh perhatian”
“Tapi membuatku muak”
“Karena kau dari awal tidak
menyukainya. Aku rasa dia tidak hanya akan menanyakan keadaanmu, aku rasa itu
penting, dia tidak berhenti menghubungimu. Angkat saja”
“Ani”
“Kyu, siapa tahu itu penting.”
Karena ucapannya itu aku angkat
teleponnya.
“Ada apa?” kataku dengan ketus
“Kau dimana” kata Ae Jong dari
seberang telepon.
Aku memandang Na Ri dengan pandangan
“betul-kan-kataku”. Dia hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tidak bersalah.
“Tak perlu kau tau aku dimana”
“Kau bisa pulang sekarang?”
“Ada apa lagi? Bukankah kemarin pagi
sudah aku katakan jangan pernah ikut campur urusanku!!”
“Omma masuk rumah sakit”
“Siapa?”
“Ommamu! Nyonya Cho! Dia masuk rumah
sakit”
“Mwo? Wae? Bagaimana keadaannya?”
“Dia terserempet mobil di tempat
parker sewaktu berbelanja di supermarket. Dia harus menjalani operasi tulang
punggung. Kau harus pulang sekarang Kyu”
Aku tertegun mendengar kata-katanya.
“Ayo kita pulang, Ommamu lebih
membutuhkanmu daripada Hae Jin, aku yakin dia baik-baik saja di Perancis” kata
Na Ri yang ternyata dari tadi menguping pembicaraanku dengan Ae Jong.
Aku segera bangkit dari ruang tunggu
dan membeli tiket pesawat menuju Seoul. Semoga keputusan yang aku ambil benar.
Tunggu aku sebentar lagi Hae Jin, aku pasti akan menjemputmu.
***
“Kyuhyun, jangan tinggalkan omma,
tetaplah disebelah omma” kata omma dengan suara parau, berbagai alat bantu
tertempel di tubuhnya membantunya bertahan hidup.
“Ne Omma, aku akan tetap disini”
Omma tampak pucat dan lemah, operasi
tulang punggungnya dibatalkan, karena tekanan darah omma yang sangat tinggi,
membuat dokter tidak berani mengambil tindakan.
“Omma mau kamu membahagiakan Ae
Jong, lupakanlah dia Kyu, Omma mohon.”
Kuhembuskan nafas berat. Aku takut
kalau aku berjanji aku tidak akan bisa menepatinya.
“Omma mohon Kyu”
“Ne Omma, aku berjanji”
“Omma ingin segera menimang cucu,
anakmu dan Ae Jong.”
“Itu perlu waktu omma.”
“Ne omma tahu. Omma hanya takut
waktu omma sudah tidak banyak lagi”
“Omma jangan berbicara seperti itu”
“Melihat kau bahagia bersama Ae Jong
saja omma sudah senang”
Kalau kau ingin melihatku bahagia,
harusnya kau menikahkanku dengan Hae Jin omma. Kataku dalam hati.
“Omma mengantuk Kyu, Omma mau tidur,
peganglah tangan omma” kata omma, kugenggam tangan omma yang terasa dingin.
***
Aku berdiri di tepi sungai sambil
memegang guci abu omma. Setelah koma selama 3 bulan dan menjalani operasi
tulang punggung, omma meninggalkan kami semua.
Dengan penuh kesedihan aku tuang abu
omma ke dalam sungai suci ini. semoga kau tenang di alam sana omma.
***
Satu minggu setelah omma meninggal,
aku kembali menghubungi Na Ri dan mengajaknya kembali untuk berpetualang ke
Prancis.
“Mianhae Kyu, aku tidak bisa
menemanimu, aku benar-benar sedang sibuk sekarang. Bukannya aku tidak mau
menolongmu atau mengacuhkan Hae Jin, tapi aku benar-benar tidak bisa
meninggalkan pekerjaanku”
“Kalau begitu ipadnya batal” kataku
mengancamnya.
“Kau mau mencoba mengancamku ya?”
katanya di seberang telepon
“Hahahaha. Sedikit “
“Tapi sayangnya aku benar-benar
tidak bisa meninggalkan pekerjaanku itu. Aku bantu doa saja ya. Mianhae
Kyuhyun-ah”
“Hmm.. Besok pagi aku berangkat”
“Ne, hati-hati dijalan” katanya lalu
mematikan teleponnya.
Aku harus berpetualang sendiri kali
ini.
***
“Kau mau pergi lagi Kyu” Tanya Ae
Jong padaku.
“Ne”
“Kemana? Omma baru seminggu yang
lalu meninggal”
Aku tidak menjawabnya. Setelah
kematian Omma aku kembali ke rumah Appa dan Omma, namun kemarin Appa meminta
kami untuk kembali ke apartemen kami. Dan hari ini aku memutuskan untuk
berangkat ke Perancis.
Aku keluar dari apartemen dengan
sedikit membanting pintu. Aku masih kesal dengan sifatnya yang selalu mau turut
campur.
***
Setelah 10 jam duduk di pesawat,
akhirnya sampailah aku di bandara Charles de Gaulle. Aku putuskan untuk check
in ke salah satu hotel terdekat, karena jam di bandara menunjukan pukul 2 dini
hari.
Sesampainya di kamar hotel, aku
kembali menghubungi Na Ri.
“Yeoboseo Na Ri-ya”
“Yeoboseo”
“Aku sudah sampai di Paris”
“Baguslah kalau begitu. Kau sudah
memberitahu istrimu?”
“Ani”
“Wae?”
“Untuk apa aku memberitahunya?”
“Dia istrimu Kyu! Astaga! Kau ini
benar-benar laki-laki yang tidak punya perasaan ya”
“Aku punya perasaan untuk Hae Jin”
“Terserah apa katamu. Jadi kau sudah
bertemu Hae jin?”
“Belum.”
“Kenapa begitu? Dia tidak ada
dirumah?”
“Aku belum kerumahnya. Kau tau jam
berapa sekarang disini? Jam 2 pagi! Apa pantas aku bertamu ke rumah orang
pagi-pagi buta?” kataku dengan nada kesal.
“Ooh. Kalau begitu kau tidurlah
dulu. Untuk apa menghubungiku?”
“Kau tidak ingin mengetahui
perkembangan petualanganku mencari sahabatmu itu?”
“Anya, aku pikir kau menghubungiku
saat benar-benar telah bertemu denganya”
“Yasudah kalau begitu aku tidur
saja. Jaljjayo “
Aku matikan ponselku dengan kesal
dan langsung terlelap tidur.
***
“Annyeonghaseo” sapaku pada seorang
ahjuma yang membukakan pintu. Sekarang aku berdiri di depan pintu rumah Hae
Jin. Setelah menaiki kereta satu kali dari stasiun di dekat hotelku diteruskan
dengan berjalan sekitar 500 meter dari stasiun di daerah Menilmontant,
sampailah aku disini.
“Annyeonghaseo, anda mencari siapa?”
“Saya mencari Hae Jin, saya temannya
dari Korea.”
“Ah, mari silahkan masuk, silahkan
duduk” aku duduk di sofa berwarna coklat yang hangat. Ruangan ini semakin
hangat dengan adanya tungku pemanas khas rumah-rumah eropa pada umumnya.
“Kau teman kuliah atau kerja Hae
jin?” Tanyanya dengan pandangan menyelidik.
“Jo neun, Cho kyuhyun imnida”
Mendengar namaku wajahnya berubah
menjadi dingin. Aku sudah siap mendengar semua cacian dan makiannya untukku.
Dia menghela nafas berat “Jadi kau
yang bernama Cho Kyuhyun? Kau masih mencari Hae Jin? Apa kau masih mencintainya?”
Aku benar-benar heran dengan
reaksinya. Tidak marah? Tidak ada makian? Wae? Apa dia akan langsung
melaporkanku ke polisi? Bayangan mengerikan sudah tergantung di depan mataku.
“Ne, Ahjumma. Saya masih sangat
mencintainya, makanya saya mencarinya sampai kemari”
“Hae jin sudah menceritakan semuanya
padaku. Dan aku bisa mengerti keadaanmu.”
Kuhembuskan nafas lega mendengar
kata-katanya. “Gamsahamnida sudah mau mengerti posisi saya”
“Apa istrimu tahu kau disini?”
katanya dengan nada yang makin lembut.
Aku menggeleng.
“Orang tuamu?”
“Satu minggu yang lalu Omma baru
saja meninggal”
“Aku turut berduka cita”
“Ne, gamsahamnida. Apa Hae jin ada
dirumah?”
“Sayangnya kau terlambat Kyuhyun.
Satu minggu yang lalu Hae Jin pergi. Dia bilang dia ingin berlibur untuk
menghilangkan semua kenangannya tentangmu. Sayangnya aku tidak tahu kemana dia
pergi. Semua barangnya masih disini. Dia hanya membawa koper kecil, mungkin dia
pergi untuk satu sampai 2 bulan. Kau pasti tahu kebiasaanya, saat dia marah,
kecewa, sedih dia memilih untuk berlibur dan pergi sendiri.”
Mendengar kata-katanya aku kembali
teringat saat kami bertengkar dan dia memilih pergi dari apartemennya dan pergi
ke Jepang. Aku sampai kebingungan membujuknya pulang.
“Sebaiknya sekarang kau pulang ke
rumah. Kalau aku mendapatkan kabar dia ada dimana, aku berjanji akan
memberitahumu” katanya sambil membelai kepalaku. “Percayalah pada takdir, kalau
kalian memang berjodoh, kalian pasti akan bertemu kembali.
“Ne, gamsahamnida sudah membantu
saya”
“Aku akan sangat senang memiliki
menantu sepertimu. Kau sangat mencintai Hae Jin, aku jadi tenang jika
melepasnya untukmu”
“Saya mohon doanya saja” kataku
padanya.
***
Hari ini aku kembali ke Korea, dan
langsung bertemu dengan Na Ri di café tempat kami bertemu dulu.
“Kau terlambat lagi?” katanya
padaku. Aku hanya mengangguk lemah.
“Ya Tuhan!! Takdir benar-benar
mempermainkan kalian berdua. Aku benci kejadian seperti ini!”
“hm..” gumamku sambil memakan
bibimbap pesananku.
“Ibunya bilang dia mau membantumu
mencarinya?”
“Hm”
“Baik sekali dia padamu. Tapi dia
memang baik. Sekarang aku tahu darimana Hae Jin mendapatkan sifatnya itu.
Dimana Hae Jin berada sekarang ya? Enak sekali dia bisa berlibur ke berbagai
negara tanpa mengkhawatirkan uang saku” Ceracaunya. Aku hanya diam mendengarkan
dan melahap mangkuk ke dua bibimbapku.
“Ya! Kenapa kau diam saja?”
bentaknya.
“Aku lapar!”
“Sudah berapa mangkuk bibimbap kau
makan?”
Tidak ku jawab pertanyaannya. Aku
hanya mengacungkan 2 jariku, karena mulutku penuh dengan bibimbap.
“2? Dan kau belum kenyang?”
Aku menggelang.
“Astaga! Kau itu kalau makan
seberapa banyak?”
“Kau tahu sendiri, dari kemarin aku
hanya makan mie cup disana. Dan mie cup di perancis tidak seenak disini. Sudah
kau diam saja aku lapar. Mengertilah sedikit.”
Dia hanya memandangku dengan
pandangan aneh. Aku jadi ingin tertawa melihatnya.
***
Sudah 9 bulan sejak aku pergi ke
Perancis, dan selama itu sudah berkali-kali Ibu Hae Jin memberitahuku dimana
Hae Jin berada setiap Hae Jin menghubunginya, dan selalu saja aku terlambat
menemuinya. Na Ri terus saja memarahiku setiap kali tahu aku gagal menemui Hae
Jin, dia selalu mengataiku pabo, karena mau dipermainkan oleh takdir.
Ae jong selalu menatapku dengan sedih
setiap kali aku pergi membawa ransel dan pulang beberapa hari kemudian. Aku
masih tidak tidur satu ranjang dengannya. Aku masih pulang tengah malam disaat
dia sudah tidur. Aku pun masih tidak banyak berbicara dengannya. Bahkan saat
kemarin dia menyiapkan cake dan makan malam untuk merayakan ulang tahun
pernikahan kita yang pertama. Aku sengaja pulang jam 3 pagi, tentu saja dia
sudah tidur di sofa dengan cake tergeletak di atas meja. Lilinnya sudah meleleh
semuanya di atas cake itu. Dia pikir aku mau merayakannya. Tidak akan pernah!
***
Ponselku berbunyi nyaring sekali.
Membuatku terbangun. Kulirik jam di atas meja disebelahku. Pukul 4 pagi.
Brengsek! Siapa pabo yang meneleponku pagi-pagi buta begini?
“Yeoboseo” kataku dengan suara
serak.
“Kyu! cepat kemari! Ada Hae Jin!”
suara nyaring Na Ri membuatku benar-benar bangun dari tidurku.
“Mwo? Apa maksudmu?”
“Cepat ke bandara Incheon! Aku
bertemu dengan Hae Jin disini! Cepatlah!”
“Tunggu! Kau tahan dia disitu, ajak
ngobrol atau apalah. Aku segera kesana! Araseo!”
“Ara!”
Aku segera melompat dari ranjang,
dan menyambar jaketku. Dengan terburu-buru aku turun ke lantai dasar dan masuk
ke dalam mobil.
Kupacu kencang Hyundayku. Pikiranku
kosong sekarang, yang ada dibenakku hanya bisa segera bertemu dengan Hae Jin.
Hingga aku tidak sadar ada sebuah sinar yang sangat terang dan menyilaukan
mataku datang mendekat.
***
Ae Jong’s
pov
Kemana Kyuhyun? Kenapa tadi dia
tampak terburu-buru pergi di pagi buta seperti itu? Kenapa perasaanku tidak
enak. Ya Tuhan semoga dia baik-baik saja.
Ponselku berbunyi nyaring sekali
dari bawah bantal sofa. Ternyata aku meninggalkannya disana. Pantas dari tadi
aku cari tidak ada.
“Yeoboseo”
“Yeoboseo, apakah ini Nyonya Yoo Ae
Jong, istri dari tuan Cho Kyuhyun?”
“Ne, maaf dengan siapa saya
berbicara?”
“Kami dari Wooridul Spine Hospital”
Hatiku mencelos saat kudengar bahwa
sebuah rumah sakit menghubungiku. Ada apa dengan Kyuhyun?
Aku lebih syok saat kudengar ucapan
mereka selanjutnya. Badanku lemas. Ponselku jatuh kelantai bersamaan dengan
tubuhku. Lututku seakan tak mampu lagi menopang tubuhku.
Kyuhyun, Kyuhyun,Kyuhun, hanya
kata-kata itu yang terlintas di pikiranku dan terlontar dari bibirku.
---TBC---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar