LOVE
IS DESTINY (PART 3)
Type
: Multi-chapter
Author
: Istrinya Kyuhyun
Main
Cast : Cho Kyuhyun, Hong Hae Jin, Yoo Ae
Jong
Supporting Cast : Nari, Tuan Cho
Rating
: All Ages
Theme
: Romance
Review last chapter
Ponselku berbunyi nyaring sekali
dari bawah bantal sofa. Ternyata aku meninggalkannya disana. Pantas dari tadi
aku cari tidak ada.
“Yeoboseo”
“Yeoboseo, apakah ini Nyonya Yoo Ae
Jong, istri dari tuan Cho Kyuhyun?”
“Ne, maaf dengan siapa saya
berbicara?”
“Kami dari Wooridul Spine Hospital”
Hatiku mencelos saat kudengar bahwa
sebuah rumah sakit menghubungiku. Ada apa dengan Kyuhyun?
Aku lebih syok saat kudengar ucapan
mereka selanjutnya. Badanku lemas. Ponselku jatuh kelantai bersamaan dengan
tubuhku. Lututku seakan tak mampu lagi menopang tubuhku.
Kyuhyun, Kyuhyun,Kyuhun, hanya
kata-kata itu yang terlintas di pikiranku dan terlontar dari bibirku.
***
Ae Jong’s
pov
Aku berlari di sepanjang lorong
rumah sakit mencari ruang UGD. Seorang perawat menunjukan padaku dimana ruang
UGD.
“Saya Yoo Ae Jong, istri dari Cho
Kyuhyun, dimana dia sekarang?” tanyaku pada perawat di meja resepsionis.
“Tuan Cho ada di bilik no 3”
katanya.
Aku langsung masuk ke dalam bilik. 2
orang dokter tampak sedang menjahit luka-luka di badan Kyu, para perawat sibuk
membuang kapas dan perban yang telah berlumuran darah. Kulihat darah segar
masih mengucur dari kepala Kyu, wajahnya pucat dan penuh memar. Kakinya tampak
digantung dan bergips. Aku hanya bisa terpaku melihat keadaanya, air mata
meleleh di pipiku.
“Denyut jantungnya melemah dokter”
Kata seorang perawat sambil menunjuk monitor detak jantung.
“Tambah kadar oksigennya. Sepertinya
dia kekurangan darah. Cari keluarganya” Kata dokter itu.
“Saya keluarganya” kataku.
Seorang dokter menghampiriku dan
mengajakku menjauh dari ranjang tempat Kyu berada.
“Anda keluarganya?” Tanya dokter
itu.
“Saya istrinya. Bagaimana
keadaannya?”
“Tidak baik. Lukanya sangat parah.
Kakinya patah dan dia kehilangan banyak darah. Apa ada anggota keluarga yang
bisa mendonorkan darahnya? Golongan darahnya A”
“Kebetulan saya bergolongan darah A,
anda bisa mengambil darah saya dokter.”
“Baik, kalau begitu perawat akan
membantu anda”
Seorang perawat mendekatiku dan
mengajakku ke laboratorium. Dia segera menyiapkan peralatan donor darah. Saat
aku sedang berbaring untuk mendonorkan darahku seorang perawat lain
mendekatiku.
“Nyonya, ini barang-barang tuan Cho
yang ditemukan di dekat tubuhnya saat kecelakaan itu terjadi.”
Perawat itu menyerahkan ponsel dan
dompet Kyu padaku. Ponselnya tidak rusak dan masih bisa digunakan. Dengan satu
tangan aku buka daftar panggilaan terakhir di ponsel itu. Tertera nama Na Ri
disana. Siapa Na Ri? Aku putuskan untuk menghubungi nomor dengan nama Na Ri
itu.
“Ya! Kau! Kenapa lama sekali? Aku
sudah tidak bisa mencegahnya pergi lagi. Dia sudah terbang ke Jepang” Ucap
seorang wanita dari seberang telepon.
“Yeoboseo” Kataku.
“Eh? Yeoboseo. Ini bukan Kyuhyun
ternyata.” Katanya.
“Saya Yoo Ae Jong, istrinya.”
“Mianhae, bukan maksud saya..”
“Siapa kamu?” kataku
“Saya teman Kyuhyun. Bisa saya
bicara dengan Kyuhyun sebentar?”
“Tidak bisa, dia tidak bisa bicara”
“Eh? Wae?”
“Dia mengalami kecelakan dan
sekarang ada dirumah sakit”
“Mwo!! Bagaimana keadaannya?”
“Buruk”
“Kalau begitu aku segera kesana”
katanya
“Tunggu..”
Tut tut tut, sebelum aku selesai
berbicara dia sudah menutup teleponnya
***.
Setelah perawat selesai mengambil
darahku, aku kembali berjalan ke ruang UGD. Kulihat dokter sudah tidak
mengelilingi Kyu lagi.
“Kau yang bernama Ae Jong?” seoarang
yeoja berambut pendek berdiri di hadapanku.
“Ne. “
“Na Ri imnida. Bagaimana keadaan
Kyu?”
Aku tidak menjawab, hanya menunjuk
tubuh Kyu yang terbaring di ranjang dengan berbagai alat bantu tertempel di
tubuhnya.
“Ini salahku. Harusnya aku tidak
menyuruhnya datang” Katanya denga mata berkaca-kaca. Siapa dia sebenarnya,
mungkinkah Kyu berselingkuh dengannya? Apa dia Yeoja yang selama ini Kyu
cintai?
“Apa maksudmu? Datang kemana? Dan
siapa kau sebenarnya? Siapa orang yang kau maksud sudah pergi di telepon tadi”
Dia tidak menjawab, hanya menundukan
kepalanya.
“Keadaannya sudah stabil nyonya.
Donor darah dari nyonya sudah menyelamatkan nyawa tuan Cho. Dia akan segera di
pindahkan ke ruang rawat” Kata dokter yang keluar dari ruang UGD padaku.
“Kau mendonorkan darahmu padanya?”
Tanya Na Ri
“Kebetulan golongan darah kami sama”
Pintu UGD kembali terbuka, kulihat
beberapa perawat laki-laki mendorong ranajang tempat Kyu terbaring. Aku dan Na
Ri mengikuti dalam diam.
Setelah perawat keluar dari ruang
rawat, aku dekati tubuh Kyu, dan kugenggam tangannya, kubelai kepalanya yang
penuh luka.
“Tolong kau ceritakan kepadaku Na
Ri-ssi, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Kyu bisa pagi-pagi buta pergi
menemuimu?”
“Mianhae,tidak ada yang bisa aku
ceritakan”
Mendengar kata-katanya, seketika
emosiku meningkat.
“Kau lihat dia, kau lihat Kyuhyun!
Dia hampir mati gara-gara kau memintanya menemuinya. Sekarang aku mohon katakan
padaku apa yang sebenarnya terjadi!”
“Tidak ada sangkut pautnya denganmu,
dan bukan urusanmu” ucapnya sambil memandangku dengan berani.
“Aku istrinya, istri sahnya!”
teriakku padanya.
“Kau hanya istri sementaranya,
posisimu sebentar lagi akan diganti oleh orang lain, yang memang sudah
ditakdirkan untuk Kyu.”
“Kau berselingkuh dengan Kyu?”
“Aku? Hahahaha. Ani, Kyu tidak
memiliki perasaan apapun padaku, begitu pula aku, tapi kami memiliki orang sama
yang sangat berarti di kehidupan kami. Dan karena kau, dia menghilang. Tak
sadarkah kau, bahwa kau muncul di tengah-tengah dua orang yang saling mencintai.”
Kata-katanya membuat hatiku sakit.
Aku ingin sekali menamparnya. Tapi sebelum tanganku sampai di mukanya. Aku
mendengar suara rintihan Kyu.
“Hae Jin, Hae Jin”
“Kyu, kau sudah sadar?” kataku
sambil mendekatinya dan menggenggam tangannya. Hae Jin? Siapa dia?
Kulihat mata Kyu sedikit bergerak
lalu pelan-pelan terbuka.
“Kyu kau bisa melihatku? Kau bisa
mendengar suaraku?”
“Kau? Kenapa kau ada disini? Dimana
aku?” tanyanya.
“Kau kecelakaan Kyu, sekarang kau
ada dirumah sakit”
“Aku kecelakaan? Aku.. aku harus ke
incheon, aku harus menemuinya” katanya dengan panik dan berusaha untuk bangun.
“Tidak Kyu, kau harus istirahat”
kata Na Ri yang sudah mendekati kami.
“Na Ri? Kenapa kau ada disini?
Bagaimana dengan..” Ucapan Kyu terhenti saat Kyu menatapku.
“Kau keluarlah, tinggalkan aku dan
Na Ri disini” ucapnya.
“Ani, kau harus istirahat” Kataku
ngotot.
“Aku bilang keluar! Keluar
sekarang!” bentaknya.
Sebenarnya ada apa dengan mereka
berdua? Dengan hati bertanya-tanya aku keluar dari kamar rawat Kyu.
***
Kyuhyun’s
pov
“Dimana Hae Jin?” tanyaku pada Na Ri
“Dia sudah pergi ke Jepang”
“Aku harus menyusulnya” kataku
sambil mencoba bangkit, tapi sakit di kaki dan tulang rusukku menjadi semakin
hebat.
“Aww, ah” rintihku.
“Kau jangan banyak bergerak dulu.
Kakimu patah”
“Kakiku patah?”
“Ne”
“Aku tidak bisa berjalan lagi?”
“Ani, kau masih bisa berjalan, tapi
harus menjalani perawatan sekitar 2 bulan”
“Itu terlalu lama. Aku tidak bisa
menunggu selama itu untuk bisa bertemu Hae Jin”
“Ya! Kau! Lupakan saja dia, lupakan
saja Hae Jin!”
“Mwo? Wae? Bukankah kemarin kamu
sangat mendukungku untuk mencari Hae Jin, kenapa sekarang berubah?” Aku
benar-benar heran dengan perubahan sikapnya itu.
“Setelah melihat keadaanmu sekarang,
setelah melihat pengorbanan Ae Jong, aku rasa kita telah melakukan kesalahan,
aku, kamu dan Hae Jin”
“Kenapa kau menyalahkan Hae Jin? Dia
sama sekali tidak bersalah!”
“Ne, dia bersalah! Seandainya dia
tidak terlalu kekanak-kanakan dan pergi menghindarimu, keadaannya pasti tidak
seperti ini!” teriaknya penuh emosi padaku.
“Dia tidak bersalah! Akulah yang
bersalah! Aku yang mengkhianatinya dengan menikahi Ae Jong!”
“Kau dengarkan aku Cho Kyuhyun!
Camkan ini baik-baik di ingatan dan hatimu! Kalau bukan karena darah sumbangan
dari Ae Jong, mungkin kau sudah berada di akhirat sekarang, dan tidak akan
pernah bisa bertemu Hae Jin lagi. Darahmu dan darah Ae Jong sudah bersatu
sekarang. Jadi aku mohon padamu, lupakan Hae Jin! Berbalas budilah pada Ae
Jong.” Ucapnya sambil menatap kedua mataku lekat-lekat.
Mendengar ucapannya rasanya sama
seperti tersambar petir. Ae Jong mendonorkan darahnya untukku? Jadi sekantong
darah yang tregantung di tiang infus itu darah Ae Jong? Darah yang sedang
mengalir ke tubuhku ini darah Ae Jong?
“Kenapa dia lakukan itu?” tanyaku
dengan raut wajah yang shock.
“Karena dia mencintaimu, dia sudah
jatuh cinta padamu.”
“Bagaimana bisa dia jatuh cinta
padaku? Aku selalu bersikap buruk padanya.”
“Itulah takdir, cinta adalah takdir.
Kita tidak akan pernah tau kapan cinta itu datang, dan kapan cinta itu harus
berakhir. Aku mohon pertimbangkan lagi semua yang sudah aku ucapkan padamu. Hae
Jin sudah bukan jodohmu lagi” ucapnya sambil berjalan menuju pintu dan keluar.
Aku hanya bisa tertegun mendengar
kata-katanya. Apa benar Ae Jong sudah jatuh cinta padaku? Tapi aku masih sangat
mencintai Hae Jin, aku masih belum bisa melupakannya. Ottokhe.
***
Setelah seminggu di rawat di rumah
sakit, dokter mengijinkanku pulang. Gips di kakiku belum dibuka, sehingga
dengan terpaksa aku bergantung pada kursi roda.
Ae Jong mendorong kursi rodaku
keluar dari rumah sakit. Di lobby rumah sakit Appa sudah menunggu dengan
supirnya. Dengan dibantu Appa dan supirnya aku masuk ke dalam mobil. Aku benci
harus bergantung kepada orang lain seperti ini.
Aku tidak pernah lagi berhubungan
denagn Na Ri. Mungkin lebih tepatnya dia tidak mau menjawab teleponku.
Ae Jong duduk di kursi di sebelahku,
dan menawariku minuman. Aku hanya menggeleng. Dia lalu menawariku makan, sejak
pagi memang aku belum makan apa-apa. Makanan rumah sakit sungguh membuatku
muak. Aku pun hanya menggeleng. Aku masih bingung, bagaimana sikapku yang
seharusnya kepadanya. Di satu sisi aku masih belum bisa menerimanya menjad
istriku, disisi lain aku merasa berhutang budi padanya, sama seperti yang
diakatakan Na Ri tempo hari.
Ae Jong masih terus memaksaku untuk
makan. Aku tidak bisa membentaknya di depan Appa. Aku hanya bisa melotot
padanya, memandannya dengan pandangan “Jangan paksa aku”.
Selama aku masih dalam masa
perawatan, appa memintaku tinggal dengannya. Aku sadar sebenarnya dia merasa
kesepian. Setelah Omma meninggal praktis dia hanya tinggal dengan pengurus
rumah tangga dan supirnya.
***
Aku benci dengan keadaanku sekarang.
Aku tidak bisa bebas bergerak kesana kemari. Bahkan saat aku ingin minm aku
harus minta tolong. Aku lebih sering minta tolong kepada pengurus rumah
tanggaku daripada kepada Ae Jong. Aku masih terlalu gengsi padanya. Walau aku
sadar sikapku kini sedikit berubah padanya. Aku tidak mudah membentaknya lagi.
Bagaimanapun juga dia sudah menyelamatkan nyawaku.
***
Ae Jong’s
pov
Praang! Kudengar suara pecahan kaca
dari arah dapur. Aku segera berlari kesana. Kulihat pembantuku sedang memunguti
pecahan gelas di dekat kursi roda Kyu.
“Ada apa ini?” tanyaku.
“Aku memecahkan gelas. Aku berusaha
untuk mengambilnya, tapi ternyata tidak bisa”
“Kenapa kau tidak minta tolong
padaku saja?”
Dia tidak menjawab, namun segera
memutar roda kursi rodanya, dan menjauhiku. Aku mengejarnya dan menghadangnya
dari depan.
“Kenapa kau seperti ini? Apa
susahnya minta tolong padaku? Aku istrimu kyu, sudah seharusnya kau minta
tolong padaku, dan aku akan melayanimu”
“Kau bukan istriku” ucapnya pendek
tanpa memandangku sedikitpun.
“Kau masih belum menerimaku?”
“Aku tau kau sudah menolongku,
hajiman, mianhae aku belum bisa menerimamu sebagai istriku. Sekarang kau
minggir, aku mau lewat.”
Aku benar-benar terluka mendengar
kata-katanya itu. Mungkinkah tidak ada harapan lagi bagiku untuk bisa dia
terima? Aku akui aku memang sudah jatuh cinta padanya, walaupun aku selalu
tidak pernah dianggap olehnya, namun naluriku sebagai istri membuatku jaatuh
cinta padanya.
Lebih baik aku kembali ke rumahku,
kembali kepada orangtuaku, mereka lebih membutuhkan aku daripada Kyu.
Aku masuk ke kamar, aku lihat Kyu
sedang duduk di kursi rodanya di beranda kamar kami. Aku ambil koperku dan aku
masukan semua baju-bajuku kedalamnya.
“Kau mau kemana?” Tanya Kyu.
“Aku rasa aku tidak dibutuhkan lagi
disini Kyu. Aku mau pulang, orang tuaku lebih membutuhkanku.”
“Kau mau meninggalkanku saat aku
lumpuh begini? Kau bilang kau ingin jadi istri yang baik”
“Aku sudah berusaha menjadi istrimu
yang baik, tapi kau tidak pernah menganggapnya. Jadi tidak ada gunanya lagi aku
disini”
“Ne, kau benar. Pergilah, dan jangan
kembali lagi, aku tunggu gugatan ceraimu” ucapnya dan lagi-lagi tidak sambil
memandang wajahku.
“Aku pergi, jaga dirimu”
Aku pergi dengan membawa koper
berisi baju-bajuku. Air mataku sudah mengalir membasahi pipi. Aku ingin dia
mencegahku, tapi kurasa itu mustahil. Pembantu dan supirku hanya bisa menatap
kepergianku.
Aku sebenarnya berbohong kepada
mereka. Aku tidak mungkin tega kembali ke rumah orangtuaku dan membuat mereka
sadar bahwa pernikahan anak gadisnya tidak berakhir dengan bahagia. Aku juga
yakin ayah Kyuhyun tidak akan pernah mau ikut campur dalam permasalahan kami,
beliau tidak akan memintaku pulang namun menyuruh Kyuhyun sendiri yang
melakukannya. Aku kembali ke apartemen yang telah diberikan almarhum omma
padaku dan Kyu. aku ingin menyendiri untuk sementara waktu.
***
Kyuhyun’s
pov
Sudah satu minggu dia pergi. Tidak
ada kabar, dan akupun tidak pernah menghubunginya sama sekali. Kenapa sejak dia
pergi duniaku terasa sepi? Tidak ada lagi bentakan keluar dari mulutku, tidak
kulihat lagi wajah sedihnya. Apa aku merindukannya?
Andwe! Aku tidak boleh merindukannya
apalagi sampai mencitainya. Yang aku cintai hanya Hae Jin seorang.
Aku tatap ranjang di depanku. Tidak
ada lagi sosok Hae Jin tdur disana. Sosok yang selama satu tahun ini
menemaniku, merawatku dan menjagaku, walaupun aku selalu kasar padanya,
walaupun aku selalu membuatnya meneteskan air mata.
Aigo! Perasaan apa ini? Aku tidak
mau jatuh cinta padanya. Kenapa sekarang aku selemah ini. Kenapa?
***
“Kau merindukannya?” Appa tiba-tiba
sudah berdiri di sebelahku.
“Siapa?”
“Istrimu”
“Ani. Appa tau sendiri perasaanku
yang sebenarnya seperti apa”
“Perasaanmu yang mana? Yang dulu?
Yang kemarin? Atau yang detik ini?”
“Aku benar-benar tidak mengerti apa
yang Appa maksud”
“Perasaanmu sudah berubah Kyu. Kau
tidak perlu berbohong lagi pada Appa. Kau merindukannya, kau merindukan Ae
Jong. Appa jauh lebih tua darimu. Appa tau dari semua sikapmu. Walaupun kamu
masih sering berkata kasar padanya, tapi pancaran matamu berkata lain”
“Mollaso. Aku benar-benar bingung
dengan perasaanku sekarang Appa”
“Telepon dia, minta dia kembali,
sebelum kau menyesal Kyu”
Aku hanya diam saja mendengar
kata-kata Appa. Aku masih belum yakin kalau aku memang mencintainya. Akku rasa
nama Hae Jin masih ada dihatiku sekarang.
“Kau tahu kenapa Appa berkeras
menjodohkanmu dengan Ae Jong?”
Aku hanya menggeleng sambil
memandang Appa. Wajahnya yang sudah penuh dengan kerutan itu terlihat sedih.
***
Author’s
pov
Flashback
Seorang
laki-laki berjaket hitam tampak berjalan bersama beberapa rekannya menuju
sebuah rumah, mereka semua membawa senjata lengkap.
“Hati-hati
Cho, mungkin mereka sudah bersiap menyambut kedatangan kita” kata seorang
temannya sambil menepuk bahunya.
Setelah
semua rekannya membentuk formasi mengelilingi rumah itu. Dia menendang pintu
sambil mengarahkan ujung pistolnya kedalam rumah itu.
Sepi,
seperti tidak ada satupun kehidupan disana. Semua rekannya masuk ke rumah itu.
Rumah itu seperti telah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Tiba-tiba
terdengar bunyi tembakan, sebuah peluru tepat mengenai sebuah cermin di
belakangnya. Suara kaca pecah terdengar bersamaan dengn bunyi tembakan dari
rekannya menuju satu arah, menuju sebuah kamar. Segerombolan pria berbaju hitam
merangsek ke dalam kamar dan meringkus 2 orang pemuda.
Suara
tembakan kembali terdengar menuju ke arah Cho. Beruntung pria itu bisa
menghindar dan tembakan itu meleset mengenai sebuah guci. Dia segera membalas
dengan menembak tepat mengenai kepala si penembak misterius itu.
Tiba-tiba
dia mendengar suara gemerisik dibawah meja kayu berukir. Meja yang sangat bagus
menurutnya. Yang biasanya dipakai oleh direktur-direktu kaya raya. Diatasnya
tergeletak beberapa buku dan sebah pena.
Sebuah
tangan laki-laki tiba-tiba terulur dari bawah meja itu.
“Berdiri
dan angkat tanganmu di atas kepala” Kata Cho.
“Saya
tidak bersalah” ucap laki-laki dari bawah meja itu.
“Kau
pemilik rumah ini?”
“Ne, tapi
saya benar-benar tidak tahu kalau tukang kebun saya menyembunyikan heroin
disini”
“Kau
jangan berbohong!”
Tiba-tiba
pria itu menunduk seperti hendak mengambil senjata di bawah meja. Segera suara
tembakan terdengar menggema di seluruh ruangan itu. Pria itu terjungkal dan
menghantap lemari penuh buku belakang meja itu.
“Appa!”
seorang gadis kecil berusia 4 tahun berteriak dan muncul dari bawah meja.
“Appa!”
gadis itu terus memanggil ayahnya, air mata mengalir deras di pipinya, darah
tampak mengalir di pelipisnya, sepertinya para penjahat sudah mencelakainya.
“Jangan
menangis Ae Jong, katakan pada mereka Appa tidak bersalah. Hiduplah dengan
sehat” Ucap pria itu bersamaan dengan nafas terakhirnya.
Inspektur
Cho, hanya bisa terpaku mengetahui kesalahannya. Dia telah membunuh orang yang
tidak bersalah dan menghancurkan hidup seorang gadis kecil. Rasa bersalah terus
menghantuinya, sampai dia beranjak tua.
***
Kyuhyun’s
pov
“Lalu apa yang terjadi dengan gadis
itu?”
“Dia dibawa ke panti asuhan, 6 bulan
setelah itu dia diadopsi oleh keluarga Yoo”
“Keluarga Yoo? Apa gadis itu?”
“Ne, dia Ae Jong. Istrimu. Bahkan
sampai saat ini Appa selalu terbayang tentang kejadian itu. Rasa bersalah dalam
diri Appa sangat besar Kyu. Hanya dengan menikahkannya denganmu dan
membiarkannya dijaga olehmu akan mengurangi sedikit rasa bersalah Appa.”
“Jadi karena kejadian itu Appa
berhenti jadi polisi?”
“Ne, Appa memilih menjadi pengusaha,
karena tidak ingin kejadian yang sama terulang lagi.”
Aku tak pernah mendengar cerita ini
sebelumnya, bahkan almarhum omma tidak pernah memberitahuku.
“Sekarang kau hubungi Ae Jong dan
ajak dia kembali” kata Appa sambil mengusap air mata di sudut matanya lalu
melangkah pergi.
Aku ambil ponsel di saku celanaku.
Aku cari nama Ae Jong di daftar ponselku. Hatiku gamang, apa aku harus
memintanya kembali ata menuruti egoku sebagai laki-laki?
Lama aku hanya memutar-mutar ponsel
dengan tanganku. Tidak ada salahnya aku mencoba memintanya kembali, demi Appa.
“Yeoboseo” kataku.
“Yeoboseo Kyuhyun-ah, ada apa?” kata
Ae Jong dari seberang telepon.
“Kau dimana?”
“Kenapa sekarang kau peduli sekali
dengan keadaanku?” katanya menyindirku.
“Aku hanya menuruti perintah Appa
untuk menghubungimu dan memintamu kembali. Akupun sebenarnya tidak ingin kau
kembali, tapi tampaknya Appa merindukanmu sampai menangis, jadi kau
kembalilah.”
“Mianhae, aku tidak bisa.”
“Kau tidak kasihan kepada Appa? Dia
kesepian.”
“Dia Appamu, bukan Appaku.
Orangtuaku disini juga sangat membutuhkanku.”
“Baiklah kalau begitu, tidak usah
kembali!” kataku padanya. Aku kesal harga diriku seperti di injak-injak
olehnya.
“Ne”
Tut tut tut. Dia mematikan telepon
begitu saja. Sekarang dia sudah berani padaku, suaminya.
Tunggu! Kenapa sekarang aku bisa
menyebut diriku ini suaminya? Sejak kapan aku mengakuinya sebagai istriku?
Aigo!! Apa yang terjadi padaku? Aku benar-benar merindukannya sekarang.
Perasaanku benar-benar sudah berubah.
***
“Boram!! Tolong bantu aku!” teriakku
dari dalam kamar memanggil pembantu rumah tanggaku.
Hening. Tidak ada jawaban sama
sekali.
“Appa! Bisa aku minta tolong?”
teriakku memanggil Appa.
Hening. Kembali tidak ada jawaban.
“Boram! Appa! Adakah yang bisa
menolongku?”
Kemana
orang-orang rumah ini. kenapa tidak ada satupun yang menjawab? Kataku dalam hati.
Aku berusaha menggapai kaos dan
celana yang tergantung di dalam lemari, tapi ternyata tanganku tidak bisa
mencapainya dalam posisi duduk di kursi roda seperti ini. sampai kapan aku
harus seperti ini? Aku benar-benar sudah tidak betah dengan keadaan seperti
ini.
“Kau mau memakai kaos yang berwarna
putih?” tiba-tiba sebuah tangan terulur diatas kepalaku dan mengambilkan kaos
yang aku inginkan.
“Ae jong?”
“Mau aku ambilkan yang mana lagi?”
tanyanya.
“Kau kembali?” ucapku sambil
memandang wajah yang aku rindukan itu.
“Kau mau mandi ya? Sudah ada yang
menyiapkanmu air hangat?”
“Kau benar-benar kembali?”
“Aku siapkan air hangat ya” katanya
tanpa menghiraukan pertanyaanku dan hendak melangkah ke kamar mandi.
Aku pegang tangannya dan kutarik
tubuhnya kepelukanku.
“Jangan tinggalkan aku lagi” ucapku
padanya.
***
Ae Jong’s
pov
“Jangan tinggalkan aku lagi” ucapnya
lirih di telingaku. “Bogoshippo”.
Hatiku benar-benar tersentuh dengan
kata-katanya. Sekarang perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan lagi.Kyu
memeluk erat tubuhku dan membelai kepalaku. Air mataku mengalir membasahi pipi
dan bahu Kyu. Kubalas dekapannya, dan kutumpahkan semua rasa rinduku padanya.
Lama kami berpelukan seperti ini,
menumpahkan segala emosi yang telah terpendam sekian lama. Saat dia melepaskan
peukannya, dia belai pipiku dengan lembut. Baru kali ini aku merasakan
tangannya yang halus membelai pipiku. Rasanya sangat nyaman, bahkan lebih
nyaman dari yang selama ini bisa aku bayangkan.Perlahan dia mendekatkan
wajahnya padaku, dan menciumku dengan lembut, sangat lembut. Sekarang aku
merasa telah memiliki Kyuhyun seutuhnya.
***
Sudah 3 bulan Kyu menjali terapi
fisik. Selama itu aku selalu membantunya untuk kembali bisa berjalan. Setelah
lama menggunakan kursi roda dan kaki yang terbalut gips, dia harus menyesuaikan
diri saat kembali diijinkan berjalan.
Kehidupanku sekarang berubah, tidak
ada lagi makian atau kata-kata kasar terucap dari mulut Kyu, yang ada hanya
ucapan sayang dan kecupan mesra darinya. Aku benar-benar merasa menjadi wanita
yang paling beruntung.
Tapi saat ini Kyu belum pernah
sekalipun menyentuhku di ranjang. Walaupun kami sudah tidur bersama dalam satu
ranjang. Mungkin masih ada sedikit keraguan di hatinya. Aku akan tetap menunggu
sampai dia siap.
Appa juga sudah menceritakan alasan
dia menjodohkanku dengan Kyuhyun. Aku menghargai kejujurannya, dan tidak marah.
Aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri.
***
Kyuhyun’s
pov
“Untuk kesehatan Kyuhyun, cheers”
Ucap Appa. Kami sedang makan malam bersama merayakan kesembuhanku. Akhirnya aku
bisa berjalan lagi sekarang. Selama ini Ae Jong selalu sabar merawatku, dia
benar-benar istri yang baik, aku sangat beruntung mendapatkannya menjadi
istriku.
“Kau mau aku ambilkan daging?” Tanya
Ae Jong.
“Ne, tolong ya” kataku sambil
tersenyum.
“Appa senang melihat kalian sepeti
ini. tampaknya sebentar lagi Appa akan punya cucu”
“Uhuk uhuk” daging yang sedang aku
telan, terasa tersangkut di tenggorokan.
“Gwenchanayo Kyuhyun?” Tanya Ae Jong
sambil menepuk-nepuk punggungku lembut.
“Ne, gwenchana” aku ambil gelas dan
aku minum isinya sebanyak mungkin. Kata-kata Appa benar-benar mengagetkanku.
Sampai sekarang aku belum pernah
menyentuh Ae Jong di atas Rajang. Entahlah, sepertinya aku masih sedikit ragu
dan terkadang aku masih teringat wajah Hae Jin yang menangis.
“Appa ingin cucu laki-laki, biar
Appa bisa bermain sepak bola dengannya, andai saja Omma masih ada, dia pasti
menginginkan cucu perempuan, agar bisa dia ajari memasak.”
Tiba-tiba aku teringat ucapan Hae
Jin dahulu.
“Anak
laki-laki kita bisa bermain sepak bola bersamamu, dan anak perempuan kita akan
aku ajari memasak.”
Aku tidak menanggapi ucapan Appa,
aku terus sibuk mengunyah makananku sambil memikirkan banyak hal. Hanya Ae Jong
yang menanggapi ucapan Appa, bahkan mereka sudah merencanakan nama calon
bayi-bayi kami. Kenanganku dengan Hae Jin kembali berputa-putar di otakku.
“kalau
laki-laki aku mau memberinya nama Cho Gi Hyeon, artinya laki-laki tampan yang
berani dan bijaksana. Kalau perempuan Cho Hye Min artinya perempuan cantik yang
anggun dan cerdas,”
“Haaah” kuhembuskan nafas berat.
”Bisakah kalian berhenti berbicara tentang anak?”
“Wae? Apa kau keberatan?” Tanya
Appa.
“Bukan begitu Appa, tapi biarkan aku
dan Ae jong berusaha terlebih dahulu. Kalau memang sudah ada calon bayinya,
baru kalian bisa merencanakan segala angan-angan kalian tentang bayi tadi”
Kataku.
“Ah, ne ne, Appa mengerti. Kalian
berusahalah. Cepat berikan Appa cucu.”
Mungkinkah sekarang saatnya aku
menyerahkan semuanya?
***
Aku teguk kembali soju yang ada
dihadapanku. Sudah 3 botol soju aku teguk. Memang sudah menjadi tradisi
keluarga kami, pada setiap perayaan selalu tersedia soju. Appa sudah pergi
tidur sejak tadi, Ae Jong pun sudah lama pergi masuk ke kamar.
Sambil menenggak soju, aku kembali
mengenang hari-hariku dengan Hae Jin. Aku bertekad inilah saat terakhir aku
mengingatnya kembali. Aku benar-benar ingin melupakannya dan memulai hidup
baruku dengan Ae Jong.
Aku melangkah ke dalam kamarku
dengan sebotol soju masih kugenggam. Kubuka perlahan pintu kamarku dan kulihat
Ae Jong sedang berdiri di beranda kamar kami sambil mendongak memandang
bintang.
Aku letakan botol soju di atas meja
rias milik Ae Jong, dan kudekati tubuhnya. Aku sedikit mengagetkannya saat ku
peluk tubuhnya dari belakang.
“A… apa yang kau lakukan Kyu?”
katanya terbata.
“Shht.. diamlah.. aku hanya ingin
memelukmu”
“Kau mabuk?”
“Ani, aku masih sadar”
Kubalikan badannya sehingga dia
berdiri menghadapku. Kuusap pipinya, lalu perlahan kucium bibirnya. Kurasakan
tangannya memeluk tubuhku erat-erat.
Saat kulepaskan ciumanku padanya dan
menatap wajahnya, aku sedikit tersentak, karena yang kulihat adalah wajah Hae
Jin. Benar-benar Hae Jin yang sedang tersenyum manis padaku. Kenapa Hae Jin ada
disini? Aku pejamkan kedua mataku sejenak, apa mungkin aku mabuk?
Tapi saat aku membuka mataku lagi,
yang ada didepanku memang Hae Jin, Hae Jin yang aku rindukan. Aku kembali
memeluknya.
“Bogoshipoyo. Kemana saja kau selama
ini? Aku tidak bisa hidup tanpamu”
“Aku tidak kemana-kemana Kyu, aku
selalu ada dihatimu. Aku juga merindukanmu” ucapnya tepat ditelingaku sambil
mencium pipiku.
“Jangan pernah pergi lagi”
“Tidak akan Kyu, aku akan selalu ada
di hatimu, karena aku adalah hidupmu”
Aku lepaskan pelukanku dan kembali
mencium lembut bibirnya. Kuangkat tubuhnya yang ringan dengan kedua tanganku.
Dia hanya tersenyum dengan wajah sedikit memerah malu.
“Kenapa sekarang kau menjadi ringan
sekali? Apa kau kurang makan setelah berpisah denganku?”
“Mana bisa aku makan sedangkan
pikiranku selalu tertuju padamu” ucapannya kembali terngiang ditelingaku.
Kuletakan tubuhnya di atas ranjang.
Dia hanya tertawa. Tawa yang telah lama aku rindukan.
Kurebahkan tubuhku disampingnya.
Melihat wajah cantik Hae Jin dari samping seperti ini membuat hatiku semakin
berdebar. Kumatikan lampu di atas meja kecil di samping tempat tidur, lalu
kutarik selimut menutupi tubuh kami berdua.
***
Ae Jong’s
pov
“A… apa yang kau lakukan Kyu?”
kataku terbata. Aku benar-benar terkejut dia tiba-tiba memelukku dari belakang.
“Shht.. diamlah.. aku hanya ingin
memelukmu”
“Kau mabuk?”
“Ani, aku masih sadar”
Dia membalikan badanku sehingga aku
berdiri menghadapnya. Dia usap pipiku, lalu perlahan dia mencium bibirku.
Merasakan bibirnya yang lembut dan hangat membuatku memeluknya erat-erat.
“Bogoshipoyo. Kemana saja kau
selama ini? Aku tidak bisa hidup tanpamu” ucapnya saat menatapku setelah
selesai menciumku.
“Apa maksudmu Kyu? aku selalu
disini. Aku tidak pernah kemana-mana.” Tanyaku heran.
“Jangan pernah pergi lagi” ucapnya
sambil memeluk tubuhku kembali.
“Aku benar-benar tidak mengerti
dengan apa yang kau katakan, kau mabuk Kyu”
Dia lepaskan pelukannya dan kembali
mencium lembut bibirku. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhku dan menggendongku
sambil melangkah menuju tempat tidur kami.
“Kenapa sekarang kau menjadi ringan
sekali? Apa kau kurang makan setelah berpisah denganku?”
“Hentikan Kyu, kau mabuk. Sadarlah.”
Kataku sambil menepuk wajahnya pelan.
Dia letakan tubuhku di atas ranjang
sambil ikut merebahkan diri disampingku. Dia terus memandangi wajahku dari
samping. Tiba-tiba dia mematika lampu dan menarik selimut menutupi tubuh kami
berdua.
***
Kyuhyun’s
pov
“Bangun Kyu” kudengar sebuah suara
lembut di telingaku, kurasakan juga sebuah kecupan pelan di pipi.
“Ngg. Aku masih mengantuk” rengekku
pelan sambil sedikit membuka mata. Kulihat sosok Ae Jong sedang duduk di tepi
tempat tidur dan membelai kepalaku.
“Ayo bangun, sudah siang.” Ucapnya.
Kurasakan kepalaku yang terasa berat
dan pusing. Akupun merasakan kedinginan yang amat sangat, seakan aku ini tidak
memakai baju barang sehelaipun. Tunggu! Tidak memakai baju? Aku buka sedikit
selimut yang menutupi tubuhku dan mendapati bahawa memang benar aku tidak
memakai baju barang sehelaipun. Bagaimana bisa? Apa yang sudah aku lakukan
semalam? Apa aku sudah…?
Kutatap wajah Ae Jong yang tampak
tersenyum malu.
“Terima kasih yang semalam. Aku
menyukainya” Ucapnya sambil kembali mencium pipiku dan beranjak pergi.
Bukankah semalam Hae Jin yang
menemaniku tidur? Atau jangan-jangan Hae Jin yang aku lihat hanya ilusi saja,
dan yang sebenarnya bersamaku semalam adalah Ae Jong? Ottokhe! Apa yang sudah
aku lakukan!
***
“Yeoboseo” kata seseorang dari
seberang telepon.
“Yeoboseo Na Ri-ya”
“Kyuhyun-ah, ada apa?”
“Bisakah aku bertemu kembali
denganmu? Ada yang ingin aku bicarakan soal Hae Jin”
“Untuk apa lagi kita membahas soal
Hae Jin? Bukankah dulu sudah aku bilang kau harus melupakannya”
“Ne, aku tahu. Dan aku janji ini
untuk terakhir kalinya. Aku sudah bisa menerima Ae Jong sebagai istriku
sekarang.”
“Lalu untuk apa lagi kita membahas
Hae Jin kalau sekarang kau sudah bisa menerima Ae Jong.”
“Aku mohon Na Ri, ada sesuatu yang
ingin aku katakan.”
“Baiklah, ditempat biasa ya”
“Ara”
***
“Jadi kau dan Ae Jong sudah..” kata
Na Ri dengan ekspresi kaget setelah mendengar semua ceritaku.
“Ne, sejak 3 bulan yang lalu, dan
sekarang Ae Jong sedang mengandung bayiku” kataku.
“Chukae. Berapa usianya?”
“7 minggu. Dan aku rasa sekarang
benar-benar saatnya aku melupakan Hae Jin”
“Ne, kau benar, dan kau harus
melakukannya. Ikatanmu dan Ae Jong sudah tidak dapat terpisahkan lagi sekarang.
Diantara kalian akan hadir seorang bayi. Jujur sebenarnya beberapa hari yang
lalu Hae Jin menghubungiku.” Ucapnya sambil meminum jus buah pesanannya.
“Mwo? Lalu?”
“Dia menanyakan keadaanmu.”
“Apa menurutmu dia masih
mencintaiku?”
“Aku rasa tidak, dia berkata bahwa
dia sudah memiliki kekasih yang baru, putra teman ibunya. Dia sudah kembali ke
Paris.”
“Haah” Kuhembuskan nafas panjang.
“Syukurlah kalau dia bahagia sekarang. Sudah saatnya kita saling melupakan
sekarang” kataku sambil mengaduk-aduk mocachino di cangkir hitamku.
“Ne, aku benar-benar tidak menyangka
kisah cinta kalian akan berakhir seperti ini. Dua tahun yang lalu semua
teman-teman kampus Hae Jin menyebut kalian Romeo & Juliet era milineum di
korea. Andaikan mereka semua tahu keadaan kalian saat ini, pasti mereka tidak
akan percaya.”
“Itulah yang namanya takdir. Seperti
katamu cinta adalah takdir kita tidak tahu kapan cinta datang dan kapan cinta
harus pergi.”
“Ae Jong tahu kau menemuiku?”
“Ne, dia tahu. Dia tahu kau temanku.
Dia juga meminta maaf atas kejadian tempo hari di rumah sakit.”
“Dia tahu soal Hae Jin?”
“Ani, aku tidak akan memberitahunya
sampai kapanpun. Hae Jin adalah masa laluku, dan Ae Jong adalah masa depanku.
Aku mohon kau pun menjaga rahasia ini”
“Ne”
Aku minum mocachinoku sambil menatap
langit biru dengan awan putih seperti kapas yang berjalan berarak.
Selamat
tinggal Hae Jin. Segala kenangan tentangmu akan selalu aku simpan. Kataku dalam hati.
***
Ae Jong’s
pov
“Cepatlah kau lahir. Appa sudah
tidak sabar ingin bermain bersamamu” Kata Kyu sambil mengusap perutku.
“Apa dia bisa mendengarku?” tanyanya
sambil mendongak menatap wajahku.
“Ehm, mungkin. Dia masih kecil Kyu”
“Hei kau, Cho Kyuhyun kecil, sedang
apa kau didalam? Bisakah kau dengar suara Appa?” katanya sambil menempelkan
telinganya ke perutku dengan ekspresi seperi anak kecil.
“Hahahaha. Kau ini seperti anak
kecil”
“Berapa lama lagi dia didalam sana?”
“6 bulan lagi”
“Aish, itu terlalu lama”
“Hahaha. Bersabarlah. 6 bulan itu
waktu yang sebentar”
“Kau harus sehat Ae Jong. Ada anakku
didalam tubuhmu. Jangan sampai kau menyakitinya. Arraso!” katanya dengan senyum
manja terpasangn di wajahnya.
“Ne, tuan Cho Kyuhyun yang tampan.
Aku akan selalu menjaga calon anak kita”
“Gomawo Ae Jong” ucapnya lalu memelukku.
Semoga
saja kau selalu sehat nak. Appamu sangat mengharapkan kehadiramu. Batinku dengan sedih. Aku takut aku
mengecewakan Kyuhyun.
***
Author’s
pov
Seorang yeoja berjalan keluar dari
bandara Incheon bersama seorang namja tampan dan tinggi yang mendorong troli
berisi koper mereka. Semua orang yang mereka lewati memandang kearah namja itu
dengan pandangan takjub.
“Hentikan Siwon! Kau benar-benar
membuatku malu” Kata yeoja itu sambil memukul pelan lengan namja bernama Siwon.
“Mwo? Aku hanya tersenyum kepada
mereka”
“Dan senyummu itu bisa membuat
mereka mati seketika” ucap yeoja berjaket kulit hitam itu.
“Begitukah? Kenapa kau tidak mati
padahal aku selalu tersenyum padamu setiap saat.”
“Karena aku adikmu! Aku kebal dengan
senyummu”
“Kita hanya adik tiri” ucap Siwon
dengan muka cemberut.
“Lalu kenapa? Yang penting ayahmu
dan ibuku sudah menikah. Kita bersaudara.”
Mendengar ucapan adiknya itu Siwon
hanya mencibir kesal.
“Ah, kota yang aku rindukan, tidak
berubah sejak kutinggalkan setahun yang lalu.”
“Yang kau rindukan kota ini atau dia
yang ada di kota ini, Hae Jin?” ucap Siwon sambil sedikit menyikut adiknya dan
tersenyum menggoda.
Hae Jin hanya meloto pada kakak
tirinya itu.
--TBC—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar